Undang-undang Desa: Peluang Memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat Desa
Semangat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa , meningkatkan pelayanan publik untuk mempercepat perwujudan kesejahteraan umum , serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. Lebih lanjut Undang-Undang tersebut mengamanatkan pemberdayaan masyarakat desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Berdasarkan pengalaman selama ini, pelibatan potensi-potensi yang ada dalam masyarakat desa melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat terbukti berhasil dan berdaya guna dalam mendongkrak pencapaian target-target pembangunan kesehatan. Dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis (TB) misalnya, pelibatan kader PKK desa dalam penemuan dini tersangka penderita secara signifikan berhasil meningkatkan angka penemuan penderita baru TB BTA positif. Demikian juga pelibatan mereka sebagai pengawas minum obat bagi penderita yang ditemukan, telah berhasil meningkatkan angka konversi dan angka kesembuhan penderita.
Di Kabupaten Wonosobo sebagai salah satu kabupaten endemis Malaria di Jawa Tengah, pelibatan masyarakat desa dalam program pengendalian penyakit Malaria hasilnya lebih menggembirakan lagi. Perekrutan dan pelatihan kader sebagai Juru Malaria Desa dan pembentukan Pos Malaria Desa, berhasil menurunkan secara signifikan kejadian Malaria indigenous (penularan setempat) dalam tiga tahun berturut-turut. Melalui prakarsa mereka sendiri, desa-desa endemis tersebut mengembangkan Peraturan Desa (Perdes) tentang Surveilans Migrasi. Perdes tersebut mengatur hak dan kewajiban warga masyarakat yang hendak pergi dan pulang dari perantauannya di daerah endemis Malaria, khususnya wilayah luar Pulau Jawa. Semua pendatang dari daerah endemis (tamu atau warga perantau yang pulang kampung) wajib diperiksa sediaan darahnya. Bagi yang positif mengidap plasmodium Malaria maka diberi pengobatan sesuai program. Pendatang yang tidak segera memeriksakan diri pada juru malaria desa dan dikemudian hari diketahui positif Malaria dikenai denda berupa kewajiban setor pasir atau semen dalam jumlah tertentu. Atas keberhasilan tersebut, tahun ini Kabupaten Wonosobo dinominasikan sebagai ‘Kabupaten Bebas Malaria’ dengan sertifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Masih banyak lagi success story pelibatan masyarakat desa dalam berbagai program kesehatan, baik dalam pengendalian penyakit menular (Kusta, Pneumonia, Diare, DBD, dll.), pengendalian penyakit tidak menular melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), ataupun peningkatan gizi masyarakat dan kesehatan ibu, anak dan lanjut usia melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Semuanya memberi pesan kepada kita betapa masyarakat desa memiliki potensi yang besar dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
Yang diperlukan selanjutnya adalah memberikan kewenangan lokal berskala desa dengan fasilitasi secukupnya untuk mendorong mereka terlibat lebih optimal lagi. Kewenangan lokal berskala desa yang diatur dalam Undang-Undang Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang telah dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh desa atau yang muncul karena perkembangan desa dan prakasa masyarakat desa. Salah satunya adalah melalui inisiasi pembentukan Pos UKM Desa (Pos Upaya Kesehatan Masyarakat Desa) sebagai UKM tingkat pertama. Pos UKM Desa merupakan unit pelayanan pemerintahan desa yang bertugas menggerakkan pembangunan kesehatan desa dengan dukungan pembiayaan dari desa dan supervisi teknis dari puskesmas. Dengan alokasi anggaran yang ‘berlimpah’ nantinya, desa didorong terlibat secara aktif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan penduduknya melalui pemberian kewenangan melaksanakan UKM tingkat pertama. Infrastruktur dan SDM kesehatan berupa poliklinik kesehatan desa (PKD) yang telah ada sebelumnya diperkuat untuk melaksanakan fungsi tersebut.
Pos UKM Desa hakekatnya adalah tatanan yang menghimpun berbagai potensi yang telah ada dan telah dijalankan sebagai prakarsa masyarakat desa dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan secara mandiri. Kewenangan tersebut telah ada dan telah dijalankan namun belum terlembagakan sehingga seringkali tidak disadari bahkan oleh warga masyarakat desa itu sendiri. Kewenangan lokal berskala desa yang diberikan kepada Pos UKM Desa antara lain mencakup kewenangan untuk peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan sanitasi dasar, pengamatan dan mitigasi bencana, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kapasitas lokal. Pos UKM Desa juga diberi kewenangan melaksanakan pengamatan (surve i lans ), pencatatan, dan juga pelaporan secara berjenjang.
Dengan adanya revitalisasi poliklinik kesehatan desa (PKD) menjadi Pos UKM Desa, maka secara ketenagaan, keberadaan bidan desa sebagai tenaga kesehatan yang telah ada di desa perlu diperkuat setidaknya dengan penambahan tenaga Perawat Kesehatan Masyarakat. Tenaga-tenaga kesehatan yang diperbantukan oleh Pemerintah Kabupaten inilah yang akan memfasilitasi kelompok-kelompok upaya kesehatan berbasis masyarakat yang ada di desa untuk melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama.
Pembiayaan Pos UKM Desa setidaknya berasal dari dua sumber. Untuk belanja modal berasal dari anggaran pendapatan dan belanja desa (APB Desa), APBD Kabupaten, dan juga dapat berasal dari hibah. Sedangkan biaya operasional di luar gaji tenaga kesehatan semaksimal mungkin berasal dari APB Desa. Melalui skenario pembiayaan ini, Pemerintah Kabupaten tidak lepas tangan begitu saja terhadap penyelenggaraan Pos UKM Desa. Disamping mendorong kemandirian Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten mengalokasikan anggaran baik untuk belanja operasional maupun belanja modal Pos UKM Desa sesuai kebutuhan dan kondisi keuangan Daerah. Sharing pembiayaan secara interaktif ini diharapkan semakin mendorong kinerja Pos UKM Desa.
Tata hubungan kerja antara Pos UKM Desa dengan puskesmas selaku penyelenggara UKM tingkat pertama kecamatan patut pula mendapatkan perhatian. Kinerja Pos UKM Desa merupakan bagian dari kinerja jaringan UKM desa se- kecamatan dengan puskesmas sebagai koordinatornya. Bisa diibaratkan keberadaan Pos UKM Desa merupakan satelit-satelit UKM tingkat pertama dalam wilayah kerja puskesmas. Untuk itu puskesmas berkewajiban melakukan pembinaan dan supervisi teknis Pos UKM Desa di wilayah kerjanya.
Pembentukan Pos UKM Desa seperti yang telah dilakukan Wonosobo tampaknya semakin memberi harapan bagaimana kualitas kesehatan masyarakat bisa ditingkatkan. Undang-Undang Desa memberi ruang dan kesempatan untuk inovasi bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Dan Wonosobo telah memanfaatkan dengan baik peluang tersebut.
Sumber : http://ift.tt/1CzSXCS