Suara Warga

Antara Palestina, Jokowi Dan Freeport

Artikel terkait : Antara Palestina, Jokowi Dan Freeport



14074583131276693937 Kehancuran Tempat Tinggal Di Gaza (Al Jazeera)



Penyerangan Israel ke wilayah gaza sebulan terakhir ini telah menelan korban lebih dari 1.800 jiwa di pihak Palestina. Ironisnya tidak ada kekuatan yang bisa menghentikan Israel melakukan serangan membabi-buta tersebut. Semua negara hanya bisa mengeluarkan kecaman, keprihatinan tanpa bisa melakukan langkah lebih lanjut untuk menghentikan jatuhnya korban atau berusaha menyeret Israel ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Indonesia yang menganut Politik Luar Negeri bebas dan aktif dan dimanatkan oleh konstitusi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, seharusnya dapat melakukan diplomasi soft-power yang lebih kreatif untuk menekan Israel agar menghentikan segala bentuk tindak kekerasan terhadap rakyat Palestina, sekaligus menciptakan perdamaian abadi dengan bangsa Palestina dengan mengakui kemerdekaannya. Sumber daya alam kita yang melimpah bisa dijadikan senjata menekan Israel secara tidak langsung, dengan cara merevisi UU Minerba dan UU Migas yaitu menambahkan azas “pro perdamaian” didalamnya. Mumpung pemerintah sekarang sedang melakukan negosiasi dengan perusahaan tambang dari dalam dan luar negeri, azaz ini bisa dimasukan kedalam UU Migas dan Minerba.

Azaz pro perdamaian tersebut adalah menolak perusahaan asing berinvestasi di industri minerba dan migas dalam negeri, jika perusahaan tersebut berasal dari negara penyokong imperealisme dan kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya, seperti memberikan perlindungan politik, bantuan keuangan dan peralatan militer dsb.

Dengan definisi diatas, perusahaan energi asal AS (seperti Freeport, ExxonMobil), Inggris (BP), Belanda (Shell) dan Perancis (Total) kedepannya tidak bisa lagi berusaha di Indonesia. Lepasnya kesempatan berusaha di Indonesia ini, secara tidak langsung akan menekan Pemerintahan AS dan lain-lain, untuk berhitung ulang mendukung dan membantu Israel kedepannya. Tekanan dari sekutu Israel ini sangatlah berarti, sebab dari fakta sejarah Israel tidak pernah tunduk oleh desakan negara arab atau negara muslim lainnya seperti Indonesia. Sebab Israel sebagai sebuah negara, walaupun dihujat sana-sini, selalu hidup nyaman karena mendapatkan dukungan politik, bantuan keuangan dan militer dari sekutunya sebesar milyaran Dólar Amerika dalam setahunnya.

Di AS melakukan penolakan (baca: embargo) bagi individu atau sebuah entitas adalah biasa ketika pemerintah AS memberlakukan sanksi pada suatu negara. Mengutip laman Kementerian Keuangan AS, saat ini AS melakukan sanksi politik dan ekonomi pada beberapa negara seperti Kuba, Iran, Sudan, Suriah dan Myanmar.

Misalkan sanksi terhadap Iran akibat pengembangan energi nuklir di dalam negeri mereka, AS melarang perusahaan nasional mereka untuk terlibat dalam penjualan minyak mentah Iran, produk petrokimia, logam mulia, otomotif dll. Dalam undang-undang sanksi terhadap Iran juga melarang individu dan entitas asing/ Non AS untuk berhubungan dengan Iran.

Jika terbukti memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan Iran, maka individu/entitas asing tersebut akan dimasukan dalam daftar hitam pelaku pengelak sanksi atau disebut Foreign Sanctions Evaders (FSE) List. Dampaknya, perusahaan AS juga dilarang berhubungan bisnis dengan individu/entitas dalam daftar FSE, klik tautan berikut:

http://ift.tt/1kMF0KR

Jika perusahaan asing tersebut beroperasi di AS, maka Pemerintah tidak segan-segan menjatuhkan denda yang mencekik perusahaan tersebut. Contoh yang paling muthakhir adalah BNP Paribas, awal Juli lalu perusahaan asal Perancis ini didenda US$ 8,97 milyar. Akibat keterlibatannya dalam transaksi keuangan dengan perusahaan asal Kuba, Iran, Sudan dan Myanmar selama tahun 2004 - 2012, klik tautan berikut:

http://ift.tt/V2lldO

Semua kebijakan diatas untuk memastikan agar kepentingan nasional AS dapat terwujud, yaitu melemahkan perkonomian negara yang terkena sanksi dan pada akhirnya mengikuti peta jalan yang disusun oleh AS.

Dalam meluncurkan azaz pro perdamaian yang penulis sebutkan diawal, pemerintah mempunyai dalih yang kuat sebab kontitusi kita mengamanatkan dengan tegas “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-keadilan”.

Jadi azaz pro perdamaian dalam UU Minerba dan Migas, bukanlah didasarkan oleh perasaan anti-semit, anti barat, anti investasi asing dsb. Tetapi murni sebagai pengejawantahan tujuan bernegara yang secara eksplisit termaktub dalam konstitusi UUD 1945 dan Pancasila sila kedua sebagai landasan idiil nya. Jadi faktor kemanusian yang memegang peranan penting disini, menyelematkan ribuan nyawa dan mengakhiri penjajahan suatu bangsa terhadap bangsa yang lain.

Sekarang pertanyaannya, beranikah Pak Jokowi sebagai Presiden nanti memasukan azaz pro-perdamaian ini ke dalam UU Migas dan Minerba?







Sumber : http://ift.tt/1kMF0KU

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz