Suara Warga

Jokowi-JK, Inna Ma’al ‘Ursi Yusraa

Artikel terkait : Jokowi-JK, Inna Ma’al ‘Ursi Yusraa

Tadi malam, saya dan Soekotjo Soeparto, aktivis 77/78 yang juga mantan Komisioner Komisi Yudisial (KY) bertemu dengan seorang teman, aktivis 77/78, mantan anggota DPR, sekarang Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar. Kami berdiskusi tentang perkembangan politik terutama penguasaan parlemen oleh koalisi merah-putih.

Sekarang ini, koalisi merah-putih total menguasai parlemen nasioanl, tidak hanya pimpinan DPR, tetapi juga alat kelengkapan DPR seperti komisi-komisi, dan hampir pasti pimpinan MPR akan kembali disapu bersih oleh koalisi tersebut karena kader dari Fraksi Partai Demokrat sudah diplot untuk menjadi Ketua MPR, yang sebenarnya merupakan jatah Fraksi Partai Gerindra, tetapi untuk menjamin fraksi Partai Demokrat tidak ke koalisi Jokowi-JK, maka diberi jatah sebagai Ketua MPR.

Selain itu, menurut dia, Partai Amanat Nasional {PAN) yang diisukan akan bergabung ke koalisi Jokow-JK, tidak mudah terealisir karena god father PAN sangat kuat komitmennya untuk terus bersama koalisi merah-putih, sehingga rela menjaga dan bergadang sampai dini hari pada saat voting RUU Pilkada 26 September 2014, supaya partai produk reformasi itu tetap solid dan konsisten mendukung pengesahan RUU Pilkada melalui DPRD.

Bagaimana Golkar?

Mengenai Golkar sebagai runner up pemilu legislatif 9 April 2014, dan merupakan paling besar memiliki anggota parlemen di DPR setelah PDI Perjuangan, menurut teman itu, sangat solid dan mayoritas mendukung Golkar berada di luar kekuasaan.

Setidaknya mempunyai 5 (lima) alasan, mengapa para kader Golkar di daerah mendukung kebijakan DPP Golkar berada di luar kekuasaan. Pertama, belajar dari PDI Perjuangan. Para kader di daerah menyadari kalau Golkar berada di dalam kekuasaan, tidak akan pernah menang dalam pemilu legislatif. Kalau pemerintahan yang didukung sukses, maka yang menang dalam pemilu adalah partai pemerintah. Kalau pemerintah yang didukung gagal, maka Golkar ikut terkena dampak negatifnya. Belajar dari PDI Perjuangan, mareka memilih sebagai penyeimbang (oposisi).

Kedua, mengalami penurunan dukungan suara dalam dua pemilu. Partai Golkar yang berada di dalam kekuasaan selama periode 2004-2009 dan 2009-2014, bukan bertambah dukungan yang diraih dalam pemilu, malah berkurang. Sebaliknya berbeda dengan PDI Perjuangan.

Ketiga, Golkar telah mendapat kedudukan penting di parlemen nasional, baik di DPR, komisi-komisi maupun di MPR. Hanya ada perbedaan tajam dalam memilih dan menetapkan calon Ketua DPR dan calon wakil ketua MPR dari Partai Golkar. Sebagian besar menginginkan supaya calon ketua DPR dan calon wakil ketua MPR dari Golkar yang memiliki PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas, tidak tercela). Tetapi yang terjadi, seperti yang disaksikan sekarang.

Keempat, kader-kader Golkar mempunyai peluang besar menjadi bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur dalam pilkada melalui DPRD, sehingga lebih menguntungkan di koalisi merah-putih ketimbang di koalisi Jokowi-JK.

Kelima, kepentingan para kader Golkar terakomodir, yaitu secara politik untuk menjadi bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur, serta secara financial untuk membiayai kegiatan partai.

Jokowi-JK Dijepit dari Berbagai Penjuru

Banyak yang pesimis tentang masa depan pemerintahan Jokowi-JK, yang bakal dijepit dari berbagai penjuru yaitu di parlemen nasional dan di daerah melalui penguasaan pemerintahan lokal lewat sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD, sehingga ada yang meramal bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan mengalami nasib seperti pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang hanya seumur jagung, karena dilengserkan oleh parlemen.

Menurut saya, ada kesulitan dengan penguasaan parlemen dan kemungkinan penguasaan daerah oleh koalisi merah-putih, kalau tetap dilaksanakan pilkada melalui DPRD, tetapi tidak perlu terlalu dirisaukan dan dianggap sebagai ancaman yang membahayakan pemerintahan Jokowi-JK.

Allah telah memberi petunjuk sebagaimana tercantum Al Insyiraah (kelapangan) surat ke 94 ayat 5-6 yang berbunyi “Fa inna ma’al usri yuraa. Inna ma’al ‘usri yusraa (maka sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan. Sesungguhnya keserta kesukaran ada kemudahan).

Dengan demikian,tidak usah terlalu dipermasalahkan terjadinya penguasaan parlemen nasional oleh koalisi merah-putih dan kemungkinan pemerintahan daerah. Setiap masalah, insya Allah dapat dipecahkan.

Yang penting Pak Jokowi dan Pak JK. bisa memilih kabinet profesional yang plus-plus, yaitu pakar dalam bidang yang ditugaskan kepadanya, memiliki jaringan dengan para pimpinan partai politik dan anggota parlemen dari koalisi merah-putih, memiliki kepemimpinan serta track record yang baik dan sudah dikenal luas publik serta pendukung Jokowi-JK, maka menteri tersebut dapat mengatasi hambatan dan permasalahan yang dihadapi dengan mitra kerja di parlemen.

Jika salah memilih kabinet, maka akan berbahaya pemerintahan karena menteri itu pasti tidak bisa bekerja tanpa bersinergi dengan parlemen karena tidak mendapat dukungan politik dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya.

Allahu a’lam bisshawab

menjadi pemimpin oposisi. dan peta kekuatan menjelang Munas Golkar Maret 2015, dia akui bahwa tim JK sudah beroperasi di berbagai daerah dan sudah mendatangi ketua dan sekretaris DPD Golkar provinsi, kabupaten dan kota, serta para bupati, walikota dan gubernur dari




Sumber : http://ift.tt/1vn6nuW

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz