Hadapi ISIS, TNI-Polri Sasar Kantong Terorisme secara Preventif
Masyarakat tak perlu panik terkait video ISIS yang mengancam TNI dan Banser NU. Kemarin, enam orang pemegang paspor palsu menuju Syria ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Langkah preventif ini perlu dilakukan untuk membuat gerakan ISIS tak membesar. Maka langkah tetap standard sedang dilakukan oleh TNI dan Polri, khususnya Densus 88. Paling penting dilakukan adalah melakukan berbagai langkah strategis yang mampu meredam radikalisme dan terorisme yang dilakukan oleh orang yang itu-itu saja. Mari kita telaah peta terorisme pendukung ISIS agar bisa menjadi petunjuk yang menenangkan masyarakat dengan hati gembira ria bahagia sejahtera dan lupa log out senantiasa.
Asal radikalisme. Akar radikalisme di Indonesia dapat dipetakan menjadi tiga kelompok sesuai dengan perjalanan waktu, namun ketiganya memiliki perbedaan.
Pertama, masa revolusi. Akar radikalisme pertama adalah terkait dengan masa revolusi. Ketidakpuasan pada pemerintahan Soekarno terkait strategi menghadapi Belanda pada masa revolusi melahirkan perbedaan dengan segenap pemberontakan seperti Permesta yang dilakukan oleh Soemitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo. Selain Permesta, ada juga PRRI di Sumatera. Pemberontakan lain yang hot pada masa itu adalah Republik Maluku Selatan alias RMS dengan pentolannya Dr.Chris Soumokil.
(Dalam konteks kekinian menghadapi ISIS, akar pemberontakan ini masih meliputi dan memengaruhi sedikit dalam otak para anak cucu pentolan pemberontak. Pemetaan dan litsus secara informal akan mampu mengenali sikap dan perilaku para pemimpin dan pejabat di daerah-daerah tersebut dalam kerangka korupsi dan penggelapan dan kriminal.)
Kedua, masa perseteruan ideologi Pancasila versus Islam dan Komunis. Kelompok Islam melakukan pemberontakan dengan pentolan DI /TII yakni Darul Islam Tentara Islam Indonesia dengan pentolan pemberontak Karto Soewirjo. Pemberontakan ini mendapatkan momentumnya di tengah para orang susah dan miskin yang dikibuli oleh kalangan pemberontak yang mengatasnamakan Islam. Jawa Barat adalah pusat gerakan pemberontkan DI/TII ini.
Selanjutnya pergolakan ideologi yang paling mencengangkan adalah pemberontakan semu yang diorkestrai oleh eyang saya Panglima Kostrad waktu itu yang akhirnya usai kudeta menjadi bernama Presiden Soeharto. Pembunuhan dan pembersihan yang dipimpin oleh mertua SBY bernama Sarwo Edhy Wibowo menyisakan penderitaan dengan tewasnya dan dibantainya 750,000 sampai 1,000,000 nyawa - melebihi korban pemberontakan di Syria saat ini yang menewaskan 140,000 orang atau Gaza yang hanya menewaskan tak lebih dari 5,000 orang selama perjuangan meminta tanah air dari Israel untuk membentuk negara Palestina.
Idilogi Pancasila dipermasalahkan oleh kalangan klandestin kampus usroh pada masa Orde Baru. Pemberontakan dan terorisme dilakukan oleh Komando Jihad dengan nama pentolan Imron bin Muhammad Zein yang menjadi otak pembajakan pesawat Garuda di Dong Muang Bangkok. Imoron menjadi teroris pertam yang dihukum mati.
Selain itu yang sekarang masih hidup subur adalah ideologi NII (Negara Islam Indonesia) dengan konsentrasi di Jawa Barat. Kelompok ini sampai saat ini bertiatap namun menyusup ke dalam semua lingkungan dan sedikit sulit untuk dideteksi. Bahkan keterlibatan yang sudah jelas pun seperti kasus di Pondok Pesantren di Indramayu pun tidak diusut karena kekurangan bukti kemakaran mereka.
Akar pengikut Komando Jihad pimpinan Imron ini berkembang dengan masuk ke sejumlah pesantren seperti pesantren Ngruki. Pada masa konflik Uni Soviet vs Amerika Serikat di Afghanistan, Amerika Serikat dengan kecerdasannya memobilisasi orang Islam untuk berjihad di Afghanistan. Maka ratusan pemuda Indonesia dengan dikibuli oleh indoktrinasi dan kampanye palsu dengan nama jihad, tewas di Afghanistan. Perang Afghanistan usai dengan penarikan pasukan Uni Soviet - dengan bubarrnya Soviet - dari Afghanistan. Maka para orang yang kecewa karena dikibuli oleh Amerika Serikat berbalik memusuhi AS dan menjadikan AS dan Barat serta pemerintah RI sebagai musuh para bekas mujahidin yang kehilangan pekerjaan itu.
Tak pelak dari muncul Muchlas, Imam Samudera, Gufron, Abu Bakar Ba’asyir, Hambali, sebagai eks pejuang Afghanistan yang membreeding terorisme di Indonesia. Total 571 orang tercatat menjadi kaki tangan Al Qaeda di Indonesia dengan berpayung kepada Jamaah Islamiyah pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Sistem sel organisasi teroris yang dibangun dengan sinerginya unsur anti pemerintah RI, anak keturunan pemberontak yang mendendam, radikalisasi gerakan pasca reformasi 1998, keterlibatan teroris antar negara seperti Dr Azhahari dan Dr Noordin Muhammad Top telah menumbuhkan akar-akar terorisme yang menyebar ke berbagai daerah.
Berdasarkan peta ideologi, riwayat pemberontakan, peta gerakan mutakhir gerakan terorisme, maka kantong terorisme dengan mudah dapat dikelompokkan ke dalam 20 kantong dan jaringan (1) kantong Ciputat yang terkontaminasi dengan ajaran kampus, (2) kantong Cianjur dan Sukabumi, (3) kantong Priok sebagai anak dari kantong Solo, (4) kantong Solo, (5) kantong Cirebon, (6) kantong Magelang, (7) kantong Poso, (8) kantong Aceh, (9) kantong Temanggung, (10) kantong Purwokerto, (11) kantong Yogyakarta, (12) kantong Lampung, (13) kantong Lamongan, (14) kantong Surabaya, (15) kantong Medan, (16) kantong Palembang, kantong Bima, (17) kantong Wonosobo, (18) kantong Pekalongan-Batang, (19) kantong Banyuwangi-Pasuruan, (20) dan kantong Klaten.
Para kelompok radikal dan teroris it tentu bergerak ke berbagai daerah, dengan berbagai macam cara menyembunyikan diri, namun gerakan mereka dengan mudah terpantau secara gamblang karena peta mereka sudah dikuasai. Pengenalan teroris di Indonesia semudah yang dilakukan oleh Inggris atau Spanyol dan Prancis dalam memetakan orang-orang yang rentan dan berpotensi menjadi teroris.
(Dalam konteks kekinian litsus lebih dalam dapat dilakukan untuk menelisik rekam jejak dan ideologi para pimpinan atau calon pimpinan daerah yang berafiliasi dan membahayakan keutuhan negara. Banyak tokoh daerah menjadi koruptor seperti Jefferson Rumajar Walikota Tomohon yang terilhami oleh keyakinan seperti para pemberontak masa lalu. Para koruptor yang nekad memiliki kedekatan ideologi antara butir pertama atau butir kedua. Catatan terkait Akil Mochtar yang menjadi simpatisan para koruptor lain yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dana perjuangan patut ditelisik. Para pemimpin partai yang korup seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Suryadharma Ali pun patut diperhatikan rekam jejaknya karena sangat merugikan negara dan patut dihukum mati.)
Nah, akar ideologi seperti HTI, gerakan pemberontak, simpatisan mujahidin Afghanistan, anggota Jamaah Islamiyah dan NII menemukan momentum dengan kehadiran ISIS. Kondisi kedatangan ISIS ini benar-benar fenomenal dan mendapatkan dukungan dari kalangan fundamentalisme dan radikalisme dan kelompok teroris.
Maka, Densus 88, TNI dan Polri secara keseluruhan telah dengan gampang mendeteksi gerakan setiap orang yang terlibat dengan ISIS. Tak mengherankan Densus 88 - dengan bantuan intelejen Imigrasi - dengan mudah menangkap 6 orang anggota ISIS berdasarkan gerakan dan peta yang sudah jelas - meskipun menggunakan paspor palsu.
Jadi, secara keseluruhan langkah preventif menghentikan ISIS di Indonesia, Densus 88, TNI, dan intelejen berbagai kesatuan dan lembaga dan tentu BIN, adalah menyasar kantong-kantong akar terorisme dan mengembangkan antisipasi teori konspirasi yang melibatkan unsur anti pemerintahan. Jadi jangan kuatir masyarakat dan tak usah terlalu khawatir.
Salam bahagia ala saya.
Sumber : http://ift.tt/1EsVeBG
Asal radikalisme. Akar radikalisme di Indonesia dapat dipetakan menjadi tiga kelompok sesuai dengan perjalanan waktu, namun ketiganya memiliki perbedaan.
Pertama, masa revolusi. Akar radikalisme pertama adalah terkait dengan masa revolusi. Ketidakpuasan pada pemerintahan Soekarno terkait strategi menghadapi Belanda pada masa revolusi melahirkan perbedaan dengan segenap pemberontakan seperti Permesta yang dilakukan oleh Soemitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo. Selain Permesta, ada juga PRRI di Sumatera. Pemberontakan lain yang hot pada masa itu adalah Republik Maluku Selatan alias RMS dengan pentolannya Dr.Chris Soumokil.
(Dalam konteks kekinian menghadapi ISIS, akar pemberontakan ini masih meliputi dan memengaruhi sedikit dalam otak para anak cucu pentolan pemberontak. Pemetaan dan litsus secara informal akan mampu mengenali sikap dan perilaku para pemimpin dan pejabat di daerah-daerah tersebut dalam kerangka korupsi dan penggelapan dan kriminal.)
Kedua, masa perseteruan ideologi Pancasila versus Islam dan Komunis. Kelompok Islam melakukan pemberontakan dengan pentolan DI /TII yakni Darul Islam Tentara Islam Indonesia dengan pentolan pemberontak Karto Soewirjo. Pemberontakan ini mendapatkan momentumnya di tengah para orang susah dan miskin yang dikibuli oleh kalangan pemberontak yang mengatasnamakan Islam. Jawa Barat adalah pusat gerakan pemberontkan DI/TII ini.
Selanjutnya pergolakan ideologi yang paling mencengangkan adalah pemberontakan semu yang diorkestrai oleh eyang saya Panglima Kostrad waktu itu yang akhirnya usai kudeta menjadi bernama Presiden Soeharto. Pembunuhan dan pembersihan yang dipimpin oleh mertua SBY bernama Sarwo Edhy Wibowo menyisakan penderitaan dengan tewasnya dan dibantainya 750,000 sampai 1,000,000 nyawa - melebihi korban pemberontakan di Syria saat ini yang menewaskan 140,000 orang atau Gaza yang hanya menewaskan tak lebih dari 5,000 orang selama perjuangan meminta tanah air dari Israel untuk membentuk negara Palestina.
Idilogi Pancasila dipermasalahkan oleh kalangan klandestin kampus usroh pada masa Orde Baru. Pemberontakan dan terorisme dilakukan oleh Komando Jihad dengan nama pentolan Imron bin Muhammad Zein yang menjadi otak pembajakan pesawat Garuda di Dong Muang Bangkok. Imoron menjadi teroris pertam yang dihukum mati.
Selain itu yang sekarang masih hidup subur adalah ideologi NII (Negara Islam Indonesia) dengan konsentrasi di Jawa Barat. Kelompok ini sampai saat ini bertiatap namun menyusup ke dalam semua lingkungan dan sedikit sulit untuk dideteksi. Bahkan keterlibatan yang sudah jelas pun seperti kasus di Pondok Pesantren di Indramayu pun tidak diusut karena kekurangan bukti kemakaran mereka.
Akar pengikut Komando Jihad pimpinan Imron ini berkembang dengan masuk ke sejumlah pesantren seperti pesantren Ngruki. Pada masa konflik Uni Soviet vs Amerika Serikat di Afghanistan, Amerika Serikat dengan kecerdasannya memobilisasi orang Islam untuk berjihad di Afghanistan. Maka ratusan pemuda Indonesia dengan dikibuli oleh indoktrinasi dan kampanye palsu dengan nama jihad, tewas di Afghanistan. Perang Afghanistan usai dengan penarikan pasukan Uni Soviet - dengan bubarrnya Soviet - dari Afghanistan. Maka para orang yang kecewa karena dikibuli oleh Amerika Serikat berbalik memusuhi AS dan menjadikan AS dan Barat serta pemerintah RI sebagai musuh para bekas mujahidin yang kehilangan pekerjaan itu.
Tak pelak dari muncul Muchlas, Imam Samudera, Gufron, Abu Bakar Ba’asyir, Hambali, sebagai eks pejuang Afghanistan yang membreeding terorisme di Indonesia. Total 571 orang tercatat menjadi kaki tangan Al Qaeda di Indonesia dengan berpayung kepada Jamaah Islamiyah pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Sistem sel organisasi teroris yang dibangun dengan sinerginya unsur anti pemerintah RI, anak keturunan pemberontak yang mendendam, radikalisasi gerakan pasca reformasi 1998, keterlibatan teroris antar negara seperti Dr Azhahari dan Dr Noordin Muhammad Top telah menumbuhkan akar-akar terorisme yang menyebar ke berbagai daerah.
Berdasarkan peta ideologi, riwayat pemberontakan, peta gerakan mutakhir gerakan terorisme, maka kantong terorisme dengan mudah dapat dikelompokkan ke dalam 20 kantong dan jaringan (1) kantong Ciputat yang terkontaminasi dengan ajaran kampus, (2) kantong Cianjur dan Sukabumi, (3) kantong Priok sebagai anak dari kantong Solo, (4) kantong Solo, (5) kantong Cirebon, (6) kantong Magelang, (7) kantong Poso, (8) kantong Aceh, (9) kantong Temanggung, (10) kantong Purwokerto, (11) kantong Yogyakarta, (12) kantong Lampung, (13) kantong Lamongan, (14) kantong Surabaya, (15) kantong Medan, (16) kantong Palembang, kantong Bima, (17) kantong Wonosobo, (18) kantong Pekalongan-Batang, (19) kantong Banyuwangi-Pasuruan, (20) dan kantong Klaten.
Para kelompok radikal dan teroris it tentu bergerak ke berbagai daerah, dengan berbagai macam cara menyembunyikan diri, namun gerakan mereka dengan mudah terpantau secara gamblang karena peta mereka sudah dikuasai. Pengenalan teroris di Indonesia semudah yang dilakukan oleh Inggris atau Spanyol dan Prancis dalam memetakan orang-orang yang rentan dan berpotensi menjadi teroris.
(Dalam konteks kekinian litsus lebih dalam dapat dilakukan untuk menelisik rekam jejak dan ideologi para pimpinan atau calon pimpinan daerah yang berafiliasi dan membahayakan keutuhan negara. Banyak tokoh daerah menjadi koruptor seperti Jefferson Rumajar Walikota Tomohon yang terilhami oleh keyakinan seperti para pemberontak masa lalu. Para koruptor yang nekad memiliki kedekatan ideologi antara butir pertama atau butir kedua. Catatan terkait Akil Mochtar yang menjadi simpatisan para koruptor lain yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dana perjuangan patut ditelisik. Para pemimpin partai yang korup seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Suryadharma Ali pun patut diperhatikan rekam jejaknya karena sangat merugikan negara dan patut dihukum mati.)
Nah, akar ideologi seperti HTI, gerakan pemberontak, simpatisan mujahidin Afghanistan, anggota Jamaah Islamiyah dan NII menemukan momentum dengan kehadiran ISIS. Kondisi kedatangan ISIS ini benar-benar fenomenal dan mendapatkan dukungan dari kalangan fundamentalisme dan radikalisme dan kelompok teroris.
Maka, Densus 88, TNI dan Polri secara keseluruhan telah dengan gampang mendeteksi gerakan setiap orang yang terlibat dengan ISIS. Tak mengherankan Densus 88 - dengan bantuan intelejen Imigrasi - dengan mudah menangkap 6 orang anggota ISIS berdasarkan gerakan dan peta yang sudah jelas - meskipun menggunakan paspor palsu.
Jadi, secara keseluruhan langkah preventif menghentikan ISIS di Indonesia, Densus 88, TNI, dan intelejen berbagai kesatuan dan lembaga dan tentu BIN, adalah menyasar kantong-kantong akar terorisme dan mengembangkan antisipasi teori konspirasi yang melibatkan unsur anti pemerintahan. Jadi jangan kuatir masyarakat dan tak usah terlalu khawatir.
Salam bahagia ala saya.
Sumber : http://ift.tt/1EsVeBG