UU Pilkada Dipilih DPRD Pengkebirian Hak Calon Independen
Walaupun Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di pilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur Untuk Provinsi, Bupati dan Walikota Untuk Kabupaten dan Kota namun persyaratan untuk menjadi peserta Pilkada tidak berobah. Poin yang semestinya di robah itu adalah pada bagian Peserta Pilkada.
- Calon yang di usulkan oleh Partai Politik (Parpol) atau gabungan parpol.
- Calon perseorangan yang di dukung oleh sejumlah orang.
Dari dua persyaratan ini, seharusnya point ke dua yakni calon perseorangan yang di dukung oleh sejumlah orang ini di hapus. Kenapa?, karena suatu hal yang muskil jika calon perseorangan ikut dalam Pilkada yang akan di pilih oleh DPRD.
Lembaga Legeslatif dimana Anggotanya adalah utusan partai politik yang telah di pilih oleh rakyat, tentu tidak akan memilih calon Kepala Daerah yang berasal dari perseorangan/indevendent yang mencalonkan diri untuk menjadi Kepala Daerah melalui Pilkada yang di pilih oleh DPRD. Anggota DPRD tentu akan memilih Calon Kepala Daerah yang di usulkan oleh Partai Politik di mana si anggota DPRD itu bernaung.
Berbeda jika Pilkada itu di pilih langsung oleh masyarakat, peluang para calon Kepala Daerah yang berasal dari jalur indevenden cukup besar untuk menang. Di beberapa Daerah di Indonesia ada Kepala Daerahnya yang di pilih masyarakat walaupun sang Kepala Daerah dalam mengikuti Pilkada melalui jalur indevenden, bukan melalui Partai Politik.
Di berlakukannya Undang Undang Pilkada di pilih oleh DPRD jelas mengkebiri hak hak calon indevenden. Terkecuali jika para anggota DPRD berani untuk menantang keputusan Partai nya, dan memilih calon Kepala Daerah lewat jalur indevenden, seperti yang pernah terjadi dalam pemilihan Gubernur di Provinsi Riau dimana calon yang di restui oleh Presiden Suharto dan di dukung mayoritas Fraksi partai Golkar Imam Munandar Gubernur Provinsi Riau Incamben kalah dalam pemilihan yang di lakukan oleh DPRD Provinsi Riau oleh calon pendampingnya Ismail Suko.
Pristiwa Pilkada Provinsi Riau ini sempat menggegerkan Indonesia. Suharto memanggil Ismail Suko ke Istana dan memerintahkan supaya mundur dari pencalonan Gubernur Provinsi Riau yang telah di menangkan nya. Jabatan Gubernur Provinsi Riau di serahkan kepada Imam Munandar yang kalah dalam Pilkada. Namun di tengah perjalanan masa tugasnya sebagai Gubernur Provinsi Riau ke dua priode Iman Munandar meninggal dunia karena sakit.
Pilkada Provinsi Riau di zaman Orde Baru tercatat dalam sejarah yang kelam dalam pelaksanaan Pilkada yang di pilih oleh DPRD. Beranikah para anggota DPRD yang kini telah di beri wewenang untuk melakukan Pilkada bersikap seperti anggota DPRD yang telah memenangkan Ismail Suko yang hanya sebagai calon pendamping Imam Munandar?, memang semuanya terpulang kepada anggota DPRD itu.
Akan tetapi jika mengingat dari prilaku anggota DPRD kita saat ini, hal tersebut jauh panggang dari api. Terkecuali jika memang calon Kepala Daerah dari jalur indevenden itu, adalah orang yang tajir, dan siap untuk memberi imbalan berapapun yang di minta asalkan dia di menangkan, kemungkinan Pristiwa Pilkada Provinsi Riau antara Imam Munandar dan Ismail Suko akan terulang kembali.
Undang Undang Pilkada di pilih oleh DPRD adalah merupakan bentuk pengkebirian terhadap hak hak calon Kepala Daerah dari jalur indevenden. Para calon Kepala Daerah dari jalur indevenden tentu akan menjadi korban jika punya ke inginan untuk maju mencalonkan dirinya untuk menjadi Kepala Daerah melalui Pilkada yang di pilih oleh DPRD.
Maka oleh karena itu Undang Undang Pilkada dipilih oleh DPRD perlu untuk di revisi. Peserta Pilkada dari calon perseorangan perlu untuk di hapus. Karena point ini dapat menjebak masyarakat yang punya keinginan untuk mencalonkan diri menjadi Kepala Daerah dari jalur Indevenden, yang tidak mungkin dipilih oleh DPRD.
Dan bagi masyarat yang punya niat untuk maju di Pilkada melalui jalur indevenden, urungkanlah niat. Sekalipun dalam pencalonan memenuhi persyaratan dan di loloskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tapi apalah gunanya di Lembaga Legeslatif di kalahkan. Tentu untuk menuju ke Pilkada bukan sedikit uang yang akan habis. Lebih baiklah uang itu di pergunakan untuk menambah amal ibadah, dari pada terbuang sia sia. Karena inilah bentuk Demokrasi kita.
Sumber : http://ift.tt/1wuDaCE