Bersyukurlah Masih Ada KMP!
Akhir-akhir ini rakyat sedang “dipaksa” menonton sebuah opera sabun tentang dua kubu yang saling berseteru. Seolah negeri ini hanya tentang mereka. Tentang politik, tentang kursi, dan tentang mengubah apa yang baik menjadi “lebih baik” versi salah satu kubu. Memang harus disadari kalau dunia politik saat ini sedang naik panggung. Dari mulai obrolan warung kopi hingga percakapan sehari-hari di kantor tak pernah lepas dari kisah perseteruan dua kubu ini. Tapi, coba lihat sisi positifnya. Sejak pilpres lalu misalnya, partisipasi pemilih naik melebihi pilpres lima tahun sebelumnya. Bahkan, hingga saat ini hampir semua orang bisa “ngomong” politik. Ketika di angkutan umum sehari-hari menuju kantor, ada seorang ibu yang sedang mengobrol dengan teman sebelahnya juga bicara tentang politik. Tentang satu kubu yang seolah “tak tahu malu”, “pendendam”, dan berbagai hal negatif lain yang disampaikannya. Teman sebelahnya tampak manggut-manggut setuju sambil juga menimpali dengan kata-kata “tak mau terima kalah”, “tak legowo”, dan lain sebagainya. Belakangan, ketika si temannya turun, barulah saya paham bahwa mereka sebenarnya tak saling kenal. Obrolan politik telah membuat keduanya akrab. Bisa bicara lepas padahal hanya dua orang ibu-ibu. Yang satunya bahkan membawa bakul jamu dan turun di terminal untuk menjajakan jamunya.
Tapi, apakah salah satu kubu yang dimaksud salah seorang ibu di angkot tadi sedemikian negatifnya? Sudahlah, kita sudah tahu apa nama kubu itu. Ya betul, kubu itu bernama KMP. Sulit mencari hal positif ketika orang mulai membicarakan tentang KMP. Di Kompasiana misalnya, singkatan KMP pun sudah berubah menjadi Koalisi Mabuk Permanen. Lalu, akankah kita akan ikut-ikutan berpikir negatif?
Huhh… (tarik nafas, mencoba memasukkan aura positif), saya mencoba merumuskan beberapa hal berikut supaya tulisan ini sesuai dengan judulnya:
Apalagi ya? Oh iya, saya lampirkan juga satu gambar dimana para tokoh KMP sedang memanjatkan doa. Mereka semua tampak khusyuk dalam gambar itu. Artinya, kita bersyukur masih ada KMP karena mereka masih berdoa. Entah masih-masing isi doanya apa saya sendiri tidak tahu. Mungkin ada yang berdoa supaya tidak harus membayar sisa ganti rugi lumpur, mungkin ada yang berdoa semoga kasus dana haji dihentikan saja, dan mungkin ada juga yang berdoa supaya hutang pabrik kertasnya bisa segera dilunasi. Yah, intinya bersyukurlah bahwa mereka masih berdoa. Mereka adalah tokoh pemimpin bangsa yang patut ditiru dari sisi kekhusyukan doanya.
Koalisi Merah Putih. Sumber: okezone.com
Hmm…. (aura negatif kembali masuk..) sebaiknya segera saya sudahi artikel ini. Semoga bermanfaat bagi kompasianer sekalian. Salam Persatuan Indonesia!
Sumber : http://ift.tt/1xsb0pj
Tapi, apakah salah satu kubu yang dimaksud salah seorang ibu di angkot tadi sedemikian negatifnya? Sudahlah, kita sudah tahu apa nama kubu itu. Ya betul, kubu itu bernama KMP. Sulit mencari hal positif ketika orang mulai membicarakan tentang KMP. Di Kompasiana misalnya, singkatan KMP pun sudah berubah menjadi Koalisi Mabuk Permanen. Lalu, akankah kita akan ikut-ikutan berpikir negatif?
Huhh… (tarik nafas, mencoba memasukkan aura positif), saya mencoba merumuskan beberapa hal berikut supaya tulisan ini sesuai dengan judulnya:
- Kita harus bersyukur masih ada KMP karena berhasil memenangkan banyak kursi kepemimpinan parlemen. Artinya, pemerintahan akan diawasi dengan baik bahkan akan sangat “terlalu baik” sehingga presiden yang telah kita pilih akan cenderung bekerja dengan lebih baik. Bukan menjadi presiden yang suka curhat dan akhirnya menciptakan beberapa lagu.
- Kita harus bersyukur masih ada KMP karena mereka telah meloloskan Undang-undang tentang Pilkada tak langsung. Artinya, kepala daerah akan dipilih oleh DPRD, bagi-bagi kursi akan terjadi, dan politik suap-menyuap anggota DPRD akan makin marak dan akhirnya pekerjaan KPK akan tambah banyak (kalau KPK nggak jadi dibubarkan KMP ya…). Mata rakyat akan semakin terbuka dan bisa melihat siapa sesungguhnya KMP ini. Meminjam kata salah satu tokoh KMP ketika Undang-undang ini berhasil digolkan: “Kita amankan…” (Amankan dan bocor adalah kata yang jadi ciri khas tokoh ini), marilah kita berharap bahwa memang tokoh yang akan mereka pilih sebagai pemimpin adalah tokoh yang amanah dan tetap peduli pada suara rakyat. Apakah itu mungkin? Sebagai rakyat yang menjunjung Pancasila lewat sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, segala hal itu tetap mungkin. Tuhan tak pernah tidur, kata salah seorang sastrawan.
- Kita harus bersyukur masih ada KMP dan harus terus berharap agar KMP tetap solid sampai akhir masa jabatan presiden dan wakil presiden terpilih. Artinya, kedua kubu kemungkinan besar akan bertemu lagi dalam arena pilpres dan di situ mata rakyat pasti sudah lebih terbuka. Saya pribadi turut mendoakan agar KMP tetap solid sampai akhir masa jabatan presiden dan wapres Jokowi-JK.
Apalagi ya? Oh iya, saya lampirkan juga satu gambar dimana para tokoh KMP sedang memanjatkan doa. Mereka semua tampak khusyuk dalam gambar itu. Artinya, kita bersyukur masih ada KMP karena mereka masih berdoa. Entah masih-masing isi doanya apa saya sendiri tidak tahu. Mungkin ada yang berdoa supaya tidak harus membayar sisa ganti rugi lumpur, mungkin ada yang berdoa semoga kasus dana haji dihentikan saja, dan mungkin ada juga yang berdoa supaya hutang pabrik kertasnya bisa segera dilunasi. Yah, intinya bersyukurlah bahwa mereka masih berdoa. Mereka adalah tokoh pemimpin bangsa yang patut ditiru dari sisi kekhusyukan doanya.
Hmm…. (aura negatif kembali masuk..) sebaiknya segera saya sudahi artikel ini. Semoga bermanfaat bagi kompasianer sekalian. Salam Persatuan Indonesia!
Sumber : http://ift.tt/1xsb0pj