BBM Naik, Siapa Yang Diuntungkan?
BBM (Bahan Bakar Minyak) mendadak langka di berbagai pelosok wilayah Indonesia sejak diberlakukannya pembatasan BBM bersubsidi (khusus jenis bensin Premium dan Solar) per awal Agustus 2014. Pembatasan ini diberlakukan mengingat anggaran belanja untuk kuota BBM bersubsidi yang tersisa tidak akan mencukupi jika tidak segera dilakukan pembatasan, bahkan diperkirakan subsidi anggaran hanya tersisa sampai bulan November ini.
Sulitnya mendapat BBM dan antrian panjang kendaraan bahkan jerigen yang berbaris menjadi pemandangan yang jarang-jarang terjadi di era reformasi sekaligus jadi pertanyaan apa yang terjadi dengan Pertamina? Mengapa BBM mendadak langka? Apakah ini berkaitan dengan mundurnya tokoh nomor satu di tubuh Pertamina ibu Karen Agustiawan, yang mundur ditengah kecemerlangannya memimpin Pertamina? Mengapa pemerintah seolah-olah membiarkan tanpa mencari solusi kongkrit agar masyarakat tidak dibuat resah dan gejolak sosial apatis massa semakin meningkat?
Sejumlah desakan muncul agar pemerintah menaikkan harga BBM daripada warga mengalami kesulitan dengan antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan BBM.
Menaikkan BBM bukan perkara mudah, demikian menurut Pak Sjarief Hasan - ketua harian Partai Demokrat, harus mendapatkan persetujuan anggota dewan (DPR). Persiapan juga harus matang. Begitu alasan yang dikemukakan partai Demokrat.
Untuk membahas ini, maka saya mengumpulkan pandangan beberapa sahabat kompasianer berikut. Cekidot;
Nah, akhirnya sudah ada 5 berarti sudah Pancasila, begitu pendapat mbak Ellen seperti biasa ketika mengomentari tulisan guru saya, Pakde Kartono.
Pertanyaannya kalau BBM naik, adakah pihak yang diuntungkan, siapa saja dan bagaimana?
Dengan naiknya BBM sudah pasti berdampak pada kenaikan harga kebutuhan sehari-hari (sembako) seiring dengan naiknya biaya operasional angkut dari hulu sampai ke hilir. Jadi naiknya barang-barang pasti akan menambah sengsara ibu-ibu rumah tangga yang harus putar otak tujuh keliling delapan jurusan mencari segala cara bagaimana kebutuhan hidup harian tetap tercukupi.
Tapi disisi lain, dilema langkanya BBM juga berdampak signifikan langsung kepada masyarakat yang sulit mendapatkan pasokan selama beberapa hari terakhir ini. Di satu sisi Partai Demokrat sebagai partai yang mengusung SBY tidak mau menanggung resiko politik ketimbang resiko ekonomi dengan memberikan solusi. Jika solusi menaikkan BBM katakanlah dengan kalkulasi kasar seribu rupiah saja atau mungkin lebih sedikit (tergantung harga lifting minyak dunia) tentu menyelesaikan masalah kesulitan masyarakat harus antri berjam-jam dan menghadapi ketidakpastian dapat tidak, tidak dapat, dapat tidak, dstnya.
Tentu saja pertemuan SBY dan pak Jokowi di Bali semalam yang diberitakan “breaking news” pasti ada kepentingan politik jangka panjang termasuk solusi menaikkan harga BBM, siapa yang seharusnya mengambil keputusan tsb, pak Beye ataukah menunggu sampai dilantiknya pak Jokowi, artinya masyarakat harus punya stok kesabaran sampai akhir bulan Oktober nanti.
Ngantri lagi ngantri lagi, sambil bernyanyi “Ra popo” ala mbak Fidiawati. Semoga kepentingan masyarakatlah yang diutamakan, bukan kepentingan elit apalagi sekadar menghindar dari resiko politik.
Ini lagu versi mbak Fidiawati or Jupe yach, yuk ah… jangan dipikirin bagi yang lagi patah hati, move on segera jangan seperti BBM yang lagi mogok, semoga segera move on (wkwkwkwk)
Sumber : http://ift.tt/1C4ZLGZ
Sulitnya mendapat BBM dan antrian panjang kendaraan bahkan jerigen yang berbaris menjadi pemandangan yang jarang-jarang terjadi di era reformasi sekaligus jadi pertanyaan apa yang terjadi dengan Pertamina? Mengapa BBM mendadak langka? Apakah ini berkaitan dengan mundurnya tokoh nomor satu di tubuh Pertamina ibu Karen Agustiawan, yang mundur ditengah kecemerlangannya memimpin Pertamina? Mengapa pemerintah seolah-olah membiarkan tanpa mencari solusi kongkrit agar masyarakat tidak dibuat resah dan gejolak sosial apatis massa semakin meningkat?
Sejumlah desakan muncul agar pemerintah menaikkan harga BBM daripada warga mengalami kesulitan dengan antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan BBM.
Menaikkan BBM bukan perkara mudah, demikian menurut Pak Sjarief Hasan - ketua harian Partai Demokrat, harus mendapatkan persetujuan anggota dewan (DPR). Persiapan juga harus matang. Begitu alasan yang dikemukakan partai Demokrat.
Untuk membahas ini, maka saya mengumpulkan pandangan beberapa sahabat kompasianer berikut. Cekidot;
- Ifani
Mbak Ifani meyakini kenaikan BBM oke-oke saja selama petugas di pom bensin berwajah kasep dan ganteng klimis seperti hakim MK idolanya yaitu pak Hamdan Zoelva. Kelihatannya sih, bagi mbak yang cantik dan selalu modis ini boleh-boleh saja, toh yang bayar kan suami saya. Saya bagian melototin masnya yang kasep-kasep daripada liatin barisan mobil mewah dengan antrian mengular. LOL - Fidiawati
Buat mbak Fid yang kemarin mengantar suami ngantri BBM seperti dalam tulisannya “BBM oh My oh Prettt” (judulnya mantap mbak, semantap tulisannya hehe) tanggal 27 Agustus 2014 jam 12:40 juga berpendapat sama, naikkan saja harga BBM bersubsidi. “Daripada bolak-balik menyusahkan masyarakat ujung-ujungnya gak dapat juga. Sudah panas-panas ngantri, untung sama suami coba kalo lagi ngojek kebayang deh mangkelnya jadi dobel plus”. (wkwkwk) - Pakde Kartono
Pakde dalam tulisannya “Haji Lulung, kapan diperiksa KPK?” tgl 27 Agustus 2014 jam 17:03 mengatakan mobilnya banyak sekali. “ Saya aja gak tahu jumlah mobil saya ada berapa? Saking banyaknya, bahkan yang dipinjam teman pun banyak, gak pernah saya minta untuk dibalikin, karena lupa jika ada mobil yang dipinjam”. Buat Pakde yang notabene guru saya, “gak ada masalah karena mobil-mobil saya itu gak minum BBM bersubsidi, jadi mau naik atau tidak yang penting jangan mengorbankan kepentingan masyarakat”. Mantap kan gurunya semantap muridnya ( wkwkwk ) - Pebriano Bagindo
Mas Pebri bilang, “wah kalo sampe BBM dinaikkan neh, bisulan saya bisa gak sembuh-sembuh. Tapi bagus juga deh, jadi gak usah keluar cukup dirumah aja, atau paling tidak cukup jalan kaki saja kalo lagi ada perlu”. - Kembang Jagung
Buat mas Kj yang selalu pintar membuat inovasi baru, tidak masalah jika BBM harus naik. Pasalnya mas Kj sudah memikirkan inovasi bagaimana membuat BBM dengan menggunakan minyak jelantah (minyak goreng bekas) ataupun air (jika memungkinkan) seperti tehnologi yang sempat heboh dikembangkan salah satu staf pak Beye, Heru Lelono beberapa tahun silam.
Nah, akhirnya sudah ada 5 berarti sudah Pancasila, begitu pendapat mbak Ellen seperti biasa ketika mengomentari tulisan guru saya, Pakde Kartono.
Pertanyaannya kalau BBM naik, adakah pihak yang diuntungkan, siapa saja dan bagaimana?
Dengan naiknya BBM sudah pasti berdampak pada kenaikan harga kebutuhan sehari-hari (sembako) seiring dengan naiknya biaya operasional angkut dari hulu sampai ke hilir. Jadi naiknya barang-barang pasti akan menambah sengsara ibu-ibu rumah tangga yang harus putar otak tujuh keliling delapan jurusan mencari segala cara bagaimana kebutuhan hidup harian tetap tercukupi.
Tapi disisi lain, dilema langkanya BBM juga berdampak signifikan langsung kepada masyarakat yang sulit mendapatkan pasokan selama beberapa hari terakhir ini. Di satu sisi Partai Demokrat sebagai partai yang mengusung SBY tidak mau menanggung resiko politik ketimbang resiko ekonomi dengan memberikan solusi. Jika solusi menaikkan BBM katakanlah dengan kalkulasi kasar seribu rupiah saja atau mungkin lebih sedikit (tergantung harga lifting minyak dunia) tentu menyelesaikan masalah kesulitan masyarakat harus antri berjam-jam dan menghadapi ketidakpastian dapat tidak, tidak dapat, dapat tidak, dstnya.
Tentu saja pertemuan SBY dan pak Jokowi di Bali semalam yang diberitakan “breaking news” pasti ada kepentingan politik jangka panjang termasuk solusi menaikkan harga BBM, siapa yang seharusnya mengambil keputusan tsb, pak Beye ataukah menunggu sampai dilantiknya pak Jokowi, artinya masyarakat harus punya stok kesabaran sampai akhir bulan Oktober nanti.
Ngantri lagi ngantri lagi, sambil bernyanyi “Ra popo” ala mbak Fidiawati. Semoga kepentingan masyarakatlah yang diutamakan, bukan kepentingan elit apalagi sekadar menghindar dari resiko politik.
Ini lagu versi mbak Fidiawati or Jupe yach, yuk ah… jangan dipikirin bagi yang lagi patah hati, move on segera jangan seperti BBM yang lagi mogok, semoga segera move on (wkwkwkwk)
Sumber : http://ift.tt/1C4ZLGZ