Jokowi Digoyang 2018 Jika Salah Pilih Menteri Pertanian dan Pangan
Swasembada pangan selambatnya 2018. Itu janji Presiden Jokowi kepada bangsa Indonesia. Janji yang akan selalu ditagih rakyat, ditagih bangsa, karena itu harus dipenuhi.
Tapi tidak hanya akan ditagih rakyat. Lawan politiknya, terutama politisi KMP, akan menjadi pihak yang paling galak menagih, memelototi, dan mengeritik proses pencapaian swasembada pangan itu.
Para politisi KMP akan ekstra serius memelototi isu swasembada pangan ini. Mereka tahu benar, isu pangan bukan saja strategis, tapi juga sangat sensitif. Banyak rezim pemerintahan yang jatuh karena gagal menjamin pangan bagi rakyatnya. Kejatuhan Sukarno, antara lain berawal dari masalah rawan pangan. Itu sebabnya Soeharto pada awal kekuasaannya mencanangkan Revolusi Hijau untuk swasembada beras. Prinsipnya, perut kenyang rakyat tenang, kekuasaan pun langgeng.
Belajar dari sejarah, maka tidak ada pilihan bagi Presiden Jokowi, kecuali swasembada pangan tahun 2018. Artinya, beras, jagung, kedelai, gula, daging, susu, telur, garam, dan minyak goreng, semuanya harus produksi dalam negeri. Tidak ada lagi impor.
Untuk itu, tidak ada pula pilihan bagi Presiden Jokowi, kecuali “Kerja, kerja, kerja!”. Dan juga, “Kejar, kejar, kejar swasembada pangan.
Ada dua hal terpenting yang harus ditempuh Presiden Jokowi dalam rangka “kerja dan kejar” swasembada pangan.
Pertama, mencanangkan revolusi sistem pertanian pangan dari sistem serba-acak yang berlaku sekarang menjadi sistem pertanian presisif (precision farming). Inilah sistem pertanian yang sepenuhnya mengandalkan ketepatan teknologi budidaya, dengan dukungan sistem manajemen informasi berbasis penginderaan jauh baik foto udara maupun satelit. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan usahatani dilakukan dengan dukungan teknologi penginderaan jauh. Antara lain dengan menggunakan perangkat GIS untuk memetakan kondisi pertanaman, sehingga bisa diputuskan perlakuan teknis yang tepat, misalnya untuk pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Dengan demikian produktivitas dan produksi tinggi dapat dicapai. Swasembada pangan pun tercapai.
Kedua, memilih Menteri Pertanian dan Pangan Nasional yang tepat. Tepat dalam arti, selain memenuhi persyaratan kompetensi, profesionalitas, dan integritas tinggi, harus menguasai teknologi penginderaan jauh sebagai inti revolusi menuju sistem pertanian presisif. Tanpa penerapan teknologi penginderaan jauh, yang mumpuni mengantisipasi dampak perubahan iklim global, antara lain berupa ketakpastian iklim, tipis harapan mencapai swasembada pangan tahun 2018.
Tadinya saya berpikir bahwa Dahlan Iskan adalah pilihan tepat untuk menjadi Menteri Pertanian dan Pangan Nadional. Bukan karena dia menguasai teknologi penginderaan jauh, tetapi karena punya kemampuan mengerahkan ahli-ahli penginderaan jauh untuk mendukung pertanian presisif. Sayang, nama Dahlan Iskan tidak ada dalam daftar menteri tentatif yang beredar di media sosial. Mungkin karena dia mau terjun menjadi sociopreneur, seperti cita-citanya.
Tapi ada nama baru yang muncul yaitu Indroyono Soesilo, seorang ahli cum praktisi mumpuni kelas dunia di bidang penginderaan jauh. Terkenal punya kompetensi, profesionalitas, dan integritas tinggi, Indroyono Soesilo tampaknya merupakan pilihan tepat untuk menjadi Menteri Pertanian dan Pangan Nasional. Di bawah kepemimpinannya, pertanian pangan Indonesia akan bertransformasi menjadi pertanian presisif yang menjamin pencapaian swasembada pangan dalam tempo relatif cepat.
Jadi, Pak Presiden Jokowi, jangan salah pilih Menteri Pertanian dan Pangan Nasional. Kalau salah pilih, swasembada pangan tak akan tercapai tahun 2018, atau bahkan ada resiko Indonesia jatuh kedalam situasi krisis pangan. Dalam kondisi buruk seperti itu, bukan hanya KMP tapi rakyat dan relawan pendukung Anda juga akan bersatu menggoyang kekuasaan Anda.(*)
Sumber : http://ift.tt/1DLIUc1
Tapi tidak hanya akan ditagih rakyat. Lawan politiknya, terutama politisi KMP, akan menjadi pihak yang paling galak menagih, memelototi, dan mengeritik proses pencapaian swasembada pangan itu.
Para politisi KMP akan ekstra serius memelototi isu swasembada pangan ini. Mereka tahu benar, isu pangan bukan saja strategis, tapi juga sangat sensitif. Banyak rezim pemerintahan yang jatuh karena gagal menjamin pangan bagi rakyatnya. Kejatuhan Sukarno, antara lain berawal dari masalah rawan pangan. Itu sebabnya Soeharto pada awal kekuasaannya mencanangkan Revolusi Hijau untuk swasembada beras. Prinsipnya, perut kenyang rakyat tenang, kekuasaan pun langgeng.
Belajar dari sejarah, maka tidak ada pilihan bagi Presiden Jokowi, kecuali swasembada pangan tahun 2018. Artinya, beras, jagung, kedelai, gula, daging, susu, telur, garam, dan minyak goreng, semuanya harus produksi dalam negeri. Tidak ada lagi impor.
Untuk itu, tidak ada pula pilihan bagi Presiden Jokowi, kecuali “Kerja, kerja, kerja!”. Dan juga, “Kejar, kejar, kejar swasembada pangan.
Ada dua hal terpenting yang harus ditempuh Presiden Jokowi dalam rangka “kerja dan kejar” swasembada pangan.
Pertama, mencanangkan revolusi sistem pertanian pangan dari sistem serba-acak yang berlaku sekarang menjadi sistem pertanian presisif (precision farming). Inilah sistem pertanian yang sepenuhnya mengandalkan ketepatan teknologi budidaya, dengan dukungan sistem manajemen informasi berbasis penginderaan jauh baik foto udara maupun satelit. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan usahatani dilakukan dengan dukungan teknologi penginderaan jauh. Antara lain dengan menggunakan perangkat GIS untuk memetakan kondisi pertanaman, sehingga bisa diputuskan perlakuan teknis yang tepat, misalnya untuk pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Dengan demikian produktivitas dan produksi tinggi dapat dicapai. Swasembada pangan pun tercapai.
Kedua, memilih Menteri Pertanian dan Pangan Nasional yang tepat. Tepat dalam arti, selain memenuhi persyaratan kompetensi, profesionalitas, dan integritas tinggi, harus menguasai teknologi penginderaan jauh sebagai inti revolusi menuju sistem pertanian presisif. Tanpa penerapan teknologi penginderaan jauh, yang mumpuni mengantisipasi dampak perubahan iklim global, antara lain berupa ketakpastian iklim, tipis harapan mencapai swasembada pangan tahun 2018.
Tadinya saya berpikir bahwa Dahlan Iskan adalah pilihan tepat untuk menjadi Menteri Pertanian dan Pangan Nadional. Bukan karena dia menguasai teknologi penginderaan jauh, tetapi karena punya kemampuan mengerahkan ahli-ahli penginderaan jauh untuk mendukung pertanian presisif. Sayang, nama Dahlan Iskan tidak ada dalam daftar menteri tentatif yang beredar di media sosial. Mungkin karena dia mau terjun menjadi sociopreneur, seperti cita-citanya.
Tapi ada nama baru yang muncul yaitu Indroyono Soesilo, seorang ahli cum praktisi mumpuni kelas dunia di bidang penginderaan jauh. Terkenal punya kompetensi, profesionalitas, dan integritas tinggi, Indroyono Soesilo tampaknya merupakan pilihan tepat untuk menjadi Menteri Pertanian dan Pangan Nasional. Di bawah kepemimpinannya, pertanian pangan Indonesia akan bertransformasi menjadi pertanian presisif yang menjamin pencapaian swasembada pangan dalam tempo relatif cepat.
Jadi, Pak Presiden Jokowi, jangan salah pilih Menteri Pertanian dan Pangan Nasional. Kalau salah pilih, swasembada pangan tak akan tercapai tahun 2018, atau bahkan ada resiko Indonesia jatuh kedalam situasi krisis pangan. Dalam kondisi buruk seperti itu, bukan hanya KMP tapi rakyat dan relawan pendukung Anda juga akan bersatu menggoyang kekuasaan Anda.(*)
Sumber : http://ift.tt/1DLIUc1