Suara Warga

Lega hati saya

Artikel terkait : Lega hati saya



Lebih dari 5 bulan atau sedikitnya 150 hari, hati saya tidak tenteram bahkan tak nyaman menjalani kehidupan hari-hari ini, walau sesungguhnya tidak ada masalah pribadi yang menimpa. “Mengapa bilang tidak tentram?” Tentu pertanyaan ini muncul di benak saudara sesama kompasianer. Ya, saya adalah rakyat kecil yang tidak bersentuhan dengan hiruk pikuk urusan negara, pemerintahan dan rakyat, tapi sangat merasa ikut bertanggung jawab dan memiliki bangsa dan negara ini, terutama kestabilannya dalam berbagai aspek terlebih politik. Karena dari keterbatasan pengetahuan saya, sepertinya politik ini adalah sarana utama yang super strategis bahkan pada saatnya menjadi urat nadi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi akhir-akhir ini setelah adanya pesta demokrasi Pemilihan Umum baik pileg, terlebih saat kampanye dan usai pilpres situasi politik di negeri ini panas, sepanas suhu bumi nusantara akibat menipisnya lapisan ozon yang sudah rawan tahan pancaran sinar matahari. Sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan bathin saya, bahkan lebih menumbuhkan kekhawatiran mendalam akan nasib negeri ini ke depan jika situasi politik bangsa ini tidak segera sejuk. Kemarin, Jumat (17/10/2014), pikiran dan hati saya plong. Lega, ibarat lepas dari tindihan beban berat yang tak mampu saya singkirkan. Alasannya? “Prabowo dan Jokowi ketemu”. Tepat pada Ultah ke-63 Mr. Prabowo. Beda satu tahun dengan usia saya.



Kok, pertemuan antara dua tokoh nasional yang jauh di Jakarta bikin rakyat kecil seperti saya merasa lega amat? Kan tak ada sangkut paut langsung antara pertemuan mereka dengan kehidupan saya. Benar. Tapi sudah saya katakan tadi karena merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab atas kehidupan bernegara dan berbangsa di negeri ini. Walau sesungguhnya peran saya tidak begitu berarti seperti mereka yang terlibat langsung dalam urusan negara dan pemerintahan. Ternyata, dua tokoh ini sekarang menjadi poros politik bangsa dan negara republik Indonesia. Buktinya bagi saya, dua kubu politik yang terbangun di Indonesia kini yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, terbentuk di bawah pengaruh mereka berdua sebagai kompetitor partisipan Pilpres baru lalu. Tingkahlaku kedua kubu inilah yang membuat suhu politik di negeri amukti palapa jadi riuh, bahkan mengkuatirkan akan menimbulkan kegaduhan atau chous yang mengancam keutuhan bangsa dan negara. Sesaat komunikasi politik di negeri ini beku. Kekakuan terasa membuat nyeri sendi-sendi politik yang ada. Sampai-sampai ada politik bumi hangus atau sapu bersih kepemimpinan di Legislatif dan politik pengabaian kedaulatan rakyat. Begitu bertemu dua tokoh ini, semuanya langsung cair dan melegakan. Bernafas panjang …..lega…..



Hmm….., cairlah kebekuan komunikasi keduanya. Saya dan sesama rakyat kecil yakin dengan pertemuan itu, tarik menarik kepentingan politik di Lembaga Legislatif mengandalkan kekuatan voting akan berubah menjadi kekuatan musyawarah untuk mufakat sesuai amanat sila ke-empat Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarakatan perwakilan. Buktinya, komentar Aria Bima Politisi PDI Perjuangan dalam bincang pagi Metro TV Sabtu pagi (18/10/2014), bersama Edi Wibowo politisi Gerindra dan Profesor Andi Muluk Pakar Pshykologi Politik, usai negosiasi dengan Prabowo yang setuju menerima Jokowi, saat itu juga paripurna yang sedang berlangsung di gedung DPR untuk menentukan mekanisme pemilihan pimpinan Komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya sertamerta ditunda. Artinya pengaruh Prabowo dan Jokowi benar-benar kuat di kalangan Koalisi Merah Putih juga Koalisi Indonesia Hebat. Hal itu dikuatkan juga dengan keterangan Edi Prabowo, ketika berceritera tentang proses pendekatan dengan Prabowo Subianto waktu menyampaikan keinginan silaturahmi presiden terpilih Jokowi. Syukur Alhamdulilah.



Namun, saya masih harap-harap cemas. Yakin sesama warga negara lainnya yang peduli kepada republik ini juga begitu. Mengapa? Menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, 20 Oktober 2014, berhembus isu akan ada penjegalan. Walau para politisi dari kubu KMP menepis isu itu, elit KIH tetap saja menangapi serius. Kubu KIH khusus PDIP, dengan para politisinya bergerilya mencaritahu kebenaran isu tersebut untuk menangkalnya. Diplomasi meja makan oleh Presiden terpilih menjadi jalan keluar yang dipilih. Pertama bertemu dengan Pimpinan Golkar ARB, berikut dengan Tokoh penentu di PPP, dan terbaru Jokowi bertemu dengan Prabowo Subianto lawan kompetitor pada Pilpres 2014. Banyak pengamat politik mengapresiasi langkah Presiden terpilih kita, dan menyebutnya sebagai langkah bijak dari seorang negarawan. Begitu pula kepada ARB dan Prabowo atas sambutannya yang serta merta. Kepentingan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat menjadi keinginan hati paling kuat dari ketiganya. ARB pun spontan membuat pernyataan, juga Prabowo diikuti surat kepada pendukungnya agar menghentikan kesan percecokan. Hubungan mesra sesama politisi trbangun kembali.



Hari Senin 20 Oktober 2014 jam 10.30 Presiden dan Wakil Presiden terpilih sesuai jadwal dari MPR akan dilantik. Segala persiapan sudah matang, termasuk pengaman ari aparat negara baik POLRI mau pun TNI. ARB sudah menyatakan hadir, Prabowo karena urusan keluar negeri tidak menjanjikan tapi berupaya keras menyaksikan pelantikan itu. Anggota Dewan dari FPG akan diganjar sanksi jika tidak hadir. Partai lainnya di luar KIH memberikan sinyal sama, malah PPP bergeser masuk KIH. Kecuali PKS yang sampai saat ini belum ada tanda-tanda silaturahmi. Tapi, kata Aria Bima PDIP akan berupaya mendekati sebelum atau sesudah pelantikan demi kebersamaan dalam membangun bangsa dan negara. Yakin, PKS punya nurani. Apalagi sebagai Partai berbasis agama tidak mungkin tidak merespon keinginan silaturahmi PDIP atau Presiden terpilih. Pasti mau, karena PKS juga memperjuangkan kemaslahatan bangsa ini. Tinggal tunggu waktu saja.



Rasanya kelegaan hati rakyat kecil lebih lengkap jika pernyataan petinggi-petinggi partai serta Preiden terpilih diikuti juga dengan pernyataan sejuk dari para politisi yang selama ini jadi jubir, seperti Tantowi Yahya dan Idrus Marhan dari Golkar, Fadly Zon dari Gerindra, Fahry Hamzah PKS juga Herman Kadir dari PAN. Jangan lagi mengumbar statemen yang mengecilkan pihak lain dan mengumbar permusuhan yang tak henti dan menjengkelkan. Tak ada gunanya. Wong, bos-bos saja sudah saling menerima, anak buah kok mau menabur benih perpecahan terus dengan keangkuhan kepongahan. Apa sih yang kau cari? Maaf, jangan marah ya sahabat-sahabatku!!!!! Berjuanglah terus untuk kepentingan bangsa dan negara, seperti kata Prabowo, bahwa memilih bersilaturahmi dengan Jokowi bukan berarti meninggalkan tujuan perjuangannya untuk mengawal Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI, melainkan justru untuk lebih mempeteguhnya. Sebuah prinsip yang kuat dan teguh, dalam ketegaran seorang Prabowo yang wajib dijadikan acuan dalam berbicara tentang politik Indonesia termutakhir. Lega hati saya. Semoga untuk seterusnya.



Salam Tiga Jari.




Sumber : http://ift.tt/1Fg4dnW

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz