Suara Warga

Strategi Jokowi-JK dalam Pemerintahannya

Artikel terkait : Strategi Jokowi-JK dalam Pemerintahannya

Pelantikan jokowi-Jk tinggal menunggu hari, bagi pengamat politik ekonomi, peristiwa tersebut menjadi sangat penting menjadi batu ujian, seberapa tepat prediksi hasil hitungannya, kejadian yang akan menyertai sebelum peristiwa tersebut dan sesudahnya.

Para pengamat politik dengan analisanya, baik hasil yang wajar atau menurut lazimnya, maupun yang tak terduga, disajikan dalam hasil kemungkinan pasangan Jokowi-Jk pada sebelum dan sesudah pelantikannya, berhasil menggaet sebagian kekuatan koalisi MP, atau malah sebaliknya semakin menguatnya soliditas KMP. Ada banyak kemungkinan yang baru dapat diketahui setelah pelatikan Presiden. Itupun jika dalam proses pelantikannya juga tidak mengalami hambatan. Sebenarnya yang paling mudah diterka adalah, Pemerintahan Jokowi-JK, kemungkinan besar tidak akan mulus dalam perjalanan roda pemerintahannya.

Dari hasil analisa sementara yang wajar berbagai kalangan pengamat politik, adalah, pemerintahan Jokowi-JK dalam menjalankan kebijakannya akan menghadapi banyak batu sandungan. Besarnya batu sandungan yang mengganjal dalam menjalankan roda pemerintahan Jokowi-Jk, bergantung seberapa besar usaha-usaha Jokowi memperkecil friksi antara koalisi IH dengan koalisi MP. Namun sebenarnya koalisi IH, tidak sekedar menghadapi koalisi MP yang ditobang 5 partai pendukungnya, tetapi bahkan yang paling sulit untuk menduga-duga sebenarnya kearah mana Partai Demokrat dengan SBY-nya, akan menapakan kedua kakinya.

Telah diketahui bahwa, keberhasilan Koalisi Merah Putih (KMP) yang didukung oleh lima partai politik yaitu Gerindra, Golkar, PAN, PPP dan PKS dengan jumlah perolehan 292 kursi menduduki kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah berhasil memenangkan berturut-turut, mulai dari pengesahan revisi UU MPR, DPR,DPRD dan DPD (MD3), pengesahan RUU Pilkada, hingga pemilihan paket pimpinan di DPR.

Apa dampak yang dapat ditimbulkannya oleh peristiwa tersebut, terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang hanya didukung empat parpol, yakni PDI Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura dengan total memiliki 207 kursi? Apalagi Demokrat yang memiliki 61 kursi, benar-benar menjadi penyeimbang dengan melakukan walkout ketika pengesahan RUU Pilkada digelar di DPR. Dengan timbulnya peristiwa tersebut diatas, jelas akan berdampak langsung pada pemerintahan Joko Widodo, yaitu dapat mengganjal kebijakan-kebijakan strategis pemerintahan Jokowi-JK.

Jokowi akan menghadapi cobaan berat saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia nantinya, bukan hanya karena koalisi Merah Putih akan mempersulit kebijakan-kebijakan Jokowi tetapi juga mendikte kebijakan Jokowi-JK. Untuk menjalankan kebijakan yang pro rakyat saja KM tidak serta merta membukakan pintu kepada koalisi IH dengan mudah, tetap harus melalui perdebatan yang cukup memakan waktu. Kalaupun pada akhirnya mendapat persetujuan KMP. Itu artinya Jokowi-JK dan koalisi rampingnya seperti kerbau dicucuk hidungnya.

Apalagi kebijakan yang selalu mendapat reaksi negatif dari sekelompok masyarakat, tanpa memandang apakah itu baik untuk rakyat dan negara atau tidak. Misalnya saja soal anggaran dan kenaikan harga BBM. Kesulitan lain yang akan dirasakan oleh Jokowi adalah ketika akan mengajukan usulan calon Panglima TNI maupun Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Apalagi, kedua jabatan strategis tersebut wajib melalui uji kelayakan yang dilakukan DPR, calon-calon Panglima TNI maupun Kapolri diajukan oleh Mabes TNI maupun Mabes Polri kepada presiden. Kepala negara pun diwajibkan memilih salah satu dari beberapa calon yang diajukan, kemudian nama tersebut diserahkan melalui DPR untuk diuji.

Jokowi berhasil tampil menjadi pimpinan nasional itu, dalam suasana yang heroik, berbeda dengan lahirnya kepemimpinan Nasioanl periode Habibie, Gus Dur, SBY dan bahkan dengan Megawati sekalipun. Semangat aura politiknya sedemikian menggelora, menjadi kesatuan semangat yang melahirkan dukungan publik yang sangat luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari partisipasi rakyat mulai dari tingkatan paling bawah, pedagang kakilima, pengojek, pengamen, tukan becak, sampai kelas menengah ke atas, para seniman dengan suka rela memberikan sumbangsih sebagian pendapatan mereka untuk diberikan kepada Jokowidodo agar dipergunakan sebagai biaya-biaya berkampanye. Suatu semangat ikut berkorban, dari hati rakyat yang belum pernah ditunjukan semasa SBY sampai dengan masa Megawati. Beliau bagaikan magnet, menarik semua kekuatan-kekuatan dan menyeruak keatas dan menjadikan himpunan kekuatan dahsyat yang selama ini tenggelam oleh ketidak pedulian,

Ditilik dari perjalanan karier kepemimpinnnya, Presiden terpilih Joko Widodo memiliki kemampuan tinggi serta strategi cerdas menghadapi arus Koalisi Merah Putih di parlemen pada pemerintahan baru mendatang. Jokowi telah memiliki pengalaman dalam menghadapi fraksi-fraksi di DPR lalu apakah yang dapat dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK, dalam menjalankan tugas-tugas kepemerintahan dan tugas-tugas kenegaraannya, agar berjalan dengan baik bahkan menorehkan prestasi. Memang pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Namun sebagai referensi kita boleh menengok kebelakang sejenak.

Bukankah Jokowidodo telah membuktikan keberhasilannya dengan gemilang, seperti yang beliau jalankan ketika menjadi Walikota Solo selama dua periode, serta ketika menjadi Gubernur DKI selama 2 tahun? Bukankah kekuatan parlemen yang mendukung Jokowidodo kala itu juga dalam posisi yang tidak berimbang? Jokowi hanya mendapat porsi dukungan tidak lebih dari 15 %? Lalu kenapa Jokowi malah mampu, mengukir prestasi yang mendunia di Solo? Pada kondisi yang sama di DKI Jakarta juga demikian? Bagai sebuah kisah Daud (Davidh) melawan Jalut (Goliath), Jalut yang bertubuh tinggi besar dan perkasa. berhasil dibunuhnya oleh Daud (Davidh) yang hanya bersenjata ketapel berpeluru tiga buah batu yang dapat berbicara, meluncur ke kepala Jalut hingga menewaskannya.

Kini keadaannya tidak jauh berbeda, bedanya hanya pada luas wilayah kekuasaan dan tanggung jawabnya saja, akan tetapi substansinya sama saja.Masa kepemimpinan Jokowidodo selama 5 tahun kedepan akan merupakan batu ujian sekaligus sebagai eksperimen politik. Jokowi mencoba membuka banyak pintu lebar-lebar, sebanyak pintu Al Haram, merupakan kerja sama yang bermartabat dengan syarat tidak ada lagi bagi-bagi kursi, salah satu sebagai ekperimen politik strategis-nya. Untuk selanjutnya pemerintahan Jokowi, perlu melakukan langkah-langkah Strategi cerdas lainnya:

Petama: Jokowi mencoba untuk tidak lagi fokus pada koalisi partai IH maupun koalisi MP dan si ular kepala dua Demokrat, tetapi Jokowi mencoba menekankan koalisi terhadap rakyat, ini merupakan eksperimen politiknya Jokowi yang tidak asing lagi dilakukannya, bahkan kali ini lebih dipertajam, yang demikian itu akan berpeluang menjadi kekuatan besar kepemimpinannya, yang disebut koalisi terhadap rakyat

Kedua: Pemerintahan Jokowidodo tetap memprioritaskan program-program pro-rakyat, dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah meningkat. Berkenaan dengan

Ketiga: Pemerintahan Jokowi harus memegang teguh pernyatannya, agar kabinet Jokowi bukanlah kabinet koalisi atau kabinet bagi-bagi kursi yang memberatkan pemerintahan. Jokowi harus konsisten, bahwa pembentukan Kabinet yang dijanjikan mengutamakan menteri-menteri dari kalangan professional. Bila konsistensi dapat dipegang, maka akan muncul dukungan dari sermua kalangan baik dari pro koalisi IH, maupun pro koalisi MP.

Keempat: Kerja sama dengan koalisi MP maupun Demokrat tetap perlu dilakukan dengan bijaksana, hal itu mengingat sistem pemerintahan di Indonesia tidak secara murni menganut sistem presidensial, akan tetapi sesekali waktu juga menerapkan sistem parlementer. Peluang kerja sama antara Jokowi dengan partai-partai pendukung Prabowo-Hatta masih memungkinkan terbuka lebar setelah pelantikan Jokowi-JK, namun dengan ramuan-ramuannya yang berbeda, artinya Jokowi tidak lagi orang partai, Jokowi bukan lagi PDIP atau koalisi IH, tetapi Jokowi koalisi rakyat , yang berpihak kepada semua rakyat di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali, mulai dari si Naya, si Suta, Iyem, baik yang berasal dari pendukungnya MP, Demokrat, maupun pendukung IH.

Kelima: Pemerintahan Jokowi harus tetap merangkul kepala daerah tanpa memandang partai pengusung jika pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung diganti dengan pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Artinya seruan nurani akan melampui batas sempit partai yang sedang diskenariokan oleh segelintir elit politik. Sifat orang Indonesia tidak fanatik secara politik, sifat-sifat kerakyatannya masih lebih menonjol. Misalnya Ridwan Kamil atau Bima Aria, dan masih banyak lagi kepala daerah yang lebih condong kepada kepentingan rakyat, dari pada untuk segelintir orang tertentu.

Keenam: Pemerintahan Jokowi harus selalu menjalin silahturahmi politik, bukan sebagai petugas partai, tetapi merupakan komunikasi antara Pemerinta RI dengan petinggi partai-partai politik, terutama yang mempunyai basis masa cukup besar, seperti PAN, PPP, bukan dalam rangka koalisi, tetapi dalam rangka kepentingan bangsa dan Negara (Pertemuan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa dengan presiden terpilih Jokowidodo, intensif dilakukan).

Ketujuh: Pemerintahan Jokowi harus Jaga stabilitas Negara, salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi politik dan komunikasi budaya dengan melibatkan seluruh unsur pendukung stabilitas, ABRI, POLRI, Agamawan, Budayawan, Tokoh Masyarakat setempat, dalam kerangka ke-Bhinneka Tunggal Ika yang pelaksanaannya diselaraskan dengan semangat otonomi daerah. Memberikan peningkatan kesejahteraan kepada para abdi Negara yang bertugas jauh diperbatasan.

Kedelapan: Jokowidodo harus dapat mendorong PDI-P, khususnya kepada struktural pengurus pusat partai dan kader-kadernya yang potensial, agar mampu menjadi motor penggerak untuk mencairkan ketegangan politik di parlemen. PDI-P harus terus didorong melakukan lobi politik agar keluar dari zona pengkubuan, mengoptimalkan lobi dan komunikasi dengan seluruh anggota DPR dari lintas fraksi. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri juga ia sarankan melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, komunikasi terbuka pasti semuanya jadi cair.

Kesembilan: Mempertahankan gaya dan sifat kepemimpinan Jokowidodo, sebagai seorang yang merespon dengan gaya lembut tidak meledak-ledak, selau menerima kritik pedas dengan senyuman, selalu memberi petunjuk kepada bawahannya denangan sabar, memaafkan merelakan walau dihina dicaci-maki, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, sederhana, rendah hati, lemah lembut, dan jujur.

Tulisan diatas secara tersirat, dapat dibaca bahwa Jokowidodo, dalam 1 tahun pertama pemerintahannya, akan mengalami sidikit saja kerikil sandungan, bukan batu sandungan, mana kala Jokowi segera melakukannya apa yang disebutkan diatas sebagai Strategi cerdas ala Jokowi.

Tetap selalu dalam siaga dan kewaspadaan kemungkinan yang dapat terjadi yang datang dari luar IH, ada dua kemnungkinan yang perlu diwaspadai. Sebagai kopalisi MP yang pernah kalah dalam persaingan dalam PILPRES, pada hakekatnya usaha intervesi untuk melakukan ganjalan-ganjalan sebenarnya jauh lebih mudah dibaca, tujuan dan seberapa besar pengaruh negatifnya terhadap jalannya pemerintahan Jokowi, ketimbang intervensi yang datang sembunyi-sebunyi (disguised intervene), seperti sedikit disinggung diatas Partai Demokrat dengan SBY-nya, dimana akan menapakan kedua kakinya, lebih mengkhawatirkan lagi untuk kedepannya, hanya dengan menebak-nebak, mana kepala yang mana ekornya, seperti ular berkepala dua.



Referensi:

1.Kompas.com

2.Beritasatu.com

3.Merdeka.com

tribunnews.com




Sumber : http://ift.tt/1rUkUzw

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz