Suara Warga

Masalah ISIS, AS, Israel, memperlakukan Negara Islam dan Indonesia

Artikel terkait : Masalah ISIS, AS, Israel, memperlakukan Negara Islam dan Indonesia


Krisis dan gejolak muti dimensi di negara Islam Timur Tengah sepertinya tak ada ujung pangkalnya. Mulai dari konflik dalam negeri maupun konflik antara negara. Krisis internasional di negara-negara Arab dimulai ketika pasukan multinasional pimpinan Amerika Serikat mengintervensi Irak dengan dakwaan menyimpan senjata pemusnah masal walaupun pada akhirnya tak satupun dapat dibuktikannya. Peringatan dunia tak diindahkan sama sekali termasuk peringatan PBB diacuhkan begitu saja.


Pasukan Irak pimpinan Presiden Saddam Hussein (saat itu) dengan mudah dikalahkan tentara Koalisi Internasional pimpinan AS. Tetapi rakyat Irak dan sisa-sisa garda nasional membentuk perhimpunan dan kelompok-kelompok gerakan bawah tanah memilih perang gerilya untuk mempertahankan negerinya dari intervensi asing Amerika dan sekutunya. Dari sinilah lahir apa yang dinamakan dengan ISIS, yang lahir dari kondisi Irak yang bergejolak hebat, bersamaan pula disaat itu sedang terjadinya krisis politik di Suriah.


Pada tanggal 15 Agustus 2005, kelompok pejuang gerilyawan Irak mempersatukan diri dan membentuk Majelis Syura Mujahidin. Berawal dari Majelis Syura Mujahidin inilah akhirnya dideklarasikan Negara Islam Irak pada tanggal 13 Oktober 2006, dan mengangkat Abu Umar al-Baghdady sebagai emir atau pemimpinnya. Abu Umar kemudian meninggal dalam pertempuran, Negara Islam Irak kehilangan seorang pemimpin karismatik.


Meninggalnya Abu Umar adalah karena prakarsa Intelegen AS melaui tokoh Al-Qaidah yang diselundupkan AS yaitu Abu Bakar al-Baghdady. Hal ini dirancang AS yang sudah mempersiapkan sebagai pengganti Abu Umar, tidak jauh berbeda ketika AS merancang sekenario terhadap Osama Bin Laden. Yang semuala dia adalah seorang agen CIA. Ia diberikan pelatihan intelijen yang terbaik, persenjataan lengkap, fasilitas dan segudang uang selama bertahun-tahun.


Selanjutnya mudah diterka posisi emir digantikan oleh Abu Bakar al-Baghdady sejak 15 Mei 2010. Semula Abu Bakar al-Baghdady adalah seorang agen CIA tentara binaan Koalisi AS yang dibina khusus di Irak. Untuk menjadi sekenario besar buatan AS untuk menghancurkan negara-negara muslim melalui revolusi di sejumlah negara di Jazirah Arab, termasuk beberapa negara di Afrika Utara seperti Mesir, Tunisia, dan Libya.


Pada saat itu Suriah sebenarnya juga dilanda demonstrasi besar-besaran guna menurunkan Presiden Bashar Assad yang terkenal rezim dikatator dan korup termasuk dengan seluruh kroninya. Bashar Assad walaupun dia seorang syi’i, sebenarnya adalah boneka AS dan Israel, setelah bayi menjadi cukup dewasa dapat dijadikan manusia aduan dengan rakyatnya sendiri melalui sekenario jahat AS.


AS membiarkan Assad berlaku dikatator tak terbatas, tujuannya untuk membangkitkan kemarahan rakyat Suriah untuk reformasi. Sesuai dengan rencana AS, dari rakyat Suriah bangkit melakukan unjuk rasa dan perlawanan besar-besarn terhadap Assad. Reaksi rakyat Syria yang tertindas disambut dengan aksi militer oleh Bashar al-Assad, yang menyebabkan ribuan orang tewas. Dari sinilah lahir kelompok-kelompok perlawanan bersenjata rakyat Suriah.


Kelompok pejuang rakyat ini mendapat bantuan dari para pejuang di luar negeri yang pro demokrasi, namun banyak juga bantuan datang dari negara-negara pro AS seperti Arab Saudi dll. Sehingga disini banyak peran AS yang meminjam tangan. Oleh sebab itu tidak aneh intelegen AS justru mendorong kepada Abu Bakar al-Baghdady melalui ISIS-nya agar memberikan bantuan penuh kepada kelompok perlawanan rakyat Suriah yang tertindas, dan sekaligus mendapat gelontoran dana dari AS dan sekutunya.


Kelompok pejuang rakyat Suriah akhirnya mampu membebaskan beberapa kota termasuk wilayah perbatasan dengan Irak, sehingga menyatulah beberapa kota di Irak dan Suriah di bawah kendali Negara Islam Irak. Fakta inilah yang mengilhami pendeklarasian Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada 9 April 2013 dengan pemimpin tetap Abu Bakar Al-Baghdady.


Inilah yang dikehendaki AS dan Israel, tujuannya adalah agar tidak ada satupun negara-negara Islam di Timur Tengah yang dominan baik secara ekonomi apalagi militer. Sebenarnya sasaran awalnya khusus di Timur Tengah adalah prioritas tiga negara, dan disekenariokan meluas kepada negara-negara Islam termasuk Indonesia.


Pertama adalah Irak melalui pemimpimpin revolusi yang brilian si Sadam Husein dengan Garda republiknya yang sangat mengkhawatirkan AS dan Israel. Sebagaimana diketahui bahwa Sadaham Husein semula adalah binaan intelejen AS apalagi ketika terjadi konflik Irak dengan Iran, Sadaham Husein adalah ujung tombaknya AS dan Israel untuk dapat menhancurkan Iran.


Akan tetapi pada akhirnya malah Sadam mengalami kegagalan dan kekalahan. Hal ini yang menyebabkan kekecewaan AS. Maka agar tidak memunculkan negara Islam yang kuat dalam ekonomi dan militer maka Irak harus ditumbangkan terlebih dahulu dan Irak yang paling lemah mendapat giliran pertama. Alasan yang dibuatnya adalah Sadam Husein seorang penindas rakyat, diktator, pelannggar HAM. Selain itu Irak dianggap melanggar perjanjian Internasioanl memiliki senjata pemusnah masal.


Kedua adalah Syria yang dinilai oleh AS dan Israel terlalu kuat dengan kepemimpinannya Presiden Basyar al-Asyad yang akan menjadi ancaman serius Israel. Perlu diketahui bahwa Basyar al-Asyad adalah sekutu dan binaan AS seperti tokoh-tokoh diatas, tetapi setelah Syria kuat malah dianggap ancapan bagi eksistensi Israel dengan Zionismenya.


Dan yang ketiga adalah Iran, yang akan menjadi sasaran terakhir penghancuran negara-negara Islam di Timur Tengah. Bedanya dengan Irak dan Syria, Iran lebih jeli membaca sekenario AS dan Israel, sehingga sampai detik ini belum cukup alasan AS dan Israel untuk mengintervensi secara militer terhadap Iran. Isu yang digelontorkan yang berhubungan dengan pelanggaran perjanjian Non-Prolifirasi Nuklir (NPT), tidak pernah mempan, alias tidak pernah dapat dibuktikan.


Kita kembali ke ISIS. Hingga Maret 2014, wilayah yang dikuasai ISIS meliputi 400.000 km2 di dua negara tersebut, atau lebih luas dari beberapa negara Arab seperti Qatar, Emirat Arab, Bahrain, Yaman, dan Lebanon, atau hampir sama dengan Papua Nuginie.


ISIS mampu mengambilalih sejumlah kota penting di Irak, seperti Mosul di Tikrit. Ironisnya, tentara Irak malah tak berdaya mengamankan Mosul, mereka justru meninggalkan kota itu saat serangan ISIS dimulai. Sebelumnya, ISIS telah menyerbu Kota Fallujah dan menguasai wilayah cukup luas di tepi Aleppo di Suriah barat. Dalam bertempur, ISIS menggunakan taktik brutal yang ekstrem, terutama setelah komandan perang dipegang pemimpin Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri.


Taktik brutal yang ekstrim itulah yang menjadi kecaman dunia, termasuk negara-negara mayoriyas berpenduduk muslim seperti Indonesia. Taktik brutal inilah yang dikehendaki AS dan Israel, sepertinya terkesan Islam merupakan agama yang kejam dan sadis, akan tetapi sebenarnya bila diurut kacang sumber utama nya sudah jelas adalah AS dan Israel.


Pasukan ISIS dengan cepat menguasai kota-kota di kedua sisi perbatasan Suriah-Irak, pasukan ISIS dengan cepat mampu memindahkan senjata yang disita dari Mosul ke Suriah. Senjata-senjata, termasuk humvee, senapan, rudal, dan amunisi, jelas menambah kemampuan tempur gerilyawan ISIS. Bahkan baru-baru ini bagaimana IS dapat memiliki peasawat tempur walaupun AS mengelak bahwa pesawat tempur ISIS adalah hasil rampasan dari Suriah. Komando Pusat Militer AS, Jenderal Lloyd Austin, mengaku tidak tahu jika ada pilot-pilot Irak yang membelot ke ISIS.


Ada yang berpendapat dari kaum muslimin bahwa ISIS bermazhab Khawarij, yang akan memusuhi golongan Syiah, Ahlussunah Waljama’ah (Sunni) dari kelompok pejuang Syuriah lainnya seperti Jabhat An Nusrah, Jabhah Islamiyah, Ahrar AS Syam, dan lain-lain, tidak demikian adanya jika dilihat sumbernya ISIS tidak mempunyai mazhab, mazhabnya hanya dajal la’natullah yang akan menghancurkan Islam diseluruh dunia dengan sekenario globalnya.


Oleh sebab sudah sepantasnya ada penolakan dari ISIS ketika para ulama muslim yang dianggap dapat berlaku adil berusaha mengadakan musyawarah dengan membentuk Mahkamah syariah. Bahkan dengan tegas-tegas ISIS menganggap kaum yang berseberangan dengan dia sebagai kaum kafir.


Jika ISIS pada hakekatnya adalah muslim entah dari mana mazhabnya, pastilah jalan musyawarah akan ditempuhnya, dan tidak dengan cara terbuka menuduh kafir kepada kelompok yang lain, apalagi dengan cara membantai


Pelan tapi pasti kesadaran para ulama dan pejuang muslim rakyat Syria, Irak, dan Iran, baik dari golongan Syiah, Ahlussunah Waljama’ah (Sunni) dari kelompok pejuang Syuriah lainnya seperti Jabhat An Nusrah, Jabhah Islamiyah, Ahrar AS Syam sama-sama menyadari bahwa ISIS adalah sekenario global AS dan Israel untuk menghancurkan dunia Islam. Sehingga melawan ISIS adalah jihad fisabilillah.


Kalaupun ada ISIS yang masuk ke IndonesiaIndonesia, maka jauh-jauh hari dari Polri, TNI, BIN, dapat dipastikan mengetahui wilayah-wilayah mana yang akan dapat dijadikan sarang oleh mereka, kelompok-kelompok mana yang akan dijadikan teman perjuangan, bahkan nama-nama pewaris gerakan, dan keluarganya pasti sudah dipetakan oleh BIN serta Polri. Semuanya telah disadari oleh TNI dan Polri bahwa sisa-sisa dan semangat para pemberontak DI, TII, Permesta, Ratu adil, PKI masih tetap hidup, tidak mungkin terhapus habis, oleh sebab itu kewaspadaan tidak boleh lemah, dan jalan terus dengan semangat NKRI.






Sumber : http://politik.kompasiana.com/2014/12/27/masalah-isis-as-israel-memperlakukan-negara-islam-dan-indonesia-699107.html

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz