Suara Warga

Menjawab Tantangan Jonru: Melapor ke Polisi

Artikel terkait : Menjawab Tantangan Jonru: Melapor ke Polisi


Bismillahirrahmanirrahim.


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada yang tidak berkenan dalam tulisan saya ini. Anda berhak untuk menghentikan membaca. Sekali lagi, saya mohon maaf…



Mungkin hari itu adalah hari yang dinanti-nantikan bagi tidak banyak orang. Saya melihat Jonru menggunakan baju putih seperti yang dipakai para menteri Kabinet Kerja waktu lalu. Bedanya, pakaian Jonru lebih rapi. Ujung bajunya dimasukkan ke dalam celana bersabuk, dan sisiran (sekali lagi sisiran bukan sirsiran!) rambutnya perlente (sekali lagi perlente bukan parlente!). Jonru menghadap Jokowi, orang yang selama ini dia bully hampir tiap hari. Kecuali hari libur, saat dia mengisi pelatihan atau memang sedang liburan.


Jonru… Iya… Jonru… (meniru gaya Dodit Prasetyo). Jonru lengkap dengan kumis dan jenggot serta wajah yang ‘banyak-sekali-yang-ingin-saya-tulis-lebih-dari-yang-sudah-saya-tulis.’ Tapi di hadapan Jokowi, dia terdiam. Namun di balik diamnya itu, nampak samar-samar kerutan yang menandakan masih tingginya idealisme yang dia miliki. “Aku nggak takut sama kamu. Lha wong kita sama-sama makan nasi.” Mungkin itu yang bisa saya tangkap dari menterjemahkan ekspresi wajahnya, berdasarkan ilmu yang saya pelajari dalam kitab at-ta’awwur (baca: ngawur!).


Tak lama kemudian, saya terbangun. Eladalah…. Ternyata cuma mimpi! Tapi aneh. Kenapa tiba-tiba saya mimpi Jonru? Ada apa gerangan? Kebetulankah? Saya rasa tidak! (meniru gaya Bernie Kropp dalam The Incredibles).


Lalu saya pun membuka fanpage Jonru (sebuah kegiatan yang hampir tidak pernah saya lakukan). Ya. Saya nyaris tidak pernah menelusuri fanpage Jonru. Saya memang nge-like fanpagenya, tapi tidak pernah sampai menelusuri. Saya memang sering share status-statusnya, tapi itu pun sebatas status yang memang sudah di-share oleh fansnya Jonru (kalau fansnya JKT48 disebut WOTA, lalu fansnya Jonru disebut apa ya?).


Lambat laun saya mulai memahami mengapa tadi malam Jonru hinggap dalam mimpi saya. Saya jadi teringat tentang tulisan saya yang pertama waktu itu. Ada kata-kata ‘bersambung jika diperlukan.’ Mungkin ini saatnya saya menyambung tulisan tersebut.


Ternyata ada yang super-sekali di dalam fanpagenya. Jonru mengadakan swayamwara dalam rangka mencari jodoh buat anaknya:



Jika memang benar saya provokator, tukang fitnah, pemecah belah bangsa, coba laporkan saja ke polisi, disertai bukti-bukti yang kuat.



Wow! Super sekali! (meniru gaya Om Mario Teguh). Orang yang berani mengeluarkan statement seperti itu, di muka bumi ini hanya bisa dihitung dengan kalkulator 12 digit lho…


Dalam waktu satu detik, terlintas niat untuk melaporkan Jonru ke kantor polisi. Tapi langsung saya batalkan.


Bagi saya, Jonru termasuk sosok bullyer yang sangat cerdik. Gimana nggak cerdik? Dia punya kemampuan menulis di atas rata-rata (anggaplah seperti itu). Dia belajar menulis lebih banyak daripada orang yang tidak belajar menulis (ya iyalah keles…).


Cobalah sekali-sekali baca komentar setiap postingannya. Lebih banyak orang yang standing applause daripada yang mem-booooo statusnya. Kalaupun ada, pasti tidak akan bertahan lama karena akan diblokir. Saking banyaknya orang yang diblokir, sampai-sampai ada sebuah pseudo-fanpage Kamu Bertanya Jonru Memblokir, semacam barisan-sakit-hati gitu.


Maka pantas saja banyak sekali komentar positif dari status Jonru, karena memang yang ditampilkan adalah segi positifnya saja. Hal ini tidak aneh, karena sebagai penulis, Jonru juga seorang pebisnis.


Dan lagi, tidak pernah ada satu pun status Jonru yang menyudutkan pihak tertentu. Inilah kunci kesuksesan seorang bullyer semacam Jonru. Jonru, seorang yang agamis, kader PKS, tidak pernah secara verbal menuduh orang begini dan begitu. Dia pasti menunjukkan link berita ini itu. Kemudian dia mulai giring para ‘fans setia’ (maaf saya nggak tahu nama Jonru fans club) pada sebuah simpulan. Dan… #makjleb (karena #maknyus sudah terlalu mainstream). Jonru pun sukses ‘mencuci otak’ mereka.


Supaya saya tidak dikira mencuci otak, ini saya beberkan sebuah postingan dia yang masih hangat-hangat-kuku-merah-merah-jambu-lihat-pohon-pisang-kalau-berbuah-hanya-sekali (sorry saya lagi stress… jadi saya nyanyi lagu nostalgila dulu) tertanggal 29 Oktober 2014. Untuk lebih lengkapnya Anda bisa lihat sendiri di fanpagenya. Di sini, saya akan memotong TANPA MENGURANGI MAKSUD SEBENARNYA. Yang ditulis tebal adalah tulisan Jonru.



JONRU MENULIS:


Ada Pria yang Ditangkap Mabes Polri Setelah Membully Jokowi?


Berita in kemarin bikin heboh di mana-mana. “Orde baru jilid dua telah hadir!” Kata banyak orang.


Namun teman-teman sekalian, asli saya merasa SANGAT HERAN pada berita tersebut. Karena:


1. Disebutkan bahwa profesi pria tersebut adalah tukang tusuk sate. Hm… baru tahu nih, ada profesi tukang tusuk sate. Kalo tukang sate sih, saya sudah lama tahu.


TANGGAPAN SAYA:


Pada poin pertama dengan amat sangat lihai (kata lain dari licik), Jonru mulai menggiring pembaca setianya untuk sama-sama tidak percaya kalau ada profesi yang bergelar “tukang tusuk sate.” Memang, nampaknya tidak ada yang salah dalam tulisan ini. Tapi orang yang sudah terbiasa dengan brainwashing, akan memahaminya. Memangnya 5000 tahun lalu ada profesi penulis novel? Penerbit buku? Memang, teknik awal sebuah brainwashing adalah keheranan yang wajar.



JONRU MENULIS:


2. Siapa nama pria tersebut? Kok cuma inisial? Bahkan nama ibunya cuma inisial (seperti diberitakan di http://ift.tt/ZXCaJ6). Padahal ibunya kan bukan kriminal. Kok pake inisial?


TANGGAPAN SAYA:


Aneh kan? Tidak! Yang aneh itu pertanyaan Jonru. Useless question, ya know! Sudah menjadi kebiasaan pemberitaan bahwa seorang tersangka disebut hanya inisialnya saja. Kenapa ibunya ikut-ikutan dipanggil inisial padahal bukan pelaku kriminal? So what??? Emangnya kenaffa??? Kalo pake inisial kenapa dan kalo nggak pake inisial kenapa?. Brainwashing kedua: pertanyaan tidak penting.



JONRU MENULIS:


3. Mana foto si tukang tusuk sate? Kok tak pernah diperlihatkan? Foto ibunya pun tidak pernah diperlihatkan.


TANGGAPAN SAYA:


Ini masih mengenai teknik brainwashing kedua: pertanyaan tidak penting. Mungkin foto si tukang tusuk sate tidak diperlihatkan karena (mungkin lho mungkin) bisa bikin Jonru berteriak waauuw?



JONRU MENULIS:


4. Adakah contoh screenshot yang berisi perbuatan bully si tukang tusuk sate terhadap Jokowi? Kok tak pernah diperlihatkan pada beritanya?


TANGGAPAN SAYA:


Ada kasus di mana barang buktinya bisa diperlihatkan ke publik. Ada pula kasus yang barang buktinya tidak bisa diperlihatkan kepada khalayak ramai. Contohnya kasus seperti ini. Hanya orang-orang tertentu saja yang berhak melihatnya. Cobalah Anda berkaca pada diri Anda sendiri. Bagaimana perasaan Anda ketika ada foto Anda dengan wanita lain sedang berhubungan badan, tersebar di mana-mana. Dan lagi, sebenarnya itu adalah foto editan. Apakah Anda rela difitnah sekejam itu?



JONRU MENULIS:


Atau minimal tulisan-tulisannya yang berisi bully terhadap Jokowi tersebut di-copy paste ke dalam berita. Tapi sama sekali tidak ada.


TANGGAPAN SAYA:


Ini bentuk ketidaktahuan (untuk tidak menyebut kesoktahuan yang keterlaluan) seorang yang menulis buku lebih dari satu. Dia tergesa-gesa membaca berita, dan kemudian mempost ke fanpage yang berisi barisan orang-orang setia. Dia pikir bullying yang membuat seorang tukang tusuk sate sama seperti bullying yang selama ini dia lakukan.



JONRU MENULIS:


5. Pelaku katanya sudah dilaporkan sejak 27 Juli 2014. Kok baru ditangkap sekarang?


TANGGAPAN SAYA:


Kalau teknik pertama dan kedua adalah introduction to brainwashing, yang ini sudah menjurus ke arah brainwashing an sich. Setelah menggiring pembacanya untuk sama-sama “bertanya-tanya” sesuatu yang tidak penting, kemudian pembaca digiring kepada inti dari sebuah brainwashing yakni memaksa dengan ikhlas untuk percaya pada sebuah KONSPIRASI. Tujuan utama brainwashing adalah memercayai konspirasi. Dan dari pertanyaan inilah dimulai doktrinasi dengan dalil cocoklogi.


Memangnya kenapa kalo dilaporkan sejak 27 Juli dan ditangkap sekarang? Kalo langsung ditangkap, pasti pertanyaannya akan berganti: mengapa tidak dilakukan penyelidikan dulu? Dan ketika proses penyidikan dan penyelidikan berjalan sangat lama, pertanyaannya menjadi: kok baru ditangkap sekarang? Artinya, maju kena mundur kena.


Ini merupakan contoh warga negara yang tidak melek hukum. Saya prihatin. Untuk ukuran seorang penulis, tidak tahu hukum adalah, maaf seribu maaf, menghina diri sendiri.


Tidak selamanya orang yang ditetapkan menjadi tersangka sudah pasti ditahan. Tidak selamanya pula orang yang belum ditetapkan menjadi tersangka tidak ditahan. Itu semua ada pertimbangannya.


Mungkin Jonru masih sakit hati dengan peristiwa langsung ditahannya mantan presiden PKS Lutfi Hasan Ishak. Sakitnya tuh di sini…



PERTANYAAN NOMOR 6 DAN 7 SAYA SKIP KARENA SUDAH BISA DIKETAHUI TANGGAPAN SAYA.


Mohon jangan ada pertanyaan: Mengapa Yusuf Ali tidak menanggapi pertanyaan nomor 6 dan 7? Hehehe…



JONRU MENULIS:


8. Irfan Fahmi disebutkan sebagai kuasa hukum MA, si tukang tusuk sate. Hm… hebat juga ya. Tukang tusuk sate, yang katanya orangnya sangat polos, dan pasti bukan orang kaya, bisa punya kuasa hukum.


TANGGAPAN SAYA:


Satu kata: prihatin. Bukan kepada tukang tusuk sate, tapi kepada Jonru. Seorang yang, ah, lagi-lagi harus saya sebut: menelurkan beberapa karya tulis, tidak tahu menahu tentang proses peradilan hukum. Dia tidak tahu atau hanya mencoba untuk melakukan pencucian otak, bahwa setiap warga negara berhak memeroleh bantuan hukum. Tak terkecuali tukang tusuk sate. Adalah sebuah pelanggaran yang sangat berat, bila ada terdakwa yang tidak didampingi oleh pengacara. Mereka yang tidak sanggup menyewa pengacara, bisa mendapat bantuan hukum dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum).



Sudah Anda lihat kan betapa lihai dan cerdiknya si Jonru ini. Dengan memanfaatkan kepolosan penggemarnya, dia giring mereka untuk memercayai sebuah konspirasi Dajjal.



Kecerdikan Jonru yang patut diacungi jempol adalah pemilihan kata-katanya yang amat sangat hati-hati. Hampir tanpa cela. Dia begitu rapi memilah dan memilih kata sehingga tidak seorang pun yang bisa protes terhadap bullying yang dia lakukan.



Masih ingat bagaimana dia membully Jokowi waktu akan bikin kabinet? Dia tidak yakin konsep koalisi tanpa syarat yang didukung Jokowi. Kemudian muncullah nama Maruarar Sirait masuk dalam bursa kabinet Kerja. Siapa yang nggak kenal Ruar? Ruar adalah PDIP dan PDIP adalah Ruar. Menariknya, ternyata pada kabinet yang diresmikan Ahad lalu, nama Ruar tidak jadi masuk ke dalam kabinet. Dan apa reaksi Jonru?


Tidak ada! Jonru tidak menulis apa-apa tentang itu. Tetapi dengan sangat cerdik, dia mencopas tulisan Sintong Silaban yang berjudul Tidak Adakah Orang Batak Yang Layak Menteri? Tertanggal 27 Oktober 2014.


Eng… ing… eng… (meniru gaya triomacan2000, saya turut bersukacita atas tertangkap basahnya admin saat melakukan pemerasan). Sangat rapi, bukan? Apa yang melatarbelakangi Jonru mencopas artikel itu di fanpagenya?


Dia menggunakan lidah orang lain untuk menjadi bahan bullying. Tidak hanya itu, dia juga pernah menulis, “Korban PHP mulai berjatuhan.” tertanggal yang sama. Kalau Anda tidak tahu maksudnya, ini adalah semacam kata-kata “kapok sukurin rasain mahoni pahit rasanyanyanyanyanya….”


Maju kena mundur kena. Jika Ruar jadi masuk kabinet, katanya “intervensi PDIP”. Tapi ketika Ruar tidak jadi masuk kabinet, katanya “Jokowi menganggap orang Batak tidak layak jadi menteri.” Tapi dia mengatakan itu dengan meminjam lidah orang lain! Hebat, kan!


Mungkin ada yang membela Jonru: Itu kan bukan tulisan Jonru. Jonru tidak mengatakan demikian!!!


Men… Be wise men… Kalo kamu lihat orang di jalanan lagi sebar brosur kredit motor, berarti dia siapa? Kemungkinan dia itu sales motor, atau orang yang dibayar untuk sebar brosur.


Berarti orang yang sebar artikel apa adanya, TANPA ADA TANGGAPAN dari yang menyebar, kemungkinan dia adalah yang menulis, atau orang yang dibayar untuk menyebar tulisan. Nggak mungkin ngeshare tulisan tanpa ada catatan, kalo nggak setuju dengan isinya. Atau, setidaknya, ada maksud tersembunyi di balik itu.


Kalau dalam serial Mahabharata, bisa diibaratkan Jonru adalah Shakuni-nya. Terus yang jadi Krisna siapa? Mungkin saya. Hehehe… Santai saja, keponakanku…


Sudahlah… Nggak habis-habisnya ngurusin Jonru. Semakin dibahas dia semakin terkenal saja. Hahaha… Memang itu kan yang dia mau. Apalagi kalau sampai lapor polisi. Jangan-jangan kita malah yang dilapor balik. Sebab sebagaimana Shakuni, Jonru itu sangat cerdik. Lagipula saya tidak menemukan satu posting pun yang sangat tendensius yang membuat dia layak menikmati layanan hotel prodeo.


Kata teman-teman saya, sayang banget kalo fanpage Jonru dihapus, sebab nggak ada lagi bahan buat lucu-lucuan.



Simpan energimu untuk negeri kita tercinta ini mas bro dan mbak sis… Pesan saya hanya satu: jangan coba-coba laporkan Jonru ke polisi. Jonru itu orang baik. Dia kader dakwah. Dia selalu berhati-hati dalam berbicara dan menulis. Hanya saja, karena tulisannya terlalu ‘benar’, dia dengan seenaknya menyalah-nyalahkan orang lain. Tapi itu pun dengan cara yang sopan kok.


Seandainya tukang tusuk sate sepintar Jonru, tentu dia tidak akan berurusan dengan polisi.



Wallahu a’lam. Kurang lebihnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.


Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



Penulis adalah pemerhati oksidentalisme dan orientalisme Islam, juga Django Programmer.






Sumber : http://ift.tt/1pYHWBf

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz