Suara Warga

Pro dan Kontra RUU Tenaga Kesehatan

Artikel terkait : Pro dan Kontra RUU Tenaga Kesehatan

Pemerintah dan DPR akan segera mengesahkan Undang Undang Tenaga Kesehatan. Hari ini (9/9/2014) Komisi IX DPR-RI bersama pemerintah sedang membahas RUU Nakes. Pembahasan tersebut mendekati pembahasan final dan rencana akan disahkan DPR RI tanggal 11/9/2011.

UU Nakes menjadi harapan bagi tenaga kesehatan seperti Perawat dan Bidan yang selama ini merasa hak-hak profesinya belum diakui oleh negara. Diharapkan dengan Undang Undang tersebut hak-hak profesi seperti kesejahteraan bagi tenaga kesehatan semakin baik. Perlindungan hukum bagi Profesi Kesehatan yang selama ini terabaikan juga semakin jelas. Bagi masyarakat, UU Nakes akan berdampak pada semakin baiknya mutu pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, karena masyarakat dilayani oleh tenaga kesehatan yang berkualitas dan kompetensinya dijamin oleh negara.

Meskipun demikian pro dan kontra terhadap kebijakan baru biasa terjadi. Konsil Kedokteran Indonesia dan seluruh stakeholders (PB IDI/PBPDGI) secara tegas menolak RUU Tenaga Kesehatan. Sikap penolakan tersebut disampaikan langsung melalui surat Nomor : HM.01/03/KKI/IX/4865/2014 yang ditujukan langsung kepada Ketua Komisi IX DPR RI tembusan kepada Presiden, Ketua DPR RI, Menkes, dan Menkumham.

Dalam rapat koordinasi di gedung KKI hari ini (9/9/2014) yang dihadiri para tokoh dan pakar di bidang kedokteran seperti Mantan Menkes Prof. Dr. dr. Farid Afansa Moeloek, Sp.OG, Prof.Dr.dr. Syamsu Hidayat, Sp.B, Ketua PB IDI Dr. dr. Zainal Abidin, SH, M.Hum, Setjen dan pengurus PBPDGI, Anggota KKI periode 2 dan 3, Prof. SAM Kemenkes Prof. Dr.dr. Budi Sampurna, Sp.F. KKI dan seluruh stakeholders (PB IDI/PB PDGI) secara tegas menolak RUU Nakes.

Peran Organisasi profesi (PB IDI/PB PDGI) akan diambil dan dikendalikan langsung oleh pemerintah. Organisasi Profesi yang selama ini berada diluar pemerintah akan semakin lemah dan semakin mandul jika dikendalikan oleh pemerintah. PB IDI dan PB PDGI yang selama ini menjadi kekuatan penyeimbang (check and balances) terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan tidak berlaku lagi. Jika RUU Nakes dipaksakan segera disahkan “Ini sebagai kudeta konstitusional” demikian disampaikan Zainal Abidin Ketua PB PDGI.

Sementara itu Farid A. Moeloek mengatakan bahwa RUU Nakes bisa disahkan, tetapi jangan sampai mengkerdilkan peran KKI bahkan secara tegas menyatakan penghapusan beberapa pasal dalam RUU Nakes yang konflik dengan UU Praktik Kedokteran. Beberapa pasal RUU Nakes secara eksplisit menghapus pasal-pasal dalam UU Praktik Kedokteran yang selama ini mejadi tugas domain dari Konsil Kedokteran Indonesia seperti kewenangan di bidang pendidikan kedokteran dan pembinaan praktik kedokteran demikian disampaikan Waka I KKI Dr.drg. Laksmi Dwiati, MHA,MM.

Dengan UU Nakes nantinya akan terbentuk Konsil Kesehatan, dimana di dalamnya terdiri dari Konsil Kedokteran dan Kedokteran Gigi, Konsil Keperawatan, Konsil Kebidanan, dan konsil-konsil profesi kesehatan lainnya. Hal tersebut memang menjadi hak konstitusi profesi. Berdirinya Konsil profesi kesehatan akan berdampak pada pembiayaan yang membebani keuangan negara. Di tengah-tengah kondisi keuangan negara yang sedang terpuruk saat ini, berdirinya lembaga baru tentu akan membebani keuangan negara juga akan menjadi persoalan ke depannya, apalagi jika lembaga-lembaga baru juga akan mendistribusikan tindakan korupsi seperti halnya dampak dari kebijakan otonomi daerah. Hal ini tentu tidak efektif dan efisien.

Di sisi lain para profesi tenaga kesehatan juga mempunyai cita-cita agar ada persamaan hak konstitusi profesi yang selama ini dianggap diabaikan. UU Nakes menjanjikan adanya perubahan bagi profesi kesehatan terutama perawat dan bidan (tanpa mengesampingkan profesi kesehatan lainnya), terutama adanya jaminan kesejahteraan sosial dan perlindungan hukum tidak hanya bagi tenaga kesehatan, tetapi juga bagi masyarakat.




Sumber : http://ift.tt/1qbm1v4

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz