Mbak Nurul Arifin, Tolong Ajari Menteri Jokowi Berakting!
Beberapa waktu yang lalu politikus wanita partai Golkar, Nurul Arifin mengatakan gaya blusukan menteri Kabinet Kerja Jokowi tidak selalu berkorelasi dengan produktivitas kerja. Nurul menegaskan blusukan atau turun ke bawah bisa juga dimaknai sebagai pencitraan. “Saya ingin muntah lihat pejabat yang sering blusukan, ” kata Nurul. Meskipun tidak menyebut nama, mantan artis era 80-an ini mengatakan ada seorang menteri kabinet Jokowi yang melompati pagar sebuah penampungan Tenaga Kerja Indonesia di Tebet, Jakarta Selatan. Supaya tidak berteka-teki dan pastinya bukan rahasia dapur lagi, saya menyebut secara terbuka nama menteri tersebut adalah Hanif Dhakiri, menteri Ketenagakerjaan yang meloncati pagar saat inspeksi perdananya. “Bisa saja itu pencitraan atau apa,” kata Nurul. “Ayo dong, bekerja. Jangan hanya pencitraan,” ucap Nurul.
Bagi pak Jokowi sendiri blusukan merupakan gaya hidup dan beliau ingin agar para menterinya juga memiliki gaya hidup yang sama. Inti dari gaya hidup blusukan adalah kepedulian terhadap kondisi masyarakat. Kita ketahui bersama dari awal pemerintahan Kabinet Kerja berjalan, ada banyak contoh menteri-menteri Jokowi-JK yang melakukan blusukan. Sebut saja menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusti yang kontroversial dengan sikap nyentriknya. Ia masih menghebohkan dunia maya melalui celotehan para netizen, begitu juga dalam dunia nyata baik melalui tayangan pemberitaan media maupun jumpa penggemar langsung yang diwakili oleh para nelayan dan wartawan di Pangandaran, kota kelahiran bu Susi. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan melakukan blusukan dengan mengunjungi bandara dan pelabuhan dan menemukan sejumlah kekurangan di lokasi. Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Marwan Ja’far melakukan blusukan pertama di kampung Lebak, Banten dengan mengunjungi jembatan gantung yang kondisinya memprihatinkan dan menjanjikan bahwa jembatan itu kelak akan diganti dengan jembatan beton.
Trio Menteri Ekonomi, yaitu menteri Perdagangan Rachmat Gobel, menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan menteri Koperasi dan UMKM Puspayoga melakukan blusukan di Pasar Induk Kramat Jati pada dini hari (wow!) saat pedagang dan pembeli berjubel. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa langsung melakukan blusukan pertama dengan menyambangi pengungsi korban erupsi Sinabung di Karo bersama Presiden Jokowi, satu janji yang langsung dibuktikan secara nyata lewat kehadiran pejabat negara di tengah kesulitan yang dialami para pengungsi sekian lama. Ada lagi menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi yang melakukan blusukan di lingkungan Pemda Majalengka. Kemudian, ada menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang melakukan blusukan langsung ke pelatnas atlet di Senayan. Tentu masih ada beragam cara blusukan yang dilakukan para menteri Kabinet Kerja era Jokowi-JK ini. Apakah blusukan ini dapat dan tepat dikatakan sebagai pencitraan? Bagaimanakah bentuk pencitraan yang sesungguhnya?
Sebagai mantan artis, mbak Nurul Arifin pasti sangat piawai berakting baik di layar kaca maupun dalam tontonan sekelas sinetron. Menurut pencarian saya di rumah mbah google, pencitraan adalah membuat suatu hal agar citra (rupa/gambar) kita menjadi baik di mata publik, bisa berpura-pura pintar, berpura-pura bijak, berpura-pura paling benar, berpura-pura paling baik dan mungkin lebih pasnya M U N A F I K .
Dari definisi sederhana di atas ada korelasi yang sangat jelas pencitraan dengan berakting. Dalam bahasa kerennya, berakting sama dengan bersandiwara atau berpura-pura memerankan bukan diri kita yang sebenarnya. Dengan berakting kita mencoba memerankan hal baik agar dipandang baik di mata publik, demikian juga dengan peran jahat. Pencitraan berfokus pada kepentingan diri sendiri, sementara gaya hidup blusukan berfokus pada kepentingan masyarakat. Gaya hidup blusukan dibuktikan melalui diselesaikannya masalah, sementara pencitraan dibuktikan melalui ditinggalkannya masalah yang tidak terselesaikan. Tanpa perlu menyebut contoh, saya kira pembaca sudah mengetahuinya. Menjadi pertanyaan menggelitik, sedang beraktingkah para menteri Jokowi atau sedang melakukan pencitraan kah para menteri dengan blusukan yang mereka lakukan? Komentar Nurul Arifin yang mengaku ingin muntah melihat pejabat blusukan mendapat reaksi keras dari Tweeps (pengguna Twitter). Menurut mereka, komentar Nurul tidaklah bijak dan kurang pas. Berikut beberapa komentar mereka;
“Sdhlah, Bu. Biarkan org kerja. Kan ga hrs slalu d kantor,” ujar musisi Addie MS lewat akunnya.
“Mbak Nurul Arifin, saya juga mau muntah melihat perilaku anggota DPR saat ini, belagak hebat pdahal ga bs kerja apa2″.
“Saya muntah liat film2mu dulu mbak hahahaha,” ujar akun lain.
Dari komentar di atas, jelaslah para netizen tidak setuju dengan pendapat mbak Nurul Arifin. Atau dengan kata lain, mereka menyetujui bahwa blusukan yang dilakukan para menteri adalah bentuk kerja nyata yang sebenarnya, bukan berpura-pura atau dalam istilah kerennya pencitraan. Jika mbak Nurul Arifin menganggap itu pencitraan, sebaiknya mbak Nurul mengajari para menteri Jokowi bagaimana berakting yang baik agar pencitraan mereka sempurna . Sehingga kelak jika mbak Nurul berkata, ingin muntah lihat menteri Jokowi melakukan blusukan, memang mereka sudah melakukan akting yang baik seperti yang diajarkan mbak Nurul dan publik menyetujui apa yang diucapkan mbak Nurul Arifin.
Menutup tulisan singkat saya, hati-hatilah berbicara jangan sampai kita salah menilai sesuatu yang sesungguhnya benar dan tulus dilakukan seseorang, justru menjadi bumerang karena kebencian yang sangat dalam dan ketidak dewasaan dalam mengakui hasil karya orang lain. “Mulutmu Harimaumu” semoga jadi slogan pemacu kita menjaga diri bersikap dan bertutur kata yang sopan dan baik.
Selamat pagi Indonesia
**Sumber gambar
Sumber : http://ift.tt/1xkgN0K
Bagi pak Jokowi sendiri blusukan merupakan gaya hidup dan beliau ingin agar para menterinya juga memiliki gaya hidup yang sama. Inti dari gaya hidup blusukan adalah kepedulian terhadap kondisi masyarakat. Kita ketahui bersama dari awal pemerintahan Kabinet Kerja berjalan, ada banyak contoh menteri-menteri Jokowi-JK yang melakukan blusukan. Sebut saja menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusti yang kontroversial dengan sikap nyentriknya. Ia masih menghebohkan dunia maya melalui celotehan para netizen, begitu juga dalam dunia nyata baik melalui tayangan pemberitaan media maupun jumpa penggemar langsung yang diwakili oleh para nelayan dan wartawan di Pangandaran, kota kelahiran bu Susi. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan melakukan blusukan dengan mengunjungi bandara dan pelabuhan dan menemukan sejumlah kekurangan di lokasi. Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Marwan Ja’far melakukan blusukan pertama di kampung Lebak, Banten dengan mengunjungi jembatan gantung yang kondisinya memprihatinkan dan menjanjikan bahwa jembatan itu kelak akan diganti dengan jembatan beton.
Trio Menteri Ekonomi, yaitu menteri Perdagangan Rachmat Gobel, menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan menteri Koperasi dan UMKM Puspayoga melakukan blusukan di Pasar Induk Kramat Jati pada dini hari (wow!) saat pedagang dan pembeli berjubel. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa langsung melakukan blusukan pertama dengan menyambangi pengungsi korban erupsi Sinabung di Karo bersama Presiden Jokowi, satu janji yang langsung dibuktikan secara nyata lewat kehadiran pejabat negara di tengah kesulitan yang dialami para pengungsi sekian lama. Ada lagi menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi yang melakukan blusukan di lingkungan Pemda Majalengka. Kemudian, ada menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang melakukan blusukan langsung ke pelatnas atlet di Senayan. Tentu masih ada beragam cara blusukan yang dilakukan para menteri Kabinet Kerja era Jokowi-JK ini. Apakah blusukan ini dapat dan tepat dikatakan sebagai pencitraan? Bagaimanakah bentuk pencitraan yang sesungguhnya?
Sebagai mantan artis, mbak Nurul Arifin pasti sangat piawai berakting baik di layar kaca maupun dalam tontonan sekelas sinetron. Menurut pencarian saya di rumah mbah google, pencitraan adalah membuat suatu hal agar citra (rupa/gambar) kita menjadi baik di mata publik, bisa berpura-pura pintar, berpura-pura bijak, berpura-pura paling benar, berpura-pura paling baik dan mungkin lebih pasnya M U N A F I K .
Dari definisi sederhana di atas ada korelasi yang sangat jelas pencitraan dengan berakting. Dalam bahasa kerennya, berakting sama dengan bersandiwara atau berpura-pura memerankan bukan diri kita yang sebenarnya. Dengan berakting kita mencoba memerankan hal baik agar dipandang baik di mata publik, demikian juga dengan peran jahat. Pencitraan berfokus pada kepentingan diri sendiri, sementara gaya hidup blusukan berfokus pada kepentingan masyarakat. Gaya hidup blusukan dibuktikan melalui diselesaikannya masalah, sementara pencitraan dibuktikan melalui ditinggalkannya masalah yang tidak terselesaikan. Tanpa perlu menyebut contoh, saya kira pembaca sudah mengetahuinya. Menjadi pertanyaan menggelitik, sedang beraktingkah para menteri Jokowi atau sedang melakukan pencitraan kah para menteri dengan blusukan yang mereka lakukan? Komentar Nurul Arifin yang mengaku ingin muntah melihat pejabat blusukan mendapat reaksi keras dari Tweeps (pengguna Twitter). Menurut mereka, komentar Nurul tidaklah bijak dan kurang pas. Berikut beberapa komentar mereka;
“Sdhlah, Bu. Biarkan org kerja. Kan ga hrs slalu d kantor,” ujar musisi Addie MS lewat akunnya.
“Mbak Nurul Arifin, saya juga mau muntah melihat perilaku anggota DPR saat ini, belagak hebat pdahal ga bs kerja apa2″.
“Saya muntah liat film2mu dulu mbak hahahaha,” ujar akun lain.
Dari komentar di atas, jelaslah para netizen tidak setuju dengan pendapat mbak Nurul Arifin. Atau dengan kata lain, mereka menyetujui bahwa blusukan yang dilakukan para menteri adalah bentuk kerja nyata yang sebenarnya, bukan berpura-pura atau dalam istilah kerennya pencitraan. Jika mbak Nurul Arifin menganggap itu pencitraan, sebaiknya mbak Nurul mengajari para menteri Jokowi bagaimana berakting yang baik agar pencitraan mereka sempurna . Sehingga kelak jika mbak Nurul berkata, ingin muntah lihat menteri Jokowi melakukan blusukan, memang mereka sudah melakukan akting yang baik seperti yang diajarkan mbak Nurul dan publik menyetujui apa yang diucapkan mbak Nurul Arifin.
Menutup tulisan singkat saya, hati-hatilah berbicara jangan sampai kita salah menilai sesuatu yang sesungguhnya benar dan tulus dilakukan seseorang, justru menjadi bumerang karena kebencian yang sangat dalam dan ketidak dewasaan dalam mengakui hasil karya orang lain. “Mulutmu Harimaumu” semoga jadi slogan pemacu kita menjaga diri bersikap dan bertutur kata yang sopan dan baik.
Selamat pagi Indonesia
**Sumber gambar
Sumber : http://ift.tt/1xkgN0K