Pembangunan Papua Bermodalkan: Ludah dan Lidah
(Pentingnya perubahan paradigma pembangunan dengan tindakan, ucapan kepada implementasi pembangunan ekonomi, politik, demokrasi bagian dari kesadaran pendidikan politik sebagai ancaman bagi elit, masayarakat dan generasi penerus)
Realita implementasi kebijakan pembangunan Papua adalah kenyataan dari pada para elit itu sendiri diantara sadar dan tidak sadar. Ibaratkan bermodalkan lidah dan ludah maka anggap semua orang pun bisa melakukan hal tersebut. Dari pemaknaan ini dapat dibuktikan bahwa dalam rangka proses kebijakan, pengambilan keputusan yang tidak tepat sasaran pembangunan sehingga mengakibatkan implementasi pembangunan itu justru melenceng dari pada sebua omongan di mulut hanya sebatas memamerkan suatu ketidak percayaan bagi elit lokal (serba pencitraan diri). Lebih ditekankan agar paradigma pembangunan di Papua lebih bermanfaat bagi kemajuan Papua dengan kehadiran figur yang benar-benar menyadari akan rasa kemanusiaan.
Ketidaksadaran dalam membangun Papua, dengan begitu banyak kucuran anggran kepada daerah “otsus/desentralisasi”. Jelas kita ketahui dengan sebuah kehadiran otonomi khusus untuk memajukan Papua. Mengamati kategori pembangunan Papua dalam beberapa aspek penting untuk dilaksanakan secara total. Aspek pembangunan tersebut seperti pembangunan ekonomi masyarakat (kesejahtraan), pendidikan berkarakter berdasarkan kearifan lokal, pembangunan kesehatan, Infrastruktur di daerah terisolir, kebudayaan yang semakin menghilang akibat keburukan pendidikan poltik.
Dari pandangan dan kaca mata politik bahwa Papua menjadi incaran dalam pemanfaatan ekonomi. Menarik untuk kita amati dengan kenyataan masa lalunya benua Eropa dan Amerika: Pandangan Samuel Huntington. Benua Eropa lebiha maju dibidang politik sedangkan Amerika memiliki visi penguasaan ekonomi di negara-negara berkembang seperti Indonesia lebih khususnya Papau, dan kenyataanya seperti saat ini sebagai pembelajaran untuk kita sadari. Namun sebagai generasi penerus bangsa ingin mengaris bawahi bahwa buktinya dengan kehadiran PT. Freeport adalah bukti nyata. Dengan terang ingin katakan bahwa perusahan raksasa ini hanya menguras tetapi pembangunan dan lobi timbal balik bagi daerah sekitarnya masih saja seperti biasa, pentingnya kreaktifitas pemerintahan daerah.
Kita boleh berkata akan tetapi sebagai kecurigaan bahwa para elit tidak bisa membuka peluang atau meberikan tekanan pada kenyataan seperti ini, pastinya sumber angran (royalti) itu untuk siapa?. Namun disinilah tidak sekejap mata hanya modal “lidah dan ludah, sedikit bekerja dan banyak bicara” kita mengerti bahwa terutama sekali di Papua dengan masyarakat yang kecil dan dengan imperialisme yang industrial itu dengan cara ketidakmanusiawi, ada baiknya juga kita “banyak bicara”, di dalam arti membantingkan tulang, mengucurkan keringat, memeras tenaga untuk membuka-bukakan matanya rakyat (bagian daripada pendidikan politik dan kekritisan). Mengingat kembali dan merefleksikan perkataan Ir. Sukarno dengan karakter dipengaruhi dalam kehidupan sosial bermasyarakat, ternyata kenyataan ini sebagai generasi penerus Papua menganalisis dengan kondisi saat ini benar-benar ada dan sedang terjadi di Papua.
Kenyataan dan keburukan pembangunan Papua dalam implementasi otsus sudah di klasifikasikan bahwa tujuan otsus untuk memandirikan rakyat “wajib jadi pemimpin lokal adalah putra daerah bukan putra bangasa”, kondisi politik saat ini dengan pembanguan maka Papua dianggap gagal sebuah hal yang pantas, dalam hal memajukan pembangunan Papua dari beberapa aspek pembangunan terutama infrastruktur, pendidikan, ekonomi, kesehatan, kebudayaan.
Semakin banyak kejadian pembangunan Papua menjadi bahan analisis dalam bidang prencanaan pembangunan sesuai dengan analisa masalah, perencanaan strategis yang tepat, metode penjabaran perencanaan pembangunan yang jelas sehingga ini menjadi bagian dari sorotan publik bahwa pembangunan Papua dierah otonomi khusus dianggap gagal. Dengan demikian tulisan ini sorotan bagi pemerintah daerah maka profesionalsme manajemen pemerintahan dalam hal perencanaan harus tepat sasaran dari pendapatan daerah itu bisa lebih memajukan pembangunan.
Dari kenyataan yang sama, dengan mengimplementasikan pembangunan yang tentunnya harus berinofasi, berkreasi dengan profesi kesiapan SDM yang matang, akan tetapi menjadi ketinggalan zaman bagi para elit untuk berpikir dan berpikir kesiapan SDM Papua untuk di hari mendatang berputar sebatas persaingan. Situasi seperti ini menjadi peluang untuk memanfaatkan pembangunan untuk lebih maju jutru kebalikan pemanfaatan memperkaya diri karena kesiapan SDM nya ahanya berpatokan pada kepentingan kelompok politik, kenyataan saat ini.
Pentingnya suatu perbaikan sistem berpengaruh pada karakter, pembenahan pembangunan Papua disadari oleh para elit dengan baik maka kebijakan akan berjalan mulus, pemerataan pembangunan yang jelas, pembangunan Papua tidak berpatokan pada wilayah tertentu, tanpa interfensi dari kawan atau sahabat dalam perpolitikan, ini sebagai sikap negatif. Namun menjadi saran adalah menyamakan persepsi pembangunan partisipatif lebih bernilai dengan tujuan kemajuan Papua.
Sosrotan bagi saya dari saran diatas adalah esensi pembangunan tidak berdasarkan amanat otonomi khusus papua, maka atruran berlapis yang disodorkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah pemerintah daerah justru membingugkan maka atau keliru, letak kebingungan elit Papua dipolitisir dari aspek pembangunan, politik, pemanfaatan ekonomi sebagai titipan dari elit pusat (pembagian hasil dalam mengerjakan proyek). Ketidak tegasanya bagi pejabat daerah hanya sebatas banyak bicara berarti mengkumur ludah, dan sedikit berbicara karena ketidak tenagan lidah, jadinya serbah salah dalam membangun, lebih banyak pencitraan politik, apalagi sistem demokrasi yang semakin krtis seperti ini.
Sumber : http://ift.tt/1tbR85h
Realita implementasi kebijakan pembangunan Papua adalah kenyataan dari pada para elit itu sendiri diantara sadar dan tidak sadar. Ibaratkan bermodalkan lidah dan ludah maka anggap semua orang pun bisa melakukan hal tersebut. Dari pemaknaan ini dapat dibuktikan bahwa dalam rangka proses kebijakan, pengambilan keputusan yang tidak tepat sasaran pembangunan sehingga mengakibatkan implementasi pembangunan itu justru melenceng dari pada sebua omongan di mulut hanya sebatas memamerkan suatu ketidak percayaan bagi elit lokal (serba pencitraan diri). Lebih ditekankan agar paradigma pembangunan di Papua lebih bermanfaat bagi kemajuan Papua dengan kehadiran figur yang benar-benar menyadari akan rasa kemanusiaan.
Ketidaksadaran dalam membangun Papua, dengan begitu banyak kucuran anggran kepada daerah “otsus/desentralisasi”. Jelas kita ketahui dengan sebuah kehadiran otonomi khusus untuk memajukan Papua. Mengamati kategori pembangunan Papua dalam beberapa aspek penting untuk dilaksanakan secara total. Aspek pembangunan tersebut seperti pembangunan ekonomi masyarakat (kesejahtraan), pendidikan berkarakter berdasarkan kearifan lokal, pembangunan kesehatan, Infrastruktur di daerah terisolir, kebudayaan yang semakin menghilang akibat keburukan pendidikan poltik.
Dari pandangan dan kaca mata politik bahwa Papua menjadi incaran dalam pemanfaatan ekonomi. Menarik untuk kita amati dengan kenyataan masa lalunya benua Eropa dan Amerika: Pandangan Samuel Huntington. Benua Eropa lebiha maju dibidang politik sedangkan Amerika memiliki visi penguasaan ekonomi di negara-negara berkembang seperti Indonesia lebih khususnya Papau, dan kenyataanya seperti saat ini sebagai pembelajaran untuk kita sadari. Namun sebagai generasi penerus bangsa ingin mengaris bawahi bahwa buktinya dengan kehadiran PT. Freeport adalah bukti nyata. Dengan terang ingin katakan bahwa perusahan raksasa ini hanya menguras tetapi pembangunan dan lobi timbal balik bagi daerah sekitarnya masih saja seperti biasa, pentingnya kreaktifitas pemerintahan daerah.
Kita boleh berkata akan tetapi sebagai kecurigaan bahwa para elit tidak bisa membuka peluang atau meberikan tekanan pada kenyataan seperti ini, pastinya sumber angran (royalti) itu untuk siapa?. Namun disinilah tidak sekejap mata hanya modal “lidah dan ludah, sedikit bekerja dan banyak bicara” kita mengerti bahwa terutama sekali di Papua dengan masyarakat yang kecil dan dengan imperialisme yang industrial itu dengan cara ketidakmanusiawi, ada baiknya juga kita “banyak bicara”, di dalam arti membantingkan tulang, mengucurkan keringat, memeras tenaga untuk membuka-bukakan matanya rakyat (bagian daripada pendidikan politik dan kekritisan). Mengingat kembali dan merefleksikan perkataan Ir. Sukarno dengan karakter dipengaruhi dalam kehidupan sosial bermasyarakat, ternyata kenyataan ini sebagai generasi penerus Papua menganalisis dengan kondisi saat ini benar-benar ada dan sedang terjadi di Papua.
Kenyataan dan keburukan pembangunan Papua dalam implementasi otsus sudah di klasifikasikan bahwa tujuan otsus untuk memandirikan rakyat “wajib jadi pemimpin lokal adalah putra daerah bukan putra bangasa”, kondisi politik saat ini dengan pembanguan maka Papua dianggap gagal sebuah hal yang pantas, dalam hal memajukan pembangunan Papua dari beberapa aspek pembangunan terutama infrastruktur, pendidikan, ekonomi, kesehatan, kebudayaan.
Semakin banyak kejadian pembangunan Papua menjadi bahan analisis dalam bidang prencanaan pembangunan sesuai dengan analisa masalah, perencanaan strategis yang tepat, metode penjabaran perencanaan pembangunan yang jelas sehingga ini menjadi bagian dari sorotan publik bahwa pembangunan Papua dierah otonomi khusus dianggap gagal. Dengan demikian tulisan ini sorotan bagi pemerintah daerah maka profesionalsme manajemen pemerintahan dalam hal perencanaan harus tepat sasaran dari pendapatan daerah itu bisa lebih memajukan pembangunan.
Dari kenyataan yang sama, dengan mengimplementasikan pembangunan yang tentunnya harus berinofasi, berkreasi dengan profesi kesiapan SDM yang matang, akan tetapi menjadi ketinggalan zaman bagi para elit untuk berpikir dan berpikir kesiapan SDM Papua untuk di hari mendatang berputar sebatas persaingan. Situasi seperti ini menjadi peluang untuk memanfaatkan pembangunan untuk lebih maju jutru kebalikan pemanfaatan memperkaya diri karena kesiapan SDM nya ahanya berpatokan pada kepentingan kelompok politik, kenyataan saat ini.
Pentingnya suatu perbaikan sistem berpengaruh pada karakter, pembenahan pembangunan Papua disadari oleh para elit dengan baik maka kebijakan akan berjalan mulus, pemerataan pembangunan yang jelas, pembangunan Papua tidak berpatokan pada wilayah tertentu, tanpa interfensi dari kawan atau sahabat dalam perpolitikan, ini sebagai sikap negatif. Namun menjadi saran adalah menyamakan persepsi pembangunan partisipatif lebih bernilai dengan tujuan kemajuan Papua.
Sosrotan bagi saya dari saran diatas adalah esensi pembangunan tidak berdasarkan amanat otonomi khusus papua, maka atruran berlapis yang disodorkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah pemerintah daerah justru membingugkan maka atau keliru, letak kebingungan elit Papua dipolitisir dari aspek pembangunan, politik, pemanfaatan ekonomi sebagai titipan dari elit pusat (pembagian hasil dalam mengerjakan proyek). Ketidak tegasanya bagi pejabat daerah hanya sebatas banyak bicara berarti mengkumur ludah, dan sedikit berbicara karena ketidak tenagan lidah, jadinya serbah salah dalam membangun, lebih banyak pencitraan politik, apalagi sistem demokrasi yang semakin krtis seperti ini.
Sumber : http://ift.tt/1tbR85h