Suara Warga

Identifikasi Kendaraan ber-BBM Subsidi dan Revolusi Mental Jokowi

Artikel terkait : Identifikasi Kendaraan ber-BBM Subsidi dan Revolusi Mental Jokowi


Kita semua paham bahwa subsidi BBM dari sisi ekonomi seharusnya ditiadakan atau minimal dikurangi agar uangnya dapat digunakan untuk hal yang lebih produktif dan langsung menggerakkan perekonomian. Tapi kedepan pemerintahan Jokowi akan menemui hambatan yang merepotkan ketika BBM dinaikkan apapun dalih dan caranya.


Disini revolusi mental yang digagas oleh Jokowi akan diuji. Siapkah kita semua untuk berubah?, maukah kita tidak membeli BBM subsidi dengan kerelaan, kesadaran/kemauan sendiri, agar subsidi BBM dikurangi tanpa repot-repot menaikkan harga BBM?


Mungkin sebagian dari kita mau melakukannya dengan niat mendukung Jokowi dan sebagian lainnya bersedia bila diajak dan diyakinkan bahwa kita adalah orang-orang yang bisa hidup tanpa subsidi BBM atau orang yang tidak benar-benar butuh subsidi karena toh kita sudah sanggup beli kendaraan. Dan sebagian lainnya lagi adalah orang yang menunggu langkah yang diambil Jokowi untuk setidaknya membuat orang merasa sungkan atau malu membeli BBM subsidi karena keyakinan subsidi ini tidak layak mereka terima dan tidak ingin disamakan dengan fakir miskin yang harus dibantu dan disubsidi negara.


Budaya malu ini merupakan bagian dari Revolusi Mental yang dimaksudkan oleh Jokowi, atau bisakah melembagakan/memformalkannya berkaitan dengan mengurangi subsisdi BBM?


Jawabnya tentu bisa, dan itu tidak memerlukan persetujuan DPR.


Caranya dengan menentukan kriteria penerima subsidi (baca: bantuan pemerintah), bukan orangnya tapi kendaraannya, dengan memberi indentitas tertentu yang jelas terlihat dari jauh untuk kendaraan yang berhak membeli BBM subsidi. Dan kemudian kita tahu diantara kendaraan yang berlalu lalang dijalan raya, mana yang menggunakan BBM subsidi dan mana yang tidak menggunakan BBM subsidi.


Saya teringat taxi di beberapa negara dikenali dengan sebuah sticker kotak-kotak hitam putih selebar 20cm yang ditempel memanjang dari lampu depan sampai lampu belakang di kedua sisi kendaraan. Sticker seperti ini tidak dapat dilepas dan dapat menjadi indentitas yang ditentukan oleh negara sebagai kendaraan yang berhak membeli BBM subsidi. Saya pernah ber-email dengan Pak Dahlan Iskan tentang sticker ini tahun lalu, dan beliau mendukung dan sangat mengapresiasi. Saya simpan email jawaban dari pak Dahlan (sayang tidak ada kelanjutannya).



Siapa yang berhak memasang sticker ini? bagaimana cara memperolehnya? Menurut hemat saya tidak perlu terlalu repot menentukan kriterianya. Semua POM bensin ditugaskan oleh pemerintah untuk menyediakan dan membagikan dan mencatat pengguna sticker ini dan gratis. Tentu saja yang paling berhak dan tidak malu menggunakannya adalah angkutan umum, resmi atau tidak resmi, ambulance, angkot, truck, sepeda motor, perahu/kapal nelayan dll. Pengguna pribadi, kendaraan antar jemput sekolah tetap bisa menggunakan sticker ini. Tapi yang jelas sangat terbatas sekali penggunaannya karena sebagian besar kita malu menggunakan atribut yang bukan atribut kita (baca: orang yang disubsidi/dibelanjai negara).


Kita bisa mewujudkan pengurangan subsidi BBM dengan semangat Revolusi mental Jokowi. Buktikan semangat itu ada, dan kita telah berubah. Yakinlah ini bisa diwujudkan, harga sembako,sayur mayur tidak naik, tarif bis/angkutsn umum juga tidak naik, karena bbm subsidi tidak naik. Yang terjadi hanyalah pengguna mobil pribadi tidak menggunakan bbm subsidi karena masalah harga diri dan jumlahnya mungkin 80%, dan itu berarti 80% subsidi bisa dipangkas. Tidak ada demo, tidak ada walk-out di DPR, semoga.


Saya mengundang siapapun yang peduli, untuk mengomentari dan menyebar luaskan. Terima kasih


Juna Harjono






Sumber : http://ift.tt/1sLR3Ke

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz