Suara Warga

Kebebasan Pers dan Hubungan Diplomatik Indonesia-Australia

Artikel terkait : Kebebasan Pers dan Hubungan Diplomatik Indonesia-Australia



14127426941218953350 Aksi Unjuk Rasa, Anti Australi ketika isu penyadapan lingkaran dekat Presiden RI merebak (Sumber : http://ift.tt/12uD22T)



Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia berpotensi kembali memburuk. Janji Perdana Menteri (PM) Australia, Tonny Abbott bahwa pemerintah Australia tidak akan mengeluarkan kebijakan yang memembahayakan hubungan bilateral antara Indonesia-Australia kemungkinan besar akan kembali dilanggar. Hubungan negara 2 bertetangga ini, Indonesia dan Australia, memang tidak pernah selalu baik-baik saja. Ada saja isu yang menyebabkan buruknya hubungan kedua negara ini, dari isu penyadapan ring satu Presiden RI sampai isu imigran gelap.

Kali ini, isu yang berpotensi akan memperburuk hubungan diplomatik kedua negara tersebut adalah isu terkait penangkapan 2 wartawan Perancis di Papua karena melakukan peliputan tanpa izin yang sah. Tertangkapnya 2 jurnalis asing asal Perancis tersebut, yaitu Thomas Charles Tendies (40) yang bekerja di ARTE Televisi Perancis dan Louise Marie Valentine Burort (29) yang bekerja sebagai salah satu Jurnalis di Media Online Perancis karena tertangkap tangan melakukan karya jurnalistik di Papua menggunakan paspor turis. Terkait isu ini, tanggal 1 Oktober 2014 lalu senat Australia mengajukan mosi yang menyerukan Pemerintah Indonesia agar memberikan akses yang terbuka.

Mosi tersebut diajukan oleh anggota senat dari Green Party, yaitu Richard Di Natale dan Bob Brown. Mosi itu secara terbuka didukung oleh kantor Menteri Luar Negeri Julie Bishop. Menurut surat kabar Australia, The Age, edisi 2 Oktober 2014 menyebutkan Richard Di Natale mengatakan bahwa Julie Bishop telah menghubunginya pada Rabu (1/10) dan mengatakan Pemerintah Australia akan mendukung mosi tersebut dengan perubahan teknis. Sedangkan media Australia lainnya, Sidney Morning Herald pada hari yang sama menulis, bahwa Kantor Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop secara ekspilisit mendukung kelompok Senat yang menuding penahanan wartawan Prancis di Papua Barat adalah tindakan yang mengusik kebebasan pers.

Permasalahan Penangkapan 2 Jurnalis Perancis

Penangkapan kedua jurnalis asal Perancis ini disebabkan pelanggaran UU keimigrasian Indonesia yang tertuang dalam UU Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 Pasal 122 huruf a tentang penyalahgunaan izin tinggal karena keduanya melakukan pekerjaan mereka sebagai jurnalis dengan menggunakan visa turis. Pada saat penangkapan di Wamena, kedua jurnalis ini diketahui sendang dibonceng motor oleh 2 anggota OPM faksi militer anggota kelompok kelompok Puron Wenda dan Enden Wanimbo yang sedang dijadikan DPO oleh kepolisian.

Terkait penangkapan ini, Pemerintah Perancis, sebagai negara asal kedua jurnalis tersebut sudah mengatakan bahwa kedua warga negaranya tersebut merupakan seorang jurnalis, pemerintah Perancis juga menerima kesalahan kedua warganya tersebut, yaitu pelanggaran keimigrasian. Di lain pihak, kedua jurnalis ini pun sudah menyampaikan permohonan maaf tertulis kepada Pemerintah Indonesia lewat pengacaranya, Aristo pangaribuan. Ketika Pemerintah Perancis dan pihak jurnalis yang ditangkap tidak lagi mempermasalahkan, kenapa tiba-tiba Pemerintah Australia mempermasalahkan? Padahal, seorang jurnalis asal Australia, Mark Davis dari stasiun Televisi Australia SBS, pernah mengajukan visa peliputan di Papua, Maret Lalu dan dikabulkan. Mark Davis pun bisa melakukan peliputan tanpa pelanggaran seperti yang terjadi kepada kedua jurnalis Perancis yang melakukan peliputan tanpa mengajukan izin resmi.

Penulis melihat ada politisasi permasalahan ini oleh Pemerintah Australia untuk meredam isu ancaman kebebasan Pers di Australia yang saat ini merebak karena disahkannya Amandemen Undang-undang tentang Keamanan Nasional oleh parlemen Australia.

Permasalahan Isu Kebebasan Pers Australia

Permasalahan ini sebenarnya diawali ketika disahkannya Amandemen Undang-undang tentang Keamanan Nasional (National Security Legislation Amendment Bill No. 1 2014) oleh parlemen Australia. Amandemen ini dikatakan sebagai kebijakan Australia memperkuat keamanan nasional untuk menghadapi aksi terorisme. Tapi, harian The Sydney Morning Herald dalam ulasannya mengatakan bahwa Amandemen ini akan meliputi paling tidak 4 hal : Pertama Proteksi terhadap petugas intelijen yang melakukan tindakan kriminal ketika sedang melaksanakan suatu operasi. Kedua Penindakan terhadap publikasi dan bocornya informasi terkait operasi rahasia. Ketiga Memperluas wewenang dan akses ASIO (Australian Security Intelligence Organization) dalam jaringan komputer. Keempat Memudahkan lembaga-lebaga intelijen Australia untuk melakukan kerja sama. Dari keempat hal yang mencakup Amandemen ini, poin kedua lah yang dianggap akan mengurangi kebebasan Pers di Australia, oleh sebab itu saya hanya membahas poin ini saja.

Dalam Amandemen tersebut dilakukan peningkatan hukuman bagi siapa saja yang menyebarluaskan infomasi mengenai operasi rahasia. Anggota ASIO yang memindahkan atau menggandakan dokumen intelijen tanpa izin akan menghadapi tuntutan 3 tahun penjara sedangkan bila memberikan kepada pihak ketiga, temasuk jurnalis, maka akan menghadapi tuntutan 10 tahun penjara. Kemudian barang siapa yang membuka rahasia informasi tentang operasi intelijen akan menghadapi tuntutan 5 tahun penjara. Bila terbukanya informasi tersebut membahayakan kesehatan dan keselamatan seseorang atau mengganggu pelaksanaan dari operasi tersebut maka akan menghadapi tuntutan 10 tahun penjara.

Terkait dengan perubahan ini, Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan bahwa dengan perubahan undang-undang tersebut, para Jurnalis bisa menjadi pihak yang “disalahkan” terhadap kebocoran informasi yang dilakukan petugas intelijen. Selain itu undang-undang ini juga berpotensi akan mengkriminalisasi para jurnalis dan juga whistblower bila melaporkan hal-hal terkait kepentingan publik. Komite Perlindungan Jurnalis, mengatakan bahwa Undang-undang baru ini menghilangkan hak publik untuk mendapatkan informasi.

Oya saya lupa, lembaga yang merupakan perwakilan rakyat di Indonesia sedang sibuk dengan hal yang lain, jadi hal seperti ini pasti dilupakan. Rakyat Indonesia diharap maklum.

Penutup

Permasalahan tertangkapnya kedua jurnalis Perancis di Papua adalah masalah keimigrasian, adapun masalah lamanya penahanan keduanya karena indikasi keterkaitan mereka dengan kelompok Puron Wenda dan Enden Wanimbo, 2 kelompok faksi militer OPM yang paling aktif saat ini. Salah bila Australia menggunakan isu penangkapan kedua jurnalis Perancis ini untuk meredam isu kebebasan pers di negara mereka. Pemerintah Indonesia harus melihat ini sebagai permasalahan yang penting, Pemerintahan Tony Abbott mungkin pernah berjanji bahwa pemerintah Australia tidak akan mengeluarkan kebijakan yang memembahayakan hubungan bilateral antara Indonesia-Australia, tapi saat ini yang berulah adalah para anggota parlemen Australia, yang merupakan lembaga perwakilan rakyat di Australia. Seharusnya ada komunikasi yang baik pula antara parlemen Australia dengan lembaga perwakilan rakyat di Indonesia, sehingga permasalahan di Indonesia tidak selalu dijadikan isu berbau politis di negara lain.

Oya saya lupa, lembaga yang merupakan perwakilan rakyat di Indonesia sedang sibuk dengan hal yang lain, jadi hal seperti ini pasti dilupakan. Rakyat Indonesia diharap maklum




Sumber : http://ift.tt/1vOKo2z

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz