Tidak Perlu Nyinyir, Turunnya Popularitas Jokowi Adalah Hal Yang Biasa
Sumber: suaramerdeka.com, foto istimewa.
Koran Tempo (22/12/214) melaporkan bahwa popularitas Jokowi turun 2,2 persen dibandingkan saat pemilihan presiden, Juli lalu. Ini adalah hasil lembaga survei Cyrus Network. Salah satu penyebabnya, kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, november lalu. Hasil survey menunjukkan bahwa 57 persen responden menolak kenaikan harga BBM, namun 70 persen responden masih mendukung pemerintahan Jokowi-JK mensejahterakan rakyat.
Turunnya popularitas, sebenarnya sudah diprediksi oleh Jokowi sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi. Presiden Joko Widodo mengatakan tidak takut kehilangan popularitasnya, karena tindakan tersebut merupakan sebuah risiko yang harus ditanggungnya sebagai seorang pemimpin. Hal tersebut diungkapkan Jokowi, sapaan akrabnya, saat bertatap muka dengan 260 warga Indonesia di Australia, ketika berkunjung ke Universitas Teknologi Queensland (QUT) Jumat malam (15/11) waktu setempat. Jokowi bahkan bercanda, tidak cemas popularitasnya turun, karena hal tersebut tidak akan berlangsung lama. Simak harga BBM naik Jokowi tak takut kehilangan popularitas http://ift.tt/1ztCdfo
Ssbenarnya turun naik popularitas seorang Presiden adalah hal biasa. Pada saat mengambil kebijakan yang kurang populer, maka elektabilitasnya akan turun, begitu juga sebaliknya. Hal ini pernah dialami juga oleh SBY sewaktu menaikkan harga BBM. Begitu juga popularitas Presiden AS Obama langsung merosot begitu mengumumkan kenaikan pajak misalnya.
Karena itu para Menteri pemerintahan Jokowi-JK tentunya dituntut untuk bekerja keras dalam upaya mewujudkan program-programnya yang dapat mensejahterakan rakyat. Sebagian besar rakyat, sekitar 70 persen, masih percaya bahwa pemerintahan ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Semoga (tulisan lain, simak ibnupurna.id).
Sumber : http://ift.tt/1ztCdfp
Koran Tempo (22/12/214) melaporkan bahwa popularitas Jokowi turun 2,2 persen dibandingkan saat pemilihan presiden, Juli lalu. Ini adalah hasil lembaga survei Cyrus Network. Salah satu penyebabnya, kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, november lalu. Hasil survey menunjukkan bahwa 57 persen responden menolak kenaikan harga BBM, namun 70 persen responden masih mendukung pemerintahan Jokowi-JK mensejahterakan rakyat.
Turunnya popularitas, sebenarnya sudah diprediksi oleh Jokowi sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi. Presiden Joko Widodo mengatakan tidak takut kehilangan popularitasnya, karena tindakan tersebut merupakan sebuah risiko yang harus ditanggungnya sebagai seorang pemimpin. Hal tersebut diungkapkan Jokowi, sapaan akrabnya, saat bertatap muka dengan 260 warga Indonesia di Australia, ketika berkunjung ke Universitas Teknologi Queensland (QUT) Jumat malam (15/11) waktu setempat. Jokowi bahkan bercanda, tidak cemas popularitasnya turun, karena hal tersebut tidak akan berlangsung lama. Simak harga BBM naik Jokowi tak takut kehilangan popularitas http://ift.tt/1ztCdfo
Ssbenarnya turun naik popularitas seorang Presiden adalah hal biasa. Pada saat mengambil kebijakan yang kurang populer, maka elektabilitasnya akan turun, begitu juga sebaliknya. Hal ini pernah dialami juga oleh SBY sewaktu menaikkan harga BBM. Begitu juga popularitas Presiden AS Obama langsung merosot begitu mengumumkan kenaikan pajak misalnya.
Karena itu para Menteri pemerintahan Jokowi-JK tentunya dituntut untuk bekerja keras dalam upaya mewujudkan program-programnya yang dapat mensejahterakan rakyat. Sebagian besar rakyat, sekitar 70 persen, masih percaya bahwa pemerintahan ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Semoga (tulisan lain, simak ibnupurna.id).
Sumber : http://ift.tt/1ztCdfp