AMP Tolak Jokowi Ke Papua : Murni Aspirasi Masyarakat Papua kah?
Kehadiran Jokowi di Papua untuk peringati Natal justru mendapat penolakan dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) se-Jawa Bali. Cukup aneh memang, mengingat di awal kepemimpinan Jokowi sangat jarang sekelompok masyarakat menolak kehadiran Presiden RI ke 7 ini ketika ‘blusukan’ ke daerah-daerah. Justru yang ada masyarakat berbondong-bondong bertemu RI 1 untuk berkeluh kesah mengenai sulitnya hidup.
Adalah Sonny Wanimbo yang menyatakan bahwa kedatangan Jokowi ke Papua hanya sia-sia belaka, karena berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua tak kunjung usai.
“Tak ada gunanya Jokowi bernatalan di tanah Papua, sedangkan banyak kekerasan di Papua diabaikan tanpa ada perhatian serius untuk di tuntaskan,” kata Wanimbo melalui keterangan tertulis yang diterima majalahselangkah.com, Selasa (23/12/2014).
Ia juga meminta Jokowi agar jangan hanya mengutamakan popularitas diri terhadap dunia internasional dengan mengikuti natal di tanah Papua, sementara kekerasan yang terus meningkat di Papua disepelehkan tanpa ada tindakan nyata di lapangan.
Aktivis Papua tersebut seolah merasa putus asa dengan usaha pemerintah agar menjamin penegakan HAM di Papua, sehingga mereka menilai PBB lah yang layak segera mengunjungi Papua agar lembaga internasional itu melihat langsung bagaimana situasi di Papua.
“Kami minta PBB harus mengunjungi Papua sebelum orang Papua habis. Pemerintah Indonesia tidak mampu menuntaskan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI dan Polri,” tegas juru bicara AMP Komite Kota Bandung, Wenas Kobogau.(majalahselangkah.com)
Meskipun muncul aspirasi penolakan hadirnya Jokowi, tentu Presiden RI tersebut tidak akan membatalkan rencananya menghadiri perayaan natal nasional dilaksanakan di Papua. Dalam kunjungannya, Jokowi akan menjalankan sejumlah agenda, antara lain berkunjung ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Selanjutnya, Jokowi kembali ke Jayapura pada 27 Desember 2014 untuk meresmikan sejumlah pasar. Pada malam harinya, Presiden akan menghadiri Perayaan Natal Nasional di Lapangan Lanud Jayapura, Kabupaten Jayapura. (kompas.com)
Tidak hanya itu, hadirnya Presiden Joko Widodo di Papua justru dinanti-nanti oleh Pemprov. Papua, karena mereka berharap kunjungan tersebut bisa membuat Provinsi Papua sebagai salah satu prioritas penting pembangunan nasional.
“Ini kesempatan bagi Presiden untuk melihat Papua secara komprehensif dengan melihat langsung kondisi obyektif dan realitas di Papua. Jayapura akan menjadi representasi wilayah pantai dan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, untuk wilayah pegunungan,” ungkap Dosinaen, Sekda Prov. Papua.(kompas.com)
Pada kesempatan tersebut, Dosinaen juga mengungkapkan bahwa semua elemen masyarakat di Papua dengan sukacita menerima kedatangan Bapak Presiden. Bahkan, puluhan ribu umat Kristiani dari Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Sarmi bersiap meramaikan perayaan tersebut.(kompas.com)
Koordinator Lembaga Masyarakat Adat Papua Wil. Saireri, Philips Wona ketika ditemui di Jakarta juga senada dengan Sekda Prov. Papua. Beliau menyatakan bahwa hadirnya Jokowi merupakan momen bagi masyarakat adat Papua untuk menyampaikan secara langsung aspirasinya kepada Presiden RI. Salah satu aspirasi yang akan disampaikan adalah rencana pemekaran Provinsi Papua menjadi Papua Tengah yang menurutnya, akan berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat Papua, karena selama ini dinilai hanya berjalan stagnan.
Jelas bahwa penolakan Presiden Joko Widodo ke Papua oleh AMP hanya untuk menunjukkan eksistensi organisasi saja, bukan benar-benar aspirasi masyarakat Papua. Kondisi di Papua justru sebaliknya. Baik dari pihak pemprov, maupun masyarakat adat justru menanti-nanti kehadiran presiden yang dikenal merakyat itu. Regenerasi struktur organisasi AMP yang dilakukan akhir November 2014, kemarin, merupakan titik awal tanggung jawab kepengurusan baru.
Kehadiran Jokowi yang dinilai hanya mencari popularitas dan tidak perhatian terhadap kekerasan di Papua, merupakan alasan yang mengada-ada dan cenderung tanpa dasar yang jelas. Seharusnya, kedatangan Jokowi justru menjadi momen penting untuk menyampaikan aspirasi yang selama ini masih menjadi kendala di daerah, seperti yang disampaikan oleh Dosinaen. Alasan itu juga seolah bukan menunjukkan aspirasi masyarakat Papua disana, karena mereka hanyalah perwakilan mahasiswa papua yang tergabung dalam AMP se-Jawa Bali, bukan mahasiswa yang ada di Papua.
Sumber : http://ift.tt/13Ymxnm
Adalah Sonny Wanimbo yang menyatakan bahwa kedatangan Jokowi ke Papua hanya sia-sia belaka, karena berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua tak kunjung usai.
“Tak ada gunanya Jokowi bernatalan di tanah Papua, sedangkan banyak kekerasan di Papua diabaikan tanpa ada perhatian serius untuk di tuntaskan,” kata Wanimbo melalui keterangan tertulis yang diterima majalahselangkah.com, Selasa (23/12/2014).
Ia juga meminta Jokowi agar jangan hanya mengutamakan popularitas diri terhadap dunia internasional dengan mengikuti natal di tanah Papua, sementara kekerasan yang terus meningkat di Papua disepelehkan tanpa ada tindakan nyata di lapangan.
Aktivis Papua tersebut seolah merasa putus asa dengan usaha pemerintah agar menjamin penegakan HAM di Papua, sehingga mereka menilai PBB lah yang layak segera mengunjungi Papua agar lembaga internasional itu melihat langsung bagaimana situasi di Papua.
“Kami minta PBB harus mengunjungi Papua sebelum orang Papua habis. Pemerintah Indonesia tidak mampu menuntaskan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI dan Polri,” tegas juru bicara AMP Komite Kota Bandung, Wenas Kobogau.(majalahselangkah.com)
Meskipun muncul aspirasi penolakan hadirnya Jokowi, tentu Presiden RI tersebut tidak akan membatalkan rencananya menghadiri perayaan natal nasional dilaksanakan di Papua. Dalam kunjungannya, Jokowi akan menjalankan sejumlah agenda, antara lain berkunjung ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Selanjutnya, Jokowi kembali ke Jayapura pada 27 Desember 2014 untuk meresmikan sejumlah pasar. Pada malam harinya, Presiden akan menghadiri Perayaan Natal Nasional di Lapangan Lanud Jayapura, Kabupaten Jayapura. (kompas.com)
Tidak hanya itu, hadirnya Presiden Joko Widodo di Papua justru dinanti-nanti oleh Pemprov. Papua, karena mereka berharap kunjungan tersebut bisa membuat Provinsi Papua sebagai salah satu prioritas penting pembangunan nasional.
“Ini kesempatan bagi Presiden untuk melihat Papua secara komprehensif dengan melihat langsung kondisi obyektif dan realitas di Papua. Jayapura akan menjadi representasi wilayah pantai dan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, untuk wilayah pegunungan,” ungkap Dosinaen, Sekda Prov. Papua.(kompas.com)
Pada kesempatan tersebut, Dosinaen juga mengungkapkan bahwa semua elemen masyarakat di Papua dengan sukacita menerima kedatangan Bapak Presiden. Bahkan, puluhan ribu umat Kristiani dari Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Sarmi bersiap meramaikan perayaan tersebut.(kompas.com)
Koordinator Lembaga Masyarakat Adat Papua Wil. Saireri, Philips Wona ketika ditemui di Jakarta juga senada dengan Sekda Prov. Papua. Beliau menyatakan bahwa hadirnya Jokowi merupakan momen bagi masyarakat adat Papua untuk menyampaikan secara langsung aspirasinya kepada Presiden RI. Salah satu aspirasi yang akan disampaikan adalah rencana pemekaran Provinsi Papua menjadi Papua Tengah yang menurutnya, akan berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat Papua, karena selama ini dinilai hanya berjalan stagnan.
Jelas bahwa penolakan Presiden Joko Widodo ke Papua oleh AMP hanya untuk menunjukkan eksistensi organisasi saja, bukan benar-benar aspirasi masyarakat Papua. Kondisi di Papua justru sebaliknya. Baik dari pihak pemprov, maupun masyarakat adat justru menanti-nanti kehadiran presiden yang dikenal merakyat itu. Regenerasi struktur organisasi AMP yang dilakukan akhir November 2014, kemarin, merupakan titik awal tanggung jawab kepengurusan baru.
Kehadiran Jokowi yang dinilai hanya mencari popularitas dan tidak perhatian terhadap kekerasan di Papua, merupakan alasan yang mengada-ada dan cenderung tanpa dasar yang jelas. Seharusnya, kedatangan Jokowi justru menjadi momen penting untuk menyampaikan aspirasi yang selama ini masih menjadi kendala di daerah, seperti yang disampaikan oleh Dosinaen. Alasan itu juga seolah bukan menunjukkan aspirasi masyarakat Papua disana, karena mereka hanyalah perwakilan mahasiswa papua yang tergabung dalam AMP se-Jawa Bali, bukan mahasiswa yang ada di Papua.
Sumber : http://ift.tt/13Ymxnm