Suara Warga

Fahmi Idris Bercerita, Jokow-JK Bakal Hadapi Kesulitan

Artikel terkait : Fahmi Idris Bercerita, Jokow-JK Bakal Hadapi Kesulitan

Pada hari raya Idul Adha 1435 H yang jatuh ada 5 Oktober 2014, saya bersilaturrahim dengan Prof Dr Fahmi Idris di kediamannya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Bang Fahmi, panggilan akrabnya, baru saja diangkat menjadi guru besar dalam bidang Politik-Ekonomi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Beliau pernah menjadi Menteri Tenaga Kerja RI di masa Presiden BJ Habibie dan Menteri Perindustrian RI pada masa pemerintahan SBY jilid 1.

Keakraban saya dengan beliau sudah terjalin cukup lama karena di masa H. Harmoko menjadi Ketua Umum Golongan Karya diakhir Orde Baru, saya pernah menjadi sekretaris Departemen Koperasi dan Wiraswasta DPP Golkar, yang saat itu ketuanya Fahmi Idris dan Fadel Muhammad.

Bang Fahmi, dihadapan saya dan juga puterinya Fahira Idris yang baru dilantik menjadi anggota DPD RI dan suaminya, serta menantunya Poempida Hidayatullah, banyak bercerita tentang saat-saat yang amat berkesan dan tidak terlupakan ketika menjadi Ketua Fraksi Golkar di MPR, pada saat amandemen 1, 2, 3, dan 4 UUD 1945, yang amat banyak didatangi para tokoh dan mahasiswa yang mendukung amandemen UUD 1945. tetapi juga tidak sedikit yang menolak amandemen terutama dari para pejuang 45, dan ada juga dari akademisi. Semuanya bisa diatasi dengan dialog dan debat untuk meyakinkan mereka pentingnya amandemen UUD 1945.

Hal lain yang diceritakan bang Fahmi, saat-saat menjelang reformasi tahun 21 Mei 1998, Cak Noer panggilan akrab Noercholish Madjid, bang Fahmi dan Danang Djaja, atas nama Kahmi diterima Presiden Soeharto di Cendana.

Pada saat yang sama ada rapat di DPP Golkar yang amat penting untuk membahas keputusan Harmoko dan Abdul Gafur yang mendesak pengunduran diri Presiden Soeharto sesuai desakan dan tuntutan para demonstran yang menguasai gedung parlemen, tetapi ditolak keras oleh mayoritas pengurus DPP Golkar dan Pangab ABRI.

Dalam rapat di DPP Golkar, Harmoko dan Abdul Gafur sempat menangis karena dihakimi dan dihujat para pengurus DPP Golkar yang menolak Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden RI.

atas desakan dan tuntutan para demonstran.

Bang Fahmi yang sedianya mendampingi Cak Noer menghadap Presiden Soeharto, memilih menghadiri rapat DPP Golkar. Ia satu-satunya dari pengurus DPP Golkar yang dengan tegas membela keputusan Harmoko yang saat itu menjabat Ketua DPR/MPR dan Abdul Gafur, Wakil Ketua DPR RI. Alasannya untuk menyelamatkan Golkar yang saat itu sudah dihujat dan dituntut untuk dibubarkan.

Nasihat Bang Fahmi

Bang Fahmi termasuk salah satu deklarator pendukung Jokowi-JK dalam pilpres 2014. Ia mengakui saat ini sedang kuat-kuatnya koalisi merah-putih. Mereka sudah menguasai parlemen, sehingga pasti menyulitkan pemerintahan Jokowi-JK.

Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan, pertama, tidak konfrontatif. Tidak ada gunanya konfrontasi dengan mereka yang lagi kuat-kuatnya.

Kedua, bangun komunikasi dan dialog. Melalui komunikasi yang baik, diharapkan akan terwujud kerjasama untuk membangun bangsa dan negara ini.

Ketiga, harus adil. Kabinet yang dipilih harus bisa bersikap adil supaya diterima kedua belah pihak. Selain yang dipilih, kabinet yang kredibel dan profesional, saya tambahkan kabinet profesional yang plus-plus, yaitu kabinet yang profesional dan kredibel, serta yang mempunyai jaringan luas dengan kekuatan di parlemen dan partai-partai politik, sehingga mudah diterima dan bisa dijadikan mitra dialog dan kerjasama dalam arti yang positif, karena akhirnya suka tidak suka dan mau tidak mau, para menteri yang ditunjuk untuk meminpin pemerintahan harus bisa berurusan serta kerjasama dengan parlemen.

Jika tidak, maka pemerintahan Jokowi-JK akan mengalami kesulitan dan hal itu tidak boleh terjadi.

Allahu a’lam bisshawab






Sumber : http://ift.tt/1rONhhj

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz