Suap APBD dan Krisis Kepercayaan Publik
KONSPIRASI Anggaran berujung petaka, krisis kepercayaan publik pada pejabat dan legislative yang ada dalam imej sebagian publik pasca peristiwa penangkapan dan penahanan pelaku suap APBD Kabupaten Kapuas 2015. Catatan Kelam telah ditorehkan sejumlah anggota legislative Kapuas, Kalimantan Tengah, Dari yang diharapkan semestinya para wakil rakyat terhormat tersebut jeli meneropong kesulitan yang dihadapi terkait hidup rakyat, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, malah diduga tersandung kasus suap bahkan diperparah juga ada yang diduga sebagai pengkonsomsi barang haram narkoba. Seakan fenomena degradasi moralitas. Ini adalah perbuatan ‘menghianati’ sekaligus melukai hati rakyat. Peristiwa yang mengejutkan sekaligus juga memalukan, Pimpinan dan sejumlah anggota DPRD Kapuas serta oknum pejabat sebuah Dinas ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditpidkor) Polda Kalimantan Tengah, mereka diduga menerima suap terkait ‘pemulusan’ APBD Kabupaten Kapuas 2015, kejadian beberapa waktu lalu sontak membuat keterkejutan publik aparat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dikediaman salah satu wakil ketua DPRD di Jalan Tambun Bungai peristiwa kelabu yang terjadi pada Selasa 25/11/2014, menjadi buah bibir masyarakat dari berbagai kalangan dan sudut pandang yang bervariasi. Dugaan suap para wakil rakyat senilai Rp. 2,3 milyar sebagai pelicin meng-Gol kan APBD 2015, rencananya untuk dibagi, rinciannya unsur pimpinan Rp. 100 juta, ketua fraksi Rp. 65 juta dan anggota masing-masing Rp. 50 juta. Hingga kini Kasus ini juga terus berkembang dan ‘menyeret’ sejumlah nama pejabat Pemda Kapuas bahkan berdasarkan penyidikan yang terus dikembangkan Aparat tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka yang terlibat akan masih bertambah. Apresiasi sepatutnya diberikan Kepada pihak Kepolisian dalam hal ini Ditreskrimsus Tipikor Polda Kalteng yang berhasil mengungkap kasus tersebut kita juga percayakan dan hormati proses hukum yang sedang berjalan hingga episode akhirnya dengan tetap menjunjung dan mengedepankan asas praduga tak bersalah, tidak menjustice dan mendiskreditkan mereka yang tersandung sebelum ada putusan hukum tetap, melihat peristiwa tersebut dengan kacamata obyektivitas berdasarkan fakta yang berkembang.
Sebenarnya sudah banyak contoh yang dapat dijadikan pelajaran setidaknya peringatan, Perilaku korup oknum wakil rakyat. Nyaris tanpa jeda, masyarakat “disuguhi” berita perilaku korupsi para wakilnya, baik di media cetak, media elektronik atau berita di jejaring sosial lainnya. Menurut Bambang Widjojanto , Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga April 2014, sudah 74 anggota DPR terlibat kasus korupsi yang ditangani oleh KPK (Koran Tempo , 15/4). Menurut Staf Ahli Mendagri Reydonnyzar Moenek, sejak tahun 2004, hampir 3.000 anggota DPRD provinsi serta kota/kabupaten di seluruh Indonesia terjerat hukum (Republika, 28 Februari 2013),
Sudah sepatutnya praktik korupsi yang “ketahuan” oleh penegak hukum, sehingga harus diproses secara hukum secara tuntas. Praktik korupsi di parlemen bukan hanya disebut sebagai oknum, tapi seperti sudah sistemik yang melibatkan beberapa anggotanya, dan terlihat menjadi bagian dari sebuah desain .
Apa yang telah terjadi di Kabupaten Kapuas adalah sebuah peringatan sekaligus pelajaran besar bagi banyak pihak, manakala sebuah konspirasi anggaran yang berujung petaka. Bagi masyarakat akan berdampak dan berimbas buramnya persepsi publik pada legislative Kapuas, akan muncul krisis kepercayaan.
Tidak mudah untuk membangun kembali imej dan kepercayaan publik, Dibutuhkan moral dan hati nurani oleh para wakil rakyat itu untuk berbuat dengan sebenarnya menjalankan hak dan kewajiban tugas fungsinya sebagai legislatif. Sesuai kode etik, setiap anggota dewan diwajibkan menjaga kehormatan dari hal-hal yang tercela seperti korupsi, skandal, dan narkoba. Paradigma anggota DPRD Kapuas yang masih tersisa dan yang akan menggantikan legislator yang tersandung masalah jika terbukti nantinya harus mengevaluasi diri, meningkatkan kualitas person dan kelembagaan untuk lebih progresif, agar lembaga wakil rakyat tersebut beserta penghuninya bisa dipandang sebagai lembaga yang berwibawa. Daerah ini hanya akan bisa maju ditangan para pejabat dan politikus yang moralitasnya terjaga dan intelelektualitas yang mempuni.- “wallahu a’lam bishawab “
Sumber : http://birokrasi.kompasiana.com/2014/12/28/suap-apbd-dan-krisis-kepercayaan-publik-693956.html
Sebenarnya sudah banyak contoh yang dapat dijadikan pelajaran setidaknya peringatan, Perilaku korup oknum wakil rakyat. Nyaris tanpa jeda, masyarakat “disuguhi” berita perilaku korupsi para wakilnya, baik di media cetak, media elektronik atau berita di jejaring sosial lainnya. Menurut Bambang Widjojanto , Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga April 2014, sudah 74 anggota DPR terlibat kasus korupsi yang ditangani oleh KPK (Koran Tempo , 15/4). Menurut Staf Ahli Mendagri Reydonnyzar Moenek, sejak tahun 2004, hampir 3.000 anggota DPRD provinsi serta kota/kabupaten di seluruh Indonesia terjerat hukum (Republika, 28 Februari 2013),
Sudah sepatutnya praktik korupsi yang “ketahuan” oleh penegak hukum, sehingga harus diproses secara hukum secara tuntas. Praktik korupsi di parlemen bukan hanya disebut sebagai oknum, tapi seperti sudah sistemik yang melibatkan beberapa anggotanya, dan terlihat menjadi bagian dari sebuah desain .
Apa yang telah terjadi di Kabupaten Kapuas adalah sebuah peringatan sekaligus pelajaran besar bagi banyak pihak, manakala sebuah konspirasi anggaran yang berujung petaka. Bagi masyarakat akan berdampak dan berimbas buramnya persepsi publik pada legislative Kapuas, akan muncul krisis kepercayaan.
Tidak mudah untuk membangun kembali imej dan kepercayaan publik, Dibutuhkan moral dan hati nurani oleh para wakil rakyat itu untuk berbuat dengan sebenarnya menjalankan hak dan kewajiban tugas fungsinya sebagai legislatif. Sesuai kode etik, setiap anggota dewan diwajibkan menjaga kehormatan dari hal-hal yang tercela seperti korupsi, skandal, dan narkoba. Paradigma anggota DPRD Kapuas yang masih tersisa dan yang akan menggantikan legislator yang tersandung masalah jika terbukti nantinya harus mengevaluasi diri, meningkatkan kualitas person dan kelembagaan untuk lebih progresif, agar lembaga wakil rakyat tersebut beserta penghuninya bisa dipandang sebagai lembaga yang berwibawa. Daerah ini hanya akan bisa maju ditangan para pejabat dan politikus yang moralitasnya terjaga dan intelelektualitas yang mempuni.- “wallahu a’lam bishawab “
Sumber : http://birokrasi.kompasiana.com/2014/12/28/suap-apbd-dan-krisis-kepercayaan-publik-693956.html