PNS poligami dipersyaratkan, Apanya yang salah?
Beberapa hari belakangan ini, pemberitaan terkait poligami bagi PNS ramai digemborkan oleh media massa, cetak maupun elektronik, baik lokal maupun nasional. Seperti melempar gula ke tengah kerumunan semut, berita ini rame diperbincangkan publik dan perhatian tertuju ke salah satu kabupaten di ujung timur pulau Lombok, Kabupaten Lombok Timur.
Pemicunya tak lain adalah kebijakan Bupati setempat H. Moch. Ali Bin Dachlan yang mensyaratkan bagi PNS yang akan berpoligami membayar kontribusi sebesar Rp. 1 juta rupiah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati no. 26 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah no. 3 Tahun 2013 tentang Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Akibat kebijakan tersebut, dirinya menuai banyak kritikan pedas, bahkan hujatan dari masyarakat, seperti salah pernyataan salah seorang aktivis perempuan Baiq Zulhiatina dari Mataram,
“Bagaimana bisa ketidak adilan perempuan menjadi potensi daerahnya. Apakah tidak ada potensi lain yang bisa dijadikan sebagai PAD?” (kompas.com)
Jika ditelusuri, tak ada yang salah dengan kebijakan tersebut. Tanggapan negatif ini dipicu oleh adanya mis komunikasi antara media massa dengan publik selaku konsumen, berita yang sepotong bisa menimbulkan interpretasi yang berlainan dengan maksud sebenarnya, misalkan seperti running text pada sebuah televisi swasta yang menyatakan, “di Lombok Timur, PNS poligami cukup bayar 1 juta,”
Bagi sebagian masyarakat yang belum mengetahui aturan akan berasumsi bahwa begitu mudahnya melakukan poligami bagi PNS di Kabupaten Lombok Timur.
Lalu salahnya dimana?
Aturan Poligami bagi PNS telah diatur dalam PP No. 45 Tahun 1990 Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan bahwa izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya diberikan oleh pejabat apabila memenuhi sekurang-sekurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini.
Adapun yang menjadi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah (a) isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; (b) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau (c) isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Sedangkan syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah (a) ada persetujuan tertulis dari isteri; (b) pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan (c) ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anaknya. Kesimpuannya secara aturan PNS boleh berpoligami namun dengan syarat tertentu.
Dalam Peraturan Bupati Lombok Timur no. 26 Tahun 2014 telah ditetapkan berbagai jenis pungutan di luar pajak dan retribusi, sebagai payung hukum atas berbagai bentuk pengenaan pungutan, baik dalam bentuk sumbangang, kontribusi dan lainnya dalam berbagai pengurusan, termasuk pengurusan bidang kepegawaian.
Dalam pasal 3 huruf h perbup tersebut, diatur tentang kontribusi atas pengurusan kepegawaian, antara lain menetapkan kewajiban membayar kontribusi sebesar Rp. 1 juta bagi PNS pria yang telah mendapat izin untuk beristeri lebih dari satu alias berpoligami. Juga menetapkan besar pungutan dalam pengurusan kepegawaian seperti perceraian dan lainnya.
Izin bagi PNS pria untuk beristeri lebih dari seorang “hanya dapat” diberikan apabila persyaratan sebagaimana tertuang dalam PP no. 45 Tahun 1990 telah dipenuhi. Diwajibkannya membayar Rp. 1 juta adalah syarat tambahan dan lebih memberatkan, bukan semata-mata untuk menambah pundi PAD.
Faktanya , satu bulan pasca berlakunya peraturan tersebut belum ada satu pun PNS yang mengurus izin berpoligami, sehingga aturan tersebut menunjukkan bentuk perlindungan terhadap isteri para PNS. Sekali lagi untuk memperjelas, izin berpoligami bagi PNS di Kabupaten Lombok Timur diberikan bukan lantaran membayar satu juta rupiah. Pengenaan kontribusi tersebut juga untuk mencegah adanya pungutan liar terkait pengurusan kepegawaian.
Langkah Ali Bin Dachlan tersebut sangatlah tepat dan solutif sehingga patut dicontoh oleh pembuat kebijakan. Bupati Ali Bin Dachlan telah menunjukkan keberpihakan yang lebih pada perempuan, justru syarat poligami bagi PNS di Lombok Timur-lah yang paling berat se-Indonesia. (Ridho)
Sumber : http://ift.tt/1paq7if
Pemicunya tak lain adalah kebijakan Bupati setempat H. Moch. Ali Bin Dachlan yang mensyaratkan bagi PNS yang akan berpoligami membayar kontribusi sebesar Rp. 1 juta rupiah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati no. 26 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah no. 3 Tahun 2013 tentang Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Akibat kebijakan tersebut, dirinya menuai banyak kritikan pedas, bahkan hujatan dari masyarakat, seperti salah pernyataan salah seorang aktivis perempuan Baiq Zulhiatina dari Mataram,
“Bagaimana bisa ketidak adilan perempuan menjadi potensi daerahnya. Apakah tidak ada potensi lain yang bisa dijadikan sebagai PAD?” (kompas.com)
Jika ditelusuri, tak ada yang salah dengan kebijakan tersebut. Tanggapan negatif ini dipicu oleh adanya mis komunikasi antara media massa dengan publik selaku konsumen, berita yang sepotong bisa menimbulkan interpretasi yang berlainan dengan maksud sebenarnya, misalkan seperti running text pada sebuah televisi swasta yang menyatakan, “di Lombok Timur, PNS poligami cukup bayar 1 juta,”
Bagi sebagian masyarakat yang belum mengetahui aturan akan berasumsi bahwa begitu mudahnya melakukan poligami bagi PNS di Kabupaten Lombok Timur.
Lalu salahnya dimana?
Aturan Poligami bagi PNS telah diatur dalam PP No. 45 Tahun 1990 Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan bahwa izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya diberikan oleh pejabat apabila memenuhi sekurang-sekurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini.
Adapun yang menjadi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah (a) isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; (b) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau (c) isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Sedangkan syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah (a) ada persetujuan tertulis dari isteri; (b) pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan (c) ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anaknya. Kesimpuannya secara aturan PNS boleh berpoligami namun dengan syarat tertentu.
Dalam Peraturan Bupati Lombok Timur no. 26 Tahun 2014 telah ditetapkan berbagai jenis pungutan di luar pajak dan retribusi, sebagai payung hukum atas berbagai bentuk pengenaan pungutan, baik dalam bentuk sumbangang, kontribusi dan lainnya dalam berbagai pengurusan, termasuk pengurusan bidang kepegawaian.
Dalam pasal 3 huruf h perbup tersebut, diatur tentang kontribusi atas pengurusan kepegawaian, antara lain menetapkan kewajiban membayar kontribusi sebesar Rp. 1 juta bagi PNS pria yang telah mendapat izin untuk beristeri lebih dari satu alias berpoligami. Juga menetapkan besar pungutan dalam pengurusan kepegawaian seperti perceraian dan lainnya.
Izin bagi PNS pria untuk beristeri lebih dari seorang “hanya dapat” diberikan apabila persyaratan sebagaimana tertuang dalam PP no. 45 Tahun 1990 telah dipenuhi. Diwajibkannya membayar Rp. 1 juta adalah syarat tambahan dan lebih memberatkan, bukan semata-mata untuk menambah pundi PAD.
Faktanya , satu bulan pasca berlakunya peraturan tersebut belum ada satu pun PNS yang mengurus izin berpoligami, sehingga aturan tersebut menunjukkan bentuk perlindungan terhadap isteri para PNS. Sekali lagi untuk memperjelas, izin berpoligami bagi PNS di Kabupaten Lombok Timur diberikan bukan lantaran membayar satu juta rupiah. Pengenaan kontribusi tersebut juga untuk mencegah adanya pungutan liar terkait pengurusan kepegawaian.
Langkah Ali Bin Dachlan tersebut sangatlah tepat dan solutif sehingga patut dicontoh oleh pembuat kebijakan. Bupati Ali Bin Dachlan telah menunjukkan keberpihakan yang lebih pada perempuan, justru syarat poligami bagi PNS di Lombok Timur-lah yang paling berat se-Indonesia. (Ridho)
Sumber : http://ift.tt/1paq7if