Gugatan Pilpres di MK Panggung Milik Siapa?
Satu hal yang saya kira menarik dalam dinamika politik-hukum pascapilpres di panggung keadilan Mahkamah Konstitusi adalah menjawab pertanyaan, siapa sebenarnya yang diuntungkan oleh gugatan Pilpres tersebut? Apakah Prabowo-Hatta yang bakal menuai hasilnya nanti, Jokowi-JK ataukah Kimisi Pemilihan Umum (KPU). Walaupun bukan kontestan, saya sengaja memasukkan KPU sebab tanggungjawab KPU sebagai penyelenggara tentu saja dipertaruhkan di dalam sidang-sidang gugatan Pilpres di MK untuk melihat sejauh mana kinerja KPU secara kelembagaan dalam mengelola Pilpres. Praktis, maka ada tiga pihak yang beradu palu keadilan di MK, yakni Prabow-Hatta, Jokowi-JK dan KPU.
Mencermati opini yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, memang timbul kesan bila seolah-olah gugatan Pilpres di MK hanya menjadi panggung bagi Prabowo-Hatta karena keaktifan pihak Prabowo-Hatta sangat kontras bila dibandingkan Jokowi-JK maupun KPU yang berada di posisi pihak tergugat. Sebagai pihak yang mengajukan gugatan, Prabowo-Hatta nampak menjadi aktor utama. Dalam perspektif kehumasan (penggalangan opini), sikap proaktif pihak Prabowo-Hatta yang kemudian dikesankan ngotot oleh sejumlah media dengan pelintiran berbungkus jurnalisme, secara gamblang menimbulkan pemaknaan bila Prabowo-Hatta paling berkepentingan dalam sengketa hasil Pilpres ini.
Akibat dari pemberitaan media-media pendukung Jokowi-JK yang mengesankan Prabowo-Hatta sangat bernafsu dalam perselisihan hasil Pilpres ini, justru mengecilkan ruang Jokowi-JK untuk semakin menguatkan legitimasi kemenangan mereka. Ada kesan bahwa Jokowi-JK sebenarnya tidak enjoy dengan proses gugatan di MK sebab pesta kemenangan mereka jadi terganggu. Saya justru melihat sisi positif bagi pihak Jokowi-JK bila cerdas menggunakan panggung MK ini.
Semestinya, Jokowi-JK juga dikesankan serius untuk membuktikan bila Jokowi-JK menang secara absah dengan menunjukkan bukti kemenangan tersebut di meja MK. Bukan justru seolah-olah menimbulkan kecurigaan bila ada hal yang ditutup-tutupi atau memosisikan Jokowi-JK sebagai pihak yang dipojokkan atau terdzalimi oleh gugatan tersebut. Strategi komunikasi ini yang saya kira harus diubah oleh tim Jokowi-JK di sisa waktu persidangan gugatan hasil Pilpres yang tinggal beberapa hari lagi.
Adalah sebuah politik tingkat tinggi bila panggung yang digelar oleh orang lain kita mainkan dengan menggunakan irama kita sendiri. Nah, hal ini belum dilakukan oleh Jokowi-JK maupun KPU di dalam sidang sengketa Pilpres di MK. KPU bahkan mengesankan dirinya dironrong oleh gugatan tim Prabowo-Hatta tersebut sehingga KPU menderita cacat reputasi. Semestinya KPU bukan hanya berkolaborasi dengan Jokowi-JK sebagai pihak terkait gugatan untuk melawan Prabowo-Hatta, namun malah harus berkolaborasi dengan Pabowo-Hatta untuk mencari keadilan berdasarkan fakt-fakta di persidangan.
Jadi common goal ketiga pihak ini adalah MELAWAN KETIDAKADILAN yang terjadi di lapangan selama proses Pilpres berlangsung. Sebagai elemen civil society, kita tentu saja menginginkan pertaruhan di MK menjadi panggung bagi semua pihak yang terkait di dalam Pilpres dengan satu tujuan yang sama, yakni mencari keadilan, bukan justru saling memojokkan. Mari bangun demokrasi yang sehat!
Sumber : http://ift.tt/1sHGoRk