Perusahaan Ini Juga Diduga Bantu Israel
Krisis yang kita saksikan saat ini di Jalur Gaza bukan perang antara Muslim dan Yahudi, tapi krisis kemanusiaan,” ujar Tutu.
“Palestina dan Israel sama-sama punya hak atas kedamaian. Gaza akan menguji nilai kepercayaan kita terhadap kemanusiaan,” lanjutnya.
Menurut Tutu, mereka yang berbisnis dengan Israel secara tidak langsung mendanai status quo yang tidak adil. Ia setuju dengan Avaaz, organisasi kampanye global terhadap semua perusahan Yahudi yang menyisihkan keuntungannya untuk menghidupkan perekonomian Israel.
Berbeda dengan kampanye boikot yang melibatkan Starbuck, McDonald, dan lainnya, kampanye ini menyasar sejumlah perusahaan teknologi; Hawlett Packard, G4S, Caterpillar, ABP, dan Veolia. Mereka mendanai pembangunan permukiman ilegal di Jerusalem, yang ilegal secara hukum internasional.
Tutu punya pengalaman dengan gerakan ini. Tahun 1980-an ia menyerukan boikot global semua produk dan investasi di Afrika Selatan. Akibatnya, perekonomian rejim apartheid bangkrut.
“Saat itu saya mengatakan siapa pun yang berkontribusi terhadap perekonomian Afsel, juga berkontribusi terhadap kelangsungan apartheid,” kenang Tutu.
Boikot terhadap perusahaan yang berbisnis dengan Israel sebenarnya bukan baru. Dana Pensiun Belanda PGGM, misalnya, menarik investasi bernilai puluhan juta euro dari Bank Israel. Bill dan Melinda Gates Foundation menarik dananya dari perusahaan keamanan G4S. Gereja Presbyterian AS melarik uang yang ditanam di Hawlett Packard, Motorolla Solution, dan Caterpillar.
Juli lalu, Uni Eropa juga memperingatkan warganya untuk menghindari berbisnis, atau berinvestasi, di permukiman ilegal Israel.
Sumber : http://ift.tt/1maNkyN
Sumber : http://ift.tt/1kuwRKY