GONJANG GANJING POLITIK
Politik adalah suatu kegiatan atau aktifitas manusia untuk memperebutkan kekuasaan baik secara konstitusi maupun non-konstitusi dan sekaligus mempertahankannya kembali (pemilu dan kudeta). Adapun politik merupakan suatu alat bagi manusia untuk mendapatkan kekuasaan dengan jalur-jalur yang sudah ditetapkan dalam aturan main (rule of game).
Dari penjelasan di atas sekilas memberikan penjabaran dan penjelasan umum kepada kita bahwa politik selalu berorientasi kepada kekuasaan semata, karna membuat kita untuk berkompetisi dengan yang lain atau dalam artian lainnya saling vis a vis antar satu dengan yang lain. kata politik menjadi suatu entitas yang menakutkan bahkan mengancam eksistensi manusia lainnya yang digilas olehnya dalam pertarungan. Mungkin bisa dibenarkan apa yang menjadi asumsi yang berkembang di masyarakat umumnya, bahwa binatang yang bernama politik adalah jahat, kejam bahkan melindas harkat dan martabat manusia. Yang pada intinya politik adalah barang yang kotor untuk di kosumsi, maka perlu di jauhkan dari kehidupan masyarakat karena akan menjadi benalu semata.
Coba kita perhatikan apa yang ditampilkan oleh media massa baik elektronik maupun media cetak, bahwa sebagian besar para politisi kita yang duduk diparlemen adalah orang-orang yang bermental korup dan pengecut yang seolah-olah lari dari tanggung jawab. Sudah berapa banyak uang negara mereka habiskan dalam berbagai mega proyek dengan alibi untuk membantu sebagian dari rakyat miskin, padahal sebenarnya mereka merampas uang rakyat dengan cara-cara yang lebih halus dan tersistematis. Apalagi ditambah dengan media yang membesar-besarkan persoalan dan dengan bungkusan retorika yang provokatif, akhirnya menjadi konsumsi umum padahal berita tersebut tidak berbobot.
Dari contoh kasus di atas seakan membenarkan persepsi dari rakyat bahwa politik adalah kotor. Seorang pakar komunikasi politik Harrol D Laswel mendefinisikan politik sebagai who gets what, when and how (siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana). Politik dalam pengertian Laswel seseorang melakukan sesuatu (membantu untuk memenangkan pemilu) harus mendapatkan timbal baliknya sebagai konsekuensi logis dari bantuan yang ia pada pemenang. Artinya politik selalu mengharapkan balas jasa baik berupa kekuasaan, kekayaan dan seks, karena logika yang terbangun adalah logika kapitalistik dimana bantuan bukan lagi berdasarkan pada nilai kemanusiaan tetapi bergeser menjadi hubungan yang kapitalistik belaka, sehingga melahirkan hasrat politik yang sporadis ditengah masyarakat kita dalam berbangsa dan bernegara.
Jika seandainya kita mengajukan pertanyaan politik kepada thomas hobbes maka ia akan menjawab bahwa hasrat berkuasa sangatlah dominan dalam diri manusia sehingga yang terjadiadalahsaling memakan antar satu sama lain atau yang ia istilahkan manusia “serigala bagi yang lain” (leviathan). Politik dalam pandangan hobbes bernada negatif karna memakan satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan, hasrat untuk berkuasa harus dapat di wujudkan baik dengan cara-cara amoral, tipuan, teman sekalipun bisa dimanfaatkan agar tercapai hasrat tersebut, kira-kira seperti itulah yang disampaikan Nicolo Machievelly sang teoritikus dan praktisi politiki amoral italia yang ia sampaikan dalam bukunya il principel (sang pangeran).
Masyarakat pada umumnya tentu menjadikan politik sebagai bahan diskusi (wacana) yang cukup menarik dan dialogis, karna bahasan tersebut dapat meneropong masa yang akan datang sebagai suatu cita masyarakat ideal (civil sociaty). Tentunya setiap persoalan harus kita bedah dan diagnosa dengan kacamata politik dengan dasar argumentasi yang valid.
Akhir-akhir dekade ini para politikus banyak tersangkut kasus korupsi dan tersandera sejumlah kasus lainnya yang melibatkan politikus masuk kedalam tahanan negara. Fenomena seperti ini merupakan fakta sosial yang tak terbantahkan adanya, karna dalam realitas sosial pembiaraan para politisir sungguh sangat menghawatirkan bagi penulis pribadi sebagai mahasiswa jurusan ilmu politik. Karena bagaimanapun juga jurusan harus dihargai dan dijaga citranya, sebab masyarakat akan menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang kotor, seperti yang dikatakan oleh machiavelli. Apalagi ditambah dengan pemberitaan dimedia massa baik elektronik maupun media cetak lainnya. Media memberikan informasi tentang perilaku para politisi yang merampok uang negara (APBN) secara berjemaah. Tentu perilaku seperti ini sangat mengiriskan bagi kita sebagai penerus bangsa, melihat aktor politik yang tak memiliki alasan lain selain menjarah uang negara untuk kepentingan pribadi.
Aktor politik sekarang sudah tidak memiliki orientasi ideologi sebagai garis perjuangan untuk di diperjuangkan, karena aktor-aktor tersebut adalah mereka yang lahir bukan dari orang yang memang betul-betul memiliki pendidikan politik yang mendasar, setidaknya mereka mendapatkan pendidikan politik secara berkala melalui berbagai kegiatan kemasyarakatan. Sehingga inilah yang dijadikan sebagai dasar untuk melangkah lebih jauhdanterukur , dalam merumuskan konsep membangun suatu tatanan masyarakat sebagai wujud ideal. Akan tetapi sangat jauh panggang dari api, jika kita masih berharap kepada politisi untuk membangun suatu masyarakat yang berkeadilan sama halnya dengan mimpi disiang bolong. Karena mereka tidak dibekali dengan keterampilan yang memadai, logikanya sederhana sekali, bagaimana mungkinmereka (elit politisi)ingin memperbaiki orang lain (rakyat) sementara dirinya sendiri tidak mampu diperbaiki,Karenamerekaadalahparabegundaldan mafia.
Perlu ada perbaikan secara fundamental atas rusaknya perilaku para elit politik dasawarsa ini. Reformasi disegala sektor harus segera dijalankan, dan pelaku politik mengavaluasi kembali aktifitas politik agar tidak dicap hitam. Masyakatpun harus juga dilibatkan didalamnya agar perbaikan tidak tersendak dan menjadi buah bibir saja. Partisipasi masyarakat untuk membenahi negri ini akan membuat kesan bahwa mereka juga warga Negara yang cinta terhadap negrinya. Apalagi mainstream masyarakat sudah terlanjur menjustis, dengan adanya partisipasi maka besar kemungkinan membuka ruang dialog yang dialogis antara elit dan masyarakat. Kitapun berharap negri ini menjadi lebih beradab dan santun.
Sumber : http://ift.tt/1sVIyfL
Dari penjelasan di atas sekilas memberikan penjabaran dan penjelasan umum kepada kita bahwa politik selalu berorientasi kepada kekuasaan semata, karna membuat kita untuk berkompetisi dengan yang lain atau dalam artian lainnya saling vis a vis antar satu dengan yang lain. kata politik menjadi suatu entitas yang menakutkan bahkan mengancam eksistensi manusia lainnya yang digilas olehnya dalam pertarungan. Mungkin bisa dibenarkan apa yang menjadi asumsi yang berkembang di masyarakat umumnya, bahwa binatang yang bernama politik adalah jahat, kejam bahkan melindas harkat dan martabat manusia. Yang pada intinya politik adalah barang yang kotor untuk di kosumsi, maka perlu di jauhkan dari kehidupan masyarakat karena akan menjadi benalu semata.
Coba kita perhatikan apa yang ditampilkan oleh media massa baik elektronik maupun media cetak, bahwa sebagian besar para politisi kita yang duduk diparlemen adalah orang-orang yang bermental korup dan pengecut yang seolah-olah lari dari tanggung jawab. Sudah berapa banyak uang negara mereka habiskan dalam berbagai mega proyek dengan alibi untuk membantu sebagian dari rakyat miskin, padahal sebenarnya mereka merampas uang rakyat dengan cara-cara yang lebih halus dan tersistematis. Apalagi ditambah dengan media yang membesar-besarkan persoalan dan dengan bungkusan retorika yang provokatif, akhirnya menjadi konsumsi umum padahal berita tersebut tidak berbobot.
Dari contoh kasus di atas seakan membenarkan persepsi dari rakyat bahwa politik adalah kotor. Seorang pakar komunikasi politik Harrol D Laswel mendefinisikan politik sebagai who gets what, when and how (siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana). Politik dalam pengertian Laswel seseorang melakukan sesuatu (membantu untuk memenangkan pemilu) harus mendapatkan timbal baliknya sebagai konsekuensi logis dari bantuan yang ia pada pemenang. Artinya politik selalu mengharapkan balas jasa baik berupa kekuasaan, kekayaan dan seks, karena logika yang terbangun adalah logika kapitalistik dimana bantuan bukan lagi berdasarkan pada nilai kemanusiaan tetapi bergeser menjadi hubungan yang kapitalistik belaka, sehingga melahirkan hasrat politik yang sporadis ditengah masyarakat kita dalam berbangsa dan bernegara.
Jika seandainya kita mengajukan pertanyaan politik kepada thomas hobbes maka ia akan menjawab bahwa hasrat berkuasa sangatlah dominan dalam diri manusia sehingga yang terjadiadalahsaling memakan antar satu sama lain atau yang ia istilahkan manusia “serigala bagi yang lain” (leviathan). Politik dalam pandangan hobbes bernada negatif karna memakan satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan, hasrat untuk berkuasa harus dapat di wujudkan baik dengan cara-cara amoral, tipuan, teman sekalipun bisa dimanfaatkan agar tercapai hasrat tersebut, kira-kira seperti itulah yang disampaikan Nicolo Machievelly sang teoritikus dan praktisi politiki amoral italia yang ia sampaikan dalam bukunya il principel (sang pangeran).
Masyarakat pada umumnya tentu menjadikan politik sebagai bahan diskusi (wacana) yang cukup menarik dan dialogis, karna bahasan tersebut dapat meneropong masa yang akan datang sebagai suatu cita masyarakat ideal (civil sociaty). Tentunya setiap persoalan harus kita bedah dan diagnosa dengan kacamata politik dengan dasar argumentasi yang valid.
Akhir-akhir dekade ini para politikus banyak tersangkut kasus korupsi dan tersandera sejumlah kasus lainnya yang melibatkan politikus masuk kedalam tahanan negara. Fenomena seperti ini merupakan fakta sosial yang tak terbantahkan adanya, karna dalam realitas sosial pembiaraan para politisir sungguh sangat menghawatirkan bagi penulis pribadi sebagai mahasiswa jurusan ilmu politik. Karena bagaimanapun juga jurusan harus dihargai dan dijaga citranya, sebab masyarakat akan menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang kotor, seperti yang dikatakan oleh machiavelli. Apalagi ditambah dengan pemberitaan dimedia massa baik elektronik maupun media cetak lainnya. Media memberikan informasi tentang perilaku para politisi yang merampok uang negara (APBN) secara berjemaah. Tentu perilaku seperti ini sangat mengiriskan bagi kita sebagai penerus bangsa, melihat aktor politik yang tak memiliki alasan lain selain menjarah uang negara untuk kepentingan pribadi.
Aktor politik sekarang sudah tidak memiliki orientasi ideologi sebagai garis perjuangan untuk di diperjuangkan, karena aktor-aktor tersebut adalah mereka yang lahir bukan dari orang yang memang betul-betul memiliki pendidikan politik yang mendasar, setidaknya mereka mendapatkan pendidikan politik secara berkala melalui berbagai kegiatan kemasyarakatan. Sehingga inilah yang dijadikan sebagai dasar untuk melangkah lebih jauhdanterukur , dalam merumuskan konsep membangun suatu tatanan masyarakat sebagai wujud ideal. Akan tetapi sangat jauh panggang dari api, jika kita masih berharap kepada politisi untuk membangun suatu masyarakat yang berkeadilan sama halnya dengan mimpi disiang bolong. Karena mereka tidak dibekali dengan keterampilan yang memadai, logikanya sederhana sekali, bagaimana mungkinmereka (elit politisi)ingin memperbaiki orang lain (rakyat) sementara dirinya sendiri tidak mampu diperbaiki,Karenamerekaadalahparabegundaldan mafia.
Perlu ada perbaikan secara fundamental atas rusaknya perilaku para elit politik dasawarsa ini. Reformasi disegala sektor harus segera dijalankan, dan pelaku politik mengavaluasi kembali aktifitas politik agar tidak dicap hitam. Masyakatpun harus juga dilibatkan didalamnya agar perbaikan tidak tersendak dan menjadi buah bibir saja. Partisipasi masyarakat untuk membenahi negri ini akan membuat kesan bahwa mereka juga warga Negara yang cinta terhadap negrinya. Apalagi mainstream masyarakat sudah terlanjur menjustis, dengan adanya partisipasi maka besar kemungkinan membuka ruang dialog yang dialogis antara elit dan masyarakat. Kitapun berharap negri ini menjadi lebih beradab dan santun.
Sumber : http://ift.tt/1sVIyfL