Suara Warga

Relawan Jokowi Tolak Demokrasi Gara-gara SBY?

Artikel terkait : Relawan Jokowi Tolak Demokrasi Gara-gara SBY?

Judul di atas mengilustrasikan kegagalan saya dalam memahami sikap kelompok tertentu yang men-judge Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) anti demokrasi, hanya gara-gara tarik menarik RUU Pilkada. Hanya gara-gara itu lalu keberhasilan SBY menjaga demokrasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir seolah tidak ada nilainya, tidak mendapat penghargaan.

Padahal salah satu produk dari demokrasi yang berhasil dijaga SBY adalah lahirnya sang panutan presiden terpilih Joko Widodo. Mengapa saya sebut Jokowi sebagai panutan, karena saya merujuk kepada relawan Jokowi yang malah menolak ajang pertemuan demokrasi tingkat dunia yang diselenggarakan 7-9 Oktober di Bali bertajuk Bali Democracy Forum (BDF). Silakan baca: http://ift.tt/10TTLCN

“Sebagai penyokong demokrasi, kami tidak boleh membiarkan BDF berlangsung. Kami akan unjuk rasa menghadang para peserta, supaya mereka langsung angkat koper dan meninggalkan arena,” ujar Ketua DPP Bidang Aksi, Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Syafti Hidayat.

Apakah mereka tidak lupa bahwa di era SBY, panutan mereka Jokowi mengikuti empat kali pesta demokrasi yang begitu demokratis (Pilkada Solo dua kali, Pilgub Jakarta, dan Pilpres 2014). Saya ingin bertanya apakah mungkin lahir pemimpin seperti panutan Anda jika SBY sebagai presiden mengekang demokrasi, gagal membangun demokrasi? Apakah mungkin Anda-Anda itu bisa berkoar-koar seenaknya mencaci Presiden SBY, jika demokrasi di era ini tidak kondusif?

Coba perhatikan bahasanya Syafti Hidayat ini! “Penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) hanya membuktikan SBY memang raja munafik,” tegas Syafti Hidayat. Kira-kira bagaimana nasib dia yang berani mencaci maki Presiden SBY, andai saja SBY bukan seorang yang demokratis?

Maunya apa??

Saya bingung dengan Syafti dan Bara JP ini. Masak lalu gara-gara satu kasus RUU Pilkada lalu disimpulkan SBY anti demokratis. Padahal SBY sejak awal juga komit dengan Pilkada langsung. Perppu Pilkada pun SBY yang mengajukan sebagai solusi dan bukti bahwa ia secara pribadi mendukung pilkada langsung.

Sudah begitu, apa kata Syafti? Dengan gagah dia bilang SBY tak perlu mengeluarkan Perppu dan lalu merasa berjasa. “Tanpa Perppu, UU Pilkada via DPRD pasti batal di meja Mahkamah Konsitutusi (MK), maka SBY jangan merasa berjasa,” katanya.

Disimpulkan oleh Syafti Hidayat bahwa dengan semua dosa demokrasi SBY, maka BDF tidak relevan dilaksanakan. Indonesia malah akan bertambah malu, ada forum demokrasi semacam BDF yang diadakan perampas hak politik rakyat.

Hebatnya lagi, dengan menolak BDF mereka mencoba memberi malu kepada Presiden SBY karena BDF dihadiri pula oleh tiga kepala pemerintahan negara sahabat yaitu Presiden Filipina Benigno Aquino III, Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao, dan Sultan Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah.

Saya tak habis pikir, kelompok relawan yang selama ini menggembar-gemborkan demokrasi menolak forum pengembangan demokrasi dengan alasan SBY anti demokrasi, buktinya satu kasus tarik-menarik RUU Pilkada!!!!

Ente semua payah!!!




Sumber : http://ift.tt/1CXmzI5

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz