Suara Warga

Jokowi, dari Menang di Solo Sampai Menang Tanpo Ngasorake Prabowo

Artikel terkait : Jokowi, dari Menang di Solo Sampai Menang Tanpo Ngasorake Prabowo

Jokowi dan Prabowo kembali akur jelang pelantikan presiden Jokowi dan Prabowo kembali akur jelang pelantikan presiden



Tanggal 20 Oktober 2014 merupakan hari yang indah buat rakyat Indonesia. Di hari itu, sebuah sejarah baru tercatat dalam perjalanan bangsa Indonesia. Ada apa? Pelantikan presiden dan wakil presiden baru Indonesia 2014-2019! Lantas, apa istimewanya? Bukankah setiap periode kepemimpinan habis, memang sudah wayahnya dilantik pemimpin baru? Istimewanya, presiden kali ini adalah Jokowi, alias Joko Widodo.

Joko Widodo adalah sosok baru dalam pemerintahan Indonesia. Beliau memulai karier di pemerintahan sebagai walikota Solo selama dua periode yang terbilang sangat sukses. Kota Surakarta tertata rapi, para PKL yang mengganggu jalanan ditertibkan dengan cara yang manusiawi tanpa melibatkan gebug-gebugan dengan satpol PP yang lazim kita lihat. Renovasi pasar dilakukan besar-besaran untuk menampung para PKL. Masing-masing dari mereka diberi kios secara cuma-cuma. Mereka bahkan diberi SIUP TDP untuk menjamin kepemilikan kios mereka.

Tak berhenti sampai di situ, Jokowi bersama Rudi kala itu membuka keran yang selama ini tersumbat, yaitu keran saluran pikiran dan hati rakyat Solo. Acara rembug warga dan rembug kota digelar, yang dihadiri masyarakat Surakarta dengan maksud untuk menampung keluh kesah dan ide-ide mereka untuk memperbaiki kota.

Di tahun pertama menjabat, mayoritas masyarakat menumpahkan emosi yang selama ini tertahan. Jokowi menampung luapan emosi warga Surakarta dengan penuh kesabaran dan perhatian. Namun mulai tahun kedua dan selanjutnya, emosi warga sudah mulai turun, hingga acara rembung warga dan rembug kota menjadi ajang untuk berbagi ide bagi masyakarat Surakarta. Di sini, Jokowi menunjukkan kecermatannya sebagai fasilitator yang menampung kecerdasan dan kreativitas masyarakat, sehingga pemerintah bukanlah lagi menjadi pemeran sentris pembangunan, melainkan rakyatlah yang menjadi subjek dan objek pembangunan. Dengan pendekatan ini, Jokowi sukses mengubah trend kepemimpinan yang sebelumnya selalu government-centred. Pendekatan yang dilakukan Jokowi ini menunjukkan kepribadiannya yang memiliki jiwa social tinggi dengan melibatkan partisipasi seluruh komponen masyarakat untuk bekerja bersama-sama dan saling bantu untuk memecahkan permasalahan.

Di bidang kesehatan dan pendidikan, Jokowi menyediakan kartu jaminan untuk warga Surakarta supaya mendapat pelayanan gratis. Warga yang sakit tinggal menggunakan kartunya untuk berobat gratis di rumah sakit. Para siswa miskin mendapatkan tas, sepatu, seragam, serta buku gratis.

Tanggapan mayoritas rakyat Surakarta terhadap kepemimpinan Jokowi-Rudi: puas. Di periode kedua, seluruh rakyat mendukung terpilihnya Jokowi-Rudi untuk kembali memimpin Surakarta. Tanpa mengeluarkan dana sepeser pun, Jokowi-Rudi menang mutlak di pilkada berikutnya.

Di DKI Jakarta, saat menjabat sebagai gubernur bersama Ahok sebagai wakilnya, Jokowi populer karena aksinya melakukan blusukan ke kampung-kampung untuk mendengarkan aspirasi warganya secara langsung. Beliau bahkan tak ragu untuk menceburkan diri ke selokan-selokan untuk membantu membangun gorong-gorong. Tak hanya itu, beliau bahkan ikut memanjat tangga di sebuah sekolah yang rusak untuk memeriksa kerusakan sekolah tersebut. Apa yang dilakukan Jokowi bukanlah sesuatu yang lazim dilakukan para pemimpin sebelumnya. Belum ada pemimpin yang begitu dekat dengan rakyatnya, turun langsung ke gang-gang, ke pelosok-pelosok, ke sungai-sungai untuk menyelesaikan permasalahan rakyat.

Dengan sepak terjang Jokowi di Jakarta yang kerap diekspos di media, tentu boleh saya katakan bahwa warga yang bukan dari Jakarta pun iri memiliki pemimpin yang begitu merakyat seperti beliau. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang aneh ketika kemudian Jokowi dicalonkan oleh PDI-P untuk pemilihan presiden 2014 beberapa bulan silam.

Jokowi yang awalnya hanya didukung koalisi ramping bernama Koalisi Indonesia Hebat (PDI-P, Nasdem, PKB, dan Hanura) memenangkan pertarungan sengit melawan kubu Prabowo Subianto yang mendapat backing Koalisi Merah Putih yang berisikan partai-partai dominan di parlemen (Gerindra, Golkar, PAN, PKS, PPP dan Demokrat) dengan sedikit catatan partai terakhir ini disebut-sebut sebagai kubu netral meski ada kecenderungan kepada pihak KMP. Kemenangan Jokowi-JK ini sesungguhnya lebih banyak dibantu oleh masifnya jumlah simpatisan dan relawan dari berbagai kalangan dari buruh, artis, musisi, mahasiswa, professional, para tokoh, dan lain sebagainya.

Dalam kampanyenya, Jokowi pun melakukan sesuatu yang berbeda yang belum pernah dilakukan oleh capres-capres lain sebelumnya. Jokowi-JK membuka rekening untuk menampung sumbangan dari rakyat untuk memperlancar langkah capres-cawapres nomor urut dua ini menuju istana. Ketika trend pada saat ini menunjukkan banyaknya calon-calon pemimpin yang menggunakan uang untuk membeli suara rakyat, Jokowi justru sebaliknya. Ia menggalang dana dari masyarakat dengan tranparansi anggaran. See? Jauh sebelum menjabat sebagai presiden RI, Jokowi telah menerapkan transparansi keuangan. Kita boleh berasumsi bahwa sikap transparan inilah yang kemudian menyentuh nurani paling dalam rakyat Indonesia untuk berbondong-bondong menggelontorkan sumbangan berupa materi maupun non-materi kepada capres-cawapres ini. Dengan kata lain, apa yang dilakukan Jokowi telah menginspirasi rakyat untuk bergotong-royong melakukan tindakan-tindakan positif dan suportif dengan sukarela alias tanpa bayaran. Sungguh, revolusi besar-besaran telah dilakukan pada tahap ini. Inilah revolusi mental pertama yang sukses ditularkan Jokowi sebelum kursi kepresidenan didudukinya. Di sini, untuk kesekian kalinya, Jokowi menunjukkan karakternya yang inklusif dan melibatkan semua pihak untuk mencapai satu tujuan yang sama, yaitu perbaikan Indonesia.

Masih tersisa di benak kita, adanya aksi walk-out akibat tidak terimanya kubu sebelah dalam pembacaan hasil pilpres oleh KPU. Situasi politik kita memanas ketika itu. Seakan-akan rakyat Indonesia terbelah dua, mengikuti kubu Jokowi dan kubu Prabowo Subianto. Pada akhirnya MK memutuskan bahwa Jokowi-JK sah menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia ketujuh. Butuh waktu yang tidak singkat bagi kubu Prabowo, utamanya Prabowo sendiri untuk berlegowo menerima hasil putusan MK tersebut. Pada akhirnya, beberapa hari sebelum pelantikan, Jokowi dengan kebesaran jiwanya melakukan kunjungan ke kediaman Prabowo Subianto dan mengundangnya untuk hadir dalam pelantikannya. Di pidato pelantikannya, Jokowi bahkan memanggil Prabowo sebagai sahabat baiknya, yang diikuti berdirinya Prabowo dari tempat duduknya dan kemudian memberi hormat pada Jokowi.

Apa yang dilakukan Jokowi benar-benar mencerminakan jiwa yang bersih. Jokowi menghormati lawan politiknya, bersedia mendahului untuk melakukan kunjungan. Bukan karena mentang-mentang menjadi pemenang kemudian minta dikunjungi. Dengan hadirnya Prabowo di acara pelantikan itu, masyarakat boleh berlega karena dua kubu yang berseteru telah damai kembali dan siap bersama-sama saling membantu untuk kepentingan rakyat. Kehadiran Prabowo menjadi bukti sikap ksatria beliau yang pada akhirnya legowo menerima takdir kemenangan Jokowi di pilpres. Hal ini tak lepas dari peran kunjungan Jokowi ke kediamannya sebelum pelantikan. Kunjungan yang dilakukan dengan ketulusan hati itu telah mencairkan suasana yang akhirnya turut menyelamatkan muka sekaligus kewibawaan Prabowo sebagai negarawan yang legowo. Kita boleh berasumsi bahwa jika Jokowi tidak berusaha merangkul Prabowo kembali, bisa jadi Prabowo tak punya alasan untuk hadir di acara pelantikan dan dampaknya adalah semakin negatifnya citra Prabowo di mata publik. Di sini, sekali lagi Jokowi membuktikan kejernihan jiwanya yang selalu merangkul siapa pun, baik kawan maupun lawan untuk bekerja bersama-sama demi satu kepentingan, yaitu kepentingan rakyat Indonesia. Istilah Jawanya, Jokowi menang tanpo ngasorake Prabowo (menang tanpa merendahkan Prabowo). Jokowi menang secara lahir maupun batin. Inilah kepribadian yang harus dimiliki setiap jiwa. Kita beruntung memiliki presiden baru sekaliber Jokowi. Revolusi mental benar-benar telah melekat dalam diri beliau. Kini, yang perlu dilakukan adalah mengupayakan agar revolusi mental itu menular ke seluruh rakyat Indonesia.




Sumber : http://ift.tt/ZD6B7a

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz