Pimpinan DPR Tandingan, Bentuk Frustasi PDIP
Megawati (foto; tribune)
Sebagai pemenang pemilu 2014, sudah menjadi (semacam) kewajaran apabila PDIP yang telah berpuasa selama 10 tahun, kini saatnya berbuka, berlebaran dengan baju-baju baru. Selain jabatan “baju” presiden lengkap dengan kabinetnya, pantasnya semua “baju” baru yang ada pun menjadi milik PDIP. Sebut saja “baju” di Senayan, mulai dari pimpinan DPR lengkap dengan alat kelengkapannya, “baju” pimpinan MPR, dan “baju” yudikatif pun kalau bisa dipakai oleh PDIP ataupun orang-orang dekat partai berlambang banteng mencereng itu.
Tapi apa lacur, sepertinya keinginan PDIP untuk memakai semua “baju” baru di tahun 2014 tidak pernah tercapai. Lebaran yang semestinya menjadi hari kemenangan bagi PDIP, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. PDIP yang disokong kawan-kawan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sepertinya harus menelan pil pahit dan kekalahan demi kekelahan yang diderita KIH di Senayan mulai dari pembahasan RUU MD3, pembahasan RUU Pilkada, hingga pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan MPR yang kesemuanya dimenangakan oleh kubu Koalisi Merah Putih (KMP) membuat PDIP kian frustasi. Lihat KMP Memang Telak Atas KIH Dengan Skor 5-1
Frustasi PDIP kian memuncak manakala daftar kabinet yang diumumkan Presdien Jokowi jauh dari memuaskan para politisi PDIP di Senayan. PDIP sebagai partai pengusung Jokowi-JK ternyata hanya mendapatkan jatah empat menteri yang resmi berasal dari kader PDIP, sebut saja Puan Maharani, Tjahyo Kumolo, Yasonna Laoly dan AAGN Puspayoga. Sementara Rini Soemarno dan Ryamizard Ryacudu tak dianggap sebagai kader PDIP melainkan hanya sebagai orang dekat Megawati saja. Demikian halnya keempat kader PDIP yang masuk kabinet pun diyakini sebagai orang-orang dekat Megawati juga.
Sejumlah nama yang sudah sangat siap mengenakan “baju” menteri seperti Pramono Anung, Maruarar Sirait, Rieke Dyah Pitaloka, TB. Hasanudin, dan Eva Kusuma Sundari ternyata terpental dari istana. PPP yang baru saja datang tiba-tiba paska perebutan kursi pimpinan DPR langsung mendapatkan satu jatah “baju” menteri agama yang dipakai oleh Lukman Hakim Saefudin. Belum lagi hitung-hitung secara proporsional, PDIP mendapatkan jatah “baju” yang tidak seimbang dengan jumlah perolehan suaranya.
PDIP yang mendapatkan jumlah kursi 2 kali lipat dari PKB hanya mendapatkan jatah empat kursi, sementara partai pimpinan Muhaimin Iskandar bisa mendapatkan jatah menteri yang sama dengan motor penggerak KIH. Jika dihitung secara proporsional, dari keempat belas meneri yang berasal dari parpol, semestinya PDIP bisa mendapatkan jatah 7, PKB mendapatkan 3, Nasdem dan Hanura sama-sama mendapatkan 2 menteri. Lihat Tabel Pembagian Menteri Dari Parpol Pendukung Jokowi , kenyataannya PDIP hanya mendapatkan jatah 4, PKB 4, Nasdem mendapatkan jatah 3, Hanura mendapatkan jatah 2 dan PPP mendapatkan jatah 1.
Soal ketidakproporsional Presdien Jokowi dalam berbagi jatah menteri yang merugikan PDIP juga mendapatkan kritikan keras dari internal partai seperti TB. Hasanudin dan Eva Kusuma Sundari secara terbuka. Bahkan yang terbaru, Rieke Dyah Pitaloka sebagaimana ditayangkan di stasiun RCTI (Seputar Indonesia hari ini) menyatakan menolak keras rencana pemerintah Jokowi-JK menaikkan harga BBM bersubsidi pertengahan bulan Nopember ini , padahal sebelumnya PDIP yang paling siap memback up Jokowi-JK apapun keputusannya, termasuk kemungkinan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Hal ini menjadi indikasi kuat bahwa aksi PDIP menggalang kekuatan di KIH untuk membentuk pimpinan DPR tandingan, bukan hanya sebagai luapan kekecewaan terhadap KMP, tapi sekaligus sebagai luapan kekecewaan terhadap Jokowi yang telah diusungnya, tapi dianggap tidak tahu terimakasih dan balas budi kepada partai pengusungnya. Tak hanya itu saja, PDIP juga kecewa plus iri terhadap PKB yang bisa mendapatkan jatah 4 “baju” menteri dari Jokowi. Karena itu, PDIP yang sadar bahwa pimpinan DPR tandingan bersifat ilegal dan tak mungkin diakui karena tidak memiliki payung hukum, sengaja menggiring kawan-kawan di KIH untuk memilih politisi PKB Ida Fauziyah untuk menjadi ketuanya. PKB yang terbawa arus permainan PDIP tidak sadar bahwa apa yang dilakukan PDIP hanyalah permainan belaka.
Pembentukan pimpinan DPR tandingan juga sekaligus sebagai bentuk protes para politisi PDIP kepada ketumnya Megawati Soekarnoputri supaya “menjewer” Sang Presiden Jokowi. Tapi apa lacur, Megawati justru membaca lain apa yang dilakukan kader-kadernya itu. Megawati bukannya “menjewer” Jokowi malah ikut terbawa arus, bahsanya tidak setuju tapi sejatinya mendukung pembentukan pimpinan DPR tandingan sebagai alat pressure agar pimpinan DPR yang resmi tidak berlaku semena-mena. (lihat kompas.com )
Jika sikap Megawati tetap seperti itu, maka carut-marut di DPR akan terus berlanjut. Terlebih pihak KMP yang menawarkan jatah pimpinan 3 komisi kepada KIH dianggap bukan sebagai win-win solutio, bahkan KIH tetap akan fokus untuk melengkapi struktur alat kelengkapan dewan versi mereka sendiri. (kompas.com )
Terbelahnya DPR menjadi dua kubu versi resmi yang dikuasai KMP dan versi tandingan dari KIH akan bisa selesai jika Ketum PDIP Megawati tidak terbawa arus KIH di Senayan, melainkan berlegawa mau turun tangan menasihati anggota DPR dari PDIP untuk segera membubarkan pimpinan DPR tandingan, bukan malah sebaliknya memberikan dukungan kepada mereka, karena bagaimana pun status pimpinan DPR tandingan ilegal, tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang telah disepakati dan disahkan bersama.
Jika hal ini didiamkan, bahkan didukung, maka situasi di Senayan semakin hari semakin tidak kondusif. Langsung atau tidak kondisi ini juga akan mempengaruhi kelangsungan jalannya pemerintah Jokowi-JK beserta kabinet baru yang tengah semangat-semangatnya bekerja untuk Indonesia lebih baik, yakni Indonesia Hebat di bawah panji-panji Merah Putih. Apakah Jokowi bisa mengatasi? Jokowi Berhasil Rangkul KMP , tapi tak ada jaminan ia bisa merangkul PDIP, karena sebagian kader PDIP sudah terlanjur kecewa dengannya.
Saya menduga pembentukan pimpinan DPR tandingan sebagai bentuk frustasi politisi PDIP atas (1). Kekalahan KIH di Senayan, (2). Kekecewaan terhadap kabinet Jokowi yang kurang mengakomodir politisi PDIP dan (3). Protes kepada Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri yang terkesan diam saja manakala PDIP “dianaktirikan” oleh Jokowi. Ketua MPR Zulkifli Hasan sendiri optimis dalam waktu 1-2 minggu akan terjadi islah antar dua kubu yang bertikai di Senayan. Dan sepertinya tokoh kuncinya adalah Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri, saatnya ketum PDIP ini menunjukkan sikap kenegarawannya, menasihati “anak-anaknya” untuk membubarkan pimpinan DPR tandingan yang ilegal itu, bukan sebaliknya. Kita tunggu… (Banyumas; 04 Nopember 2014)
Salam Kompasiana!
Baca Juga :
Persipura Siap Ladeni Persib Di Final ISL 2014
Bulan Muharram Dan Mitos Pembawa Sial
Kok Kementerian Kebudayaan Ada Dua Yaa?
Nikmatnya Berbagi Cinta Disini
Selamat Ulang Tahun Gubernurku
Sumber : http://ift.tt/1txaLIx