Dukung FPI dan PKS tentang Natal, Islam, Ahmadiyah dan Syiah
Heboh. Dua pentolan FPI dan PKS mengucapkan Salam Natal. Sungguh fenomenal. FPI dan PKS yang ini kini telah berubah. FPI dan PKS mengucapkan salam natal. Sikap politik dan agama dan agama dan politik telah berubah pasca kegagalan FPI dan PKS dalam melihat kenyataan kekalahan Prabowo. Bagaimana realitas politik pasca lumernya Gubernur Tandingan yang tak ada beritanya itu dan kekalahan-demi kekalahan yang tak berkait itu memengaruhi sikap FPI dan PKS terkait Islam, Ahmadiyah dan Syi’ah yang patut didukung? Mari kita telaah sikap PKS dan FPI terkait Islam, Ahmadiyah, dan Syia’s yang patut didukung dengan hati gembira ria bahagia sejahtera senang sentosa lupa log-out pula.
Para pentolan FPI dan PKS rupanya memiliki haluan yang berbeda antara ‘kalangan ningrat’ dan ‘kalangan urunan’. Antara kalangan yang muda dan kalangan yang tua. FPI dan PKS model begini ini menjadi panutan bagi kalangan Islam selain kelompok FPI dan PKS secara eksklusif. Kegagalan melihat Ahok terjungkal dari kursi Gubernur DKI Jakarta dan kegagalan aliansi koruptor Muhammad Taufik dan H Lulung menjadi pelajaran berharga bagi FPI dan PKS. PKS dan FPI pun gagal mendukung Gerindra menaikkan Muhammad Taufik menjadi Wakil Gubernur DKI.
Di tengah kegagalan itu, tertiup angin sejuk yang mengubah PKS dan FPI menjadi organisasi yang jauh dari sangar, jauh dari menakutkan, jauh dari aksi kekerasan fisik, bahkan jauh dari aksi arogan yang tidak islami sama sekali. Gambaran itu sirna. Bahkan jubah kombrong yang hanya cocok di negeri panas 38 derajat dan gurun pasir di Nigeria sana yang sering dipakai oleh Abu Bakr al Baghdadi alias Khalifah Ibrahim pentolan ISIS alias Negara Islam di Syiria dan Irak, telah ditanggalkan dengan mengenakan batik Pekalongan atau Madura yang lebih Indonesia. Bagi FPI dan PKS, agama dan budaya selalu beriringan dan berjalan bersama-sama.
FPI dan PKS yang ini sejak lama menganut Islam ahlussunnah wal jamaah yang berdasarkan Al Qur’an dan Assunnah. Maka keyakinan ideologi mereka identik dengan Muhammadiyah dan NU. Muhammadiyah dan NU sebagai organisasi besar menjadi pilar kebangsaan Indonesia. Tanpa kehadiran Muhammadiyah dan NU dalam mendidik dan memahami Islam sebagai rahmatan lil alamin, maka dipastikan Indonesia sudah porak-poranda seperti Pakistan, Arab Saudi, Yaman, Afghanistan, Gaza, India dan Nigeria. Maka FPI dan PKS model ini memiliki paham lebih luas dan hebat. Islam sebagai rahmatan lil alamin - rahmat bagi seluruh sekalian alam diyakini sebagai pilar ajaran Islam.
Kehidupan Islam di Madinah menjadi pokok ajaran toleransi, ajaran hidup bersama antar umat beragama. Indonesia sebagai negara Islam moderat harus berterima kasih karena ajaran Islam ala Muhammad SAW yang lebih dominan di Indonesia. Kehidupan bernegara Muhammad SAW di Madinah yang hidup secara damai dengan kalangan Yahudi, Kristen, Majusi, Ahmadiyah, Sunni, dan Syiah (Sunni dan Syiah tidak disebut dalam Al Qur’an, yang disebut cuma Islam doang) dan mayoritas Islam menjadi contoh Islam rahmatan lil alamin.
Seperti Muhammadiyah dan NU yang menjaga perayaan misa dan ibadah natal di Indonesia, FPI dan PKS pun menyadari bahwa pada saat Muhammad SAW hidup, gereja, sinagog dan kuil dibangun di sisi sebelah timur sekitar 3 km dari Masjid Nabawi alias Masjid Nabi di Madinah. Sepeninggal Muhammad SAW - tepatnya setelah kekuasaan Mua’wiyah - gereja, sinagog dan kuil dirobohkan.
Pada kemudiannya, di atas situs kuno Mount Temple alias Kuil Sulaiman atau Solomon Temple pun didirikan the Dome of Rock alias Masjidil Aqso - tempat yang pada saat Muhammad SAW Isra’ dan Mi’raj masih berupa Kuil Sulaiman karena Islam belum menaklukkan wilayah itu; Kuil Solomon masih berdiri megah menjadi tempat beribadah orang Yahudi. Di sinilah titik toleransi Muhammad SAW yang memanfaatkan simbol agama Allah (Yahudi, Kristen dan Islam memiliki akar Tuhan yang sama dari ajaran Ibrahim).
Kehidupan penuh damai, penuh toleransi, penuh kepercayaan dengan konsep lakum dinukum waliyaddin alias penghargaan agama masing-masing menjadi pedoman setiap orang Islam. Hukum dan keadilan Islam ditegakkan dengan penuh keadilan (bli adli), kebenaran (bil haq), dan baik (bil hikmah). Pendirian rumah ibadah seperti sinagog, gereja, dan kuil pun diizinkan oleh Muhammad SAW. FPI dan PKS tidak seperti Walikota Bogor berjenggot bernama Aria Bima yang menutup gereja Yasmin yang berlawanan dengan konsep hukum negara dan agama yang mengajarkan toleransi dan koeksistensi. FPI dan PKS mendukung sepenuhnya pendiriaan gereja dan kehidupan bermasyarakat berdasarkan Pancasila.
Menurut FPI dan PKS maka Syiah dan Sunni keduanya adalah agama yang disebut dalam Al Qur’an. Tak ada satu pun ayat di dalam Al Qur’an yang menyalahkan ajaran Syi’ah dan Sunni. Artinya keduanya merupakan agama Islam yang diridhoi Allah. FPI dan PKS pun mengajarkan agama jangan hanya urusan firqoh yang dibesar-besarkan. FPI dan PKS mendukung Ahmadiyah sebagai agama dan keyakinan yang harus disejajarkan dengan Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, Konghucu dan Yahudi. Konsep pandangan tentang koeksistensi dan pluralisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diyakini oleh banyak pihak dengan para ustadz yang malang-melintang di Kompasiana.
Maka, melihat gelagat dua pentolan PKS dan FPI tak ada jalan lain kecuali memilih jalan mendukung PKS dan FPI. Konsep dasar Islam yang bermakna damai menjadi acuan kehidupan. Alangkah hebatnya pandangan damai dan indah FPI dan PKS dengan pentolan dua Kompasianers. Sudah saatnya mendukung PKS dan FPI. PKS yang ini adalah Pecinta Kompasiana Sejati dengan Ketua PKS Ustadz Gatot Swandito. FPI yang dimaksud adalah Front Pecinta Indonesia dengan pentolannya Ketua FPI Ustadz Gunawan. Ternyata FPI dan PKS asuhan dua ustadz Kompasianer itu wujud Islam damai yang diajarkan oleh Rasullullah SAW yang wajib didukung oleh Kompasianers lain.
Salam bahagia ala saya.
Sumber : http://ift.tt/1H0XYUY
Para pentolan FPI dan PKS rupanya memiliki haluan yang berbeda antara ‘kalangan ningrat’ dan ‘kalangan urunan’. Antara kalangan yang muda dan kalangan yang tua. FPI dan PKS model begini ini menjadi panutan bagi kalangan Islam selain kelompok FPI dan PKS secara eksklusif. Kegagalan melihat Ahok terjungkal dari kursi Gubernur DKI Jakarta dan kegagalan aliansi koruptor Muhammad Taufik dan H Lulung menjadi pelajaran berharga bagi FPI dan PKS. PKS dan FPI pun gagal mendukung Gerindra menaikkan Muhammad Taufik menjadi Wakil Gubernur DKI.
Di tengah kegagalan itu, tertiup angin sejuk yang mengubah PKS dan FPI menjadi organisasi yang jauh dari sangar, jauh dari menakutkan, jauh dari aksi kekerasan fisik, bahkan jauh dari aksi arogan yang tidak islami sama sekali. Gambaran itu sirna. Bahkan jubah kombrong yang hanya cocok di negeri panas 38 derajat dan gurun pasir di Nigeria sana yang sering dipakai oleh Abu Bakr al Baghdadi alias Khalifah Ibrahim pentolan ISIS alias Negara Islam di Syiria dan Irak, telah ditanggalkan dengan mengenakan batik Pekalongan atau Madura yang lebih Indonesia. Bagi FPI dan PKS, agama dan budaya selalu beriringan dan berjalan bersama-sama.
FPI dan PKS yang ini sejak lama menganut Islam ahlussunnah wal jamaah yang berdasarkan Al Qur’an dan Assunnah. Maka keyakinan ideologi mereka identik dengan Muhammadiyah dan NU. Muhammadiyah dan NU sebagai organisasi besar menjadi pilar kebangsaan Indonesia. Tanpa kehadiran Muhammadiyah dan NU dalam mendidik dan memahami Islam sebagai rahmatan lil alamin, maka dipastikan Indonesia sudah porak-poranda seperti Pakistan, Arab Saudi, Yaman, Afghanistan, Gaza, India dan Nigeria. Maka FPI dan PKS model ini memiliki paham lebih luas dan hebat. Islam sebagai rahmatan lil alamin - rahmat bagi seluruh sekalian alam diyakini sebagai pilar ajaran Islam.
Kehidupan Islam di Madinah menjadi pokok ajaran toleransi, ajaran hidup bersama antar umat beragama. Indonesia sebagai negara Islam moderat harus berterima kasih karena ajaran Islam ala Muhammad SAW yang lebih dominan di Indonesia. Kehidupan bernegara Muhammad SAW di Madinah yang hidup secara damai dengan kalangan Yahudi, Kristen, Majusi, Ahmadiyah, Sunni, dan Syiah (Sunni dan Syiah tidak disebut dalam Al Qur’an, yang disebut cuma Islam doang) dan mayoritas Islam menjadi contoh Islam rahmatan lil alamin.
Seperti Muhammadiyah dan NU yang menjaga perayaan misa dan ibadah natal di Indonesia, FPI dan PKS pun menyadari bahwa pada saat Muhammad SAW hidup, gereja, sinagog dan kuil dibangun di sisi sebelah timur sekitar 3 km dari Masjid Nabawi alias Masjid Nabi di Madinah. Sepeninggal Muhammad SAW - tepatnya setelah kekuasaan Mua’wiyah - gereja, sinagog dan kuil dirobohkan.
Pada kemudiannya, di atas situs kuno Mount Temple alias Kuil Sulaiman atau Solomon Temple pun didirikan the Dome of Rock alias Masjidil Aqso - tempat yang pada saat Muhammad SAW Isra’ dan Mi’raj masih berupa Kuil Sulaiman karena Islam belum menaklukkan wilayah itu; Kuil Solomon masih berdiri megah menjadi tempat beribadah orang Yahudi. Di sinilah titik toleransi Muhammad SAW yang memanfaatkan simbol agama Allah (Yahudi, Kristen dan Islam memiliki akar Tuhan yang sama dari ajaran Ibrahim).
Kehidupan penuh damai, penuh toleransi, penuh kepercayaan dengan konsep lakum dinukum waliyaddin alias penghargaan agama masing-masing menjadi pedoman setiap orang Islam. Hukum dan keadilan Islam ditegakkan dengan penuh keadilan (bli adli), kebenaran (bil haq), dan baik (bil hikmah). Pendirian rumah ibadah seperti sinagog, gereja, dan kuil pun diizinkan oleh Muhammad SAW. FPI dan PKS tidak seperti Walikota Bogor berjenggot bernama Aria Bima yang menutup gereja Yasmin yang berlawanan dengan konsep hukum negara dan agama yang mengajarkan toleransi dan koeksistensi. FPI dan PKS mendukung sepenuhnya pendiriaan gereja dan kehidupan bermasyarakat berdasarkan Pancasila.
Menurut FPI dan PKS maka Syiah dan Sunni keduanya adalah agama yang disebut dalam Al Qur’an. Tak ada satu pun ayat di dalam Al Qur’an yang menyalahkan ajaran Syi’ah dan Sunni. Artinya keduanya merupakan agama Islam yang diridhoi Allah. FPI dan PKS pun mengajarkan agama jangan hanya urusan firqoh yang dibesar-besarkan. FPI dan PKS mendukung Ahmadiyah sebagai agama dan keyakinan yang harus disejajarkan dengan Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, Konghucu dan Yahudi. Konsep pandangan tentang koeksistensi dan pluralisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diyakini oleh banyak pihak dengan para ustadz yang malang-melintang di Kompasiana.
Maka, melihat gelagat dua pentolan PKS dan FPI tak ada jalan lain kecuali memilih jalan mendukung PKS dan FPI. Konsep dasar Islam yang bermakna damai menjadi acuan kehidupan. Alangkah hebatnya pandangan damai dan indah FPI dan PKS dengan pentolan dua Kompasianers. Sudah saatnya mendukung PKS dan FPI. PKS yang ini adalah Pecinta Kompasiana Sejati dengan Ketua PKS Ustadz Gatot Swandito. FPI yang dimaksud adalah Front Pecinta Indonesia dengan pentolannya Ketua FPI Ustadz Gunawan. Ternyata FPI dan PKS asuhan dua ustadz Kompasianer itu wujud Islam damai yang diajarkan oleh Rasullullah SAW yang wajib didukung oleh Kompasianers lain.
Salam bahagia ala saya.
Sumber : http://ift.tt/1H0XYUY