Suara Warga

Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) Bersatu Dalam Pentas Kethoprak

Artikel terkait : Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) Bersatu Dalam Pentas Kethoprak

Sejak Pilpres lalu, perseteruan antara KIH dan KMP seolah-olah tidak ada ujungnya. Mungkin ini yang saya amati sampai detik ini, baik di DPR RI maupun di DPRD Propinsi maupun Kab/Kota, di seluruh Indonesia.



Hal demikian juga terjadi di Yogyakarta. Pertarungan antara KIH dan KMP hampir terjadi di seluruh DPRD baik DPRD DIY, maupun DPRD Kab/Kota di DIY. Pertarungan antara KIH dan KMP rata-rata terjadi dalam penyusunan alat kelengkpan dewan (alkap).



DPRD DIY saja misalnya, rapat paripurna pembentukan dan sekaligus pengesahan alkap baru dilaksanakan pada Rabu (17/12). Coba bayangkan lamanya sejak mereka dilantik awal september yang lalu.



Namun, cerita sedikit berbeda justru terjadi pada Sabtu (20/12), bertempat di auditorium RRI, Jl. Affandi, Gejayan, KIH dan KMP bersatu dalam pementasan kethoprak lintas fraksi DPRD DIY bersama dengan seniman Yogyakarta dengan judul “Yen Mukti Mbok Aja Lali”.



Berikut sedikit saya ceritakan sinopsis pementasan kethoprak tersebut;



Cerita ini menggambarkan orang yang mendapatkan kedudukan tapi tidak memiliki ilmu, mereka cenderung akan melupakan sejarah. Dan melupakan orang-orang yang berjasa terhadapnya. Mereka hanya akan bertindak seenaknya untuk memepertahankan kekuasaanya. Begitu juga berilmu tapi tipis imannya pasti akan bertindak kurang bijak. Bahkan keluarga/ orang-orang yang sebetulnya patut dikasihani dan disayangi .



Di desa Nggambar arum tlatah Pucang Wangi hiduplah keluarga Pak Suryo yang hidupnya serba kekurangan. Tiba-tiba datang rentenir menagi hutang. Karena tidak mengangsur maka rumah pak Suryo di sita. Anak pak Suryo yang bernama Prakoso lalu berjanji akan mencari pekerjaan di kota agar hidupnya layak seperti tetangga lainnya.



Akhirnya Prakoso dianggap berjasa oleh Adipati Gonosuli dan diangkat sebagai Senopati dan diambil menantu karena Prakoso mengaku belum berkeluarga. Setelah Prakoso menjadi Senopati dan menjadi menantu adipati Gondosuli beliau melupakan keluarga dan kerabatnya.



Di sinilah perjalanan hidup Prakoso yang akhirnya diangkatkan oleh keadaan hidup yang sebenarnya. Prakoso sadar bahwa hidup itu memang harus berguna bagi keluarga, Bangsa dan Negara.



Inilah kira-kira sipnosis pementasan Kethoprak yang yang diperankan oleh anggota DPRD DIY lintas fraksi baik dari kubu KIH maupun dari kubu KMP. Berikut adalah beberapa peran yang dijalankan oleh anggota DPRD DIYdalam pementasan kethoprak tersebut; pak Suryo diperankan oleh Nuryadi (fraksi PDI Perjuangan), Sunthi diperankan oleh Hj. Rany Widayati (Fraksi Golkar), Prakoso di perankan oleh Koeswanto (fraksi PDI Perjuangan), Adipati Gondosuli diperankan oleh Arif Noor Hartanto (fraksi PAN), pimpinan Bergodo diperankan oleh Agus Sumartono (fraksi PKS), Senopati Kebo Bule diperankan oleh Muhammad Zuhrif Hudaya (fraksi PKS), Mahesa Suro diperankan oleh Chang Wendryanto (fraksi PDI Perjuangan) dan Senopati diperankan oleh Sudarto (fraksi PDI Perjuangan).



Tidak semua anggota DPRD DIY memang terlibat dalam pementasan Kethoprak tersebut. Hal dikarenakan kesibukan mereka masing-masing. Pementasan Kethoprak tersebut dibantu oleh para seniman Yogyakarta dan di sutradarai oleh Nano Asmorodono.



Kita tentu sangat berharap ke depannya, perseteruan antara KIH dan KMP tidak akan terjadi lagi. Di DIY semoga dengan hadirnya pementasan kethoprak lintas fraksi DPRD DIY, memberikan jalan baru, sebagai mana pesan dari lakon “Yen Mbok Aja Lali”, yaitu hidup dan mengabdi bagi Bangsa dan Negara, bukan hidup dan berbakti bagi diri sendiri, kelompo/golongan apalagi berbakti bagi partai atau koalisinya masing-masing. Semoga***




Sumber : http://ift.tt/1AVYb7O

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz