Mending Korupsi atau Narkoba?
Manakah yang lebih buruk, korupsi atau narkoba?
Niat hati kepingin santai di hari sabtu sambil ngopi-ngopi, eh buka Metro TV sedang berlangsung acara Bincang Pagi dengan tajuk ‘Remisi Pengusik Rasa Keadilan’. Sudah mulai gahar rupanya Metro pada pemerintah. Tiba-tiba memang mengusik rasa sesapan hangat kopi Toraja di langit mulut.
Seperti diketahui, diberitakan bahwa Dirjen Pemasyarakatan Kemenhukham memberikan remisi hari Natal kepada 49 napi korupsi, yang terdiri dari 18 orang mengacu pada PP Nomor 28/2006, dan 31 napi mengacu pada PP Nomor 99/2012. Jika memang benar, sangat berkesan pemerintah inkonsisten, bahkan bisa dianggap tak berkomitmen dalam mengganyang dan ‘menenggelamkan’ bahaya laten korupsi. Seperti kontradiktif dengan tekad sang menteri Yasona Laoly yang tak bakal memberikan remisi untuk para koruptor. Bagaimanakah sebetulnya kesamaan pandangan dan koordinasi diantara Dirjen, Menteri, dan Presiden disini, bulatkah atau masih lonjong-lonjong?
Sebelumnya kita diberikan spotlight berita penolakan grasi untuk para gembong narkoba yang dianggap sangat merugikan negeri dan lapisan generasi penerus. Hukuman mati bahkan dianggap sangat pantas untuk mereka dan memilih pengampunan itu diberikan pada Eva Bande, yang aktif membela hak-hak petani. Patriotik, meski ada juga yang mengkritik rencana eksekusi hukuman mati semisal Taufik Basari politikus Nasdem yang notabene masih dalam satu koalisi di KIH.
Proses penghukuman bagi para koruptor dalam kronologinya semacam adu tangkas regulasi. Aturan no. Anu dibatalkan aturan no. Anu lain, PP dihadang Surat Edaran. Rakyat biasa macam sayamah, ga ngeh pasal-pasal hukumlah. Apalagi kalau latar belakangnya ternyata politis. Rakyatmah diajak urusan perpolitikan nusantara juga 5 tahun sekali. Itupun cuma sehari.
Katanya sih langkah yang bisa diambil, Surat Edaran (SE) Menkumham Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) 99/ 2012 tentang tata cara pemberian remisi, yang menyiratkan pengetatan pemberian remisi, harus dicabut. Ini seperti diskriminatif karena hanya menjerat ‘koruptor baru’ setelah pemberlakuan PP tahun 2012, tepatnya 12 November 2012. PP 99/2012 sendiri mensyaratkan setidaknya 2 hal: pertama. Narapidana kasus korupsi harus bersedia menjadi Justice Collaborator (saksi pelaku yang bekerjasama), kedua. Harus membayar pidana uang pengganti dan denda yang dijatuhkan padanya. Ada juga yang berpandangan pemerintah bisa merevisi PP no. 28/2006 tentang perubahan PP no. 32/1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
Sedangkan berdasarkan temuan ICW, rata-rata vonis kasus korupsi di semester I 2014 masih rendah: 2 Tahun 9 Bulan. Jika rerata vonis bagi terpidana korupsi hanya 2 tahun 9 bulan, pemberian remisi akan semakin memangkas lama pemidanaannya
Apapun pencak aturan hukumnya, political will pemerintahanlah yang dapat mengupayakan rasa keadilan masyarakat. Koruptor bukannya orang bodoh yang tak pandai berhitung. Tak mengkalkulasi risk and reward dari hasil curang kelihaian otaknya. Sebisa mungkin tetap untunglah. Harus ada pembeda dong antara pemerintahan sebelumnya, yang sering dicaci-maki itu, dengan pemerintahan sekarang dalam hal komitmennya memberi efek jera pada koruptor. Kalau masih terus dipertahankan ‘tradisi’ pemberian remisi ini ya maksimalkan hukumannya. Jangan sensi kalo disebut tradisi ya, bukankah tradisi itu penilaiannya relatif berdasarkan konteks fenomena dan gejala sosial, bukankah ada paradoksnya sendiri dalam realita?
Jika pelaku narkoba saja harus ditentukan ajalnya oleh hukum kita, bukankah ada strata pada apa yang dinamakan extraordinary crime itu sodara-sodara? Dari jaman orba sampai sekarang, definisi ‘bahaya laten’ itu ternyata masih berwujud Komunis-phobia (pembubaran nonton bareng film Senyap), Narkoba, dan Terorisme pada prioritas utama. Korupsi setelahnya.Sebagai pemilih Jokowi, ini mengecewakan.
Dan KMP tak perlu jugalah secara emosional mendapuk klaim sebagai satu-satunya yang berposisi sebagai check and balance pemerintah. Semua rakyat pasti menolak endemik korupsisasi ini.
Iya kan?? selamat ngopi.
***
Bacaan:
http://sp.beritasatu.com/home/icw-desak-menkumham-cabut-surat-edaran-pemberian-remisi-pro-koruptor/62373
http://www.merdeka.com/peristiwa/icw-tagih-janji-jokowi-stop-remisi-natal-buat-koruptor.html
Koran Sindo
http://ift.tt/1CVaG5i
Sumber : http://hukum.kompasiana.com/2014/12/27/mending-korupsi-atau-narkoba-693816.html