Bara Api Membakar Demokrasi
Kita itu memiliki sangat banyak kemudahan. Mudah terpesona, mudah tersinggung, mudah marah, mudah memaki, dan terutama mudah melupakan. Itu beberapa dari kemudahan yang kita miliki.
Seseorang tersangkut kasus seksual, mengawini gadis abg berusia 18 tahun dan lalu menceraikannya tiga hari kemudian hanya melalui pesan singkat SMS. Tiga tahun kemudian orang itu terpilih menjadi anggota DPR. Ajaib bukan?.
Akibat walk-out pada sidang pilkada, dengan sangat mudah kita semua marah ke pak SBY. Makian berhamburan, tuduhan berseliweran, shameOnyou menjadi trending topic. Ini contoh terkini tentang betapa mudahnya kita marah dan memaki.
Lantas karena pak SBY mengeluarkan perpu yang dengan demikian membatalkan UU pilkada melalui DPRD, dengan mudah pula banyak di antara kita menobatkan pak SBY sebagai pahlawan demokrasi, pahlawan pilkada langsung, dan entah pahlawan apalagi.
Tak ada yang meneliti apa sesungguhnya isi perpu itu, bagaimana perjalanan demokrasi di masa depan akibat dari perpu itu, mengapa KMP tidak menunjukkan reaksi menolak perpu itu.
Salah satu isi perpu itu tampaknya ditujukan untuk menurunkan Ahok, dan karena itu KMP tidak menunjukkan reaksi menolak. Salah satu isi perpu itu adalah jika ada gubernur mengundurkan diri sementara masa jabatannya baru dua tahun, maka pengganti gubernur itu dipilih oleh DPRD. Kalimat yang tampaknya memang ditujukan khusus untuk menurunkan Ahok, agar tidak naik menjadi Gubernur DKI. Horeeeeee…….
Lantas apakah perpu itu akan diterima menjadi UU?, aha, sangat kecil kemungkinannya. Pada sidang DPR di bulan Januari 2015, hampir pasti (itu menurut prediksi) perpu itu ditolak di DPR. Tetapi sejak diterbitkan sampai nanti ditolak pada sidang DPR di bulan Januari 2015, yang berlaku adalah perpu itu. Pada selang waktu itulah Jokowi dilantik menjadi Presiden ke-7(?), dan pada selang waktu itulah harus ditetapkan siapa pengganti Jokowi sebagai Gubernur DKI. Kalau nalar manusia normal ya seharusnya wakil gubernur naik menjadi gubernur. Tetapi nalar politik bukan seperti itu.
KMP melihat perpu itu sebuah keuntungan politik di wilayah DKI, jadi tidak perlu diributkan. Toh nanti pada sidang di bulan Januari 2015 perpu itu dapat ditolak, tetapi selama masa berlakunya perpu itu terdapat peluang besar untuk mengganti gubernur DKI, asal bukan Ahok.
Pada sidang di bulan Januari 2015 nanti, jika perpu kemudian ditolak maka apa yang terjadi?. Kekosongan payung hukum pilkada, karena semua sudah saling membatalkan.
Kekosongan hukum berpotensi mengundang khaos, sebab hukum rimba yang berlaku. Adu otot dan adu jotos menjadi sesuatu yang kemungkinan besar menjadi tontonan harian kita semua. Syukurlah, bakal ada tontonan menarik, menunggu piala Eropa bergulir.
Jadi sebenarnya pak SBY mewariskan bara sekam yang berpotensi membakar hangus demokrasi partisipatoris.
Meski demikian, tetap saja banyak yang menobatkan bapak SBY itu sebagai pahlawan demokrasi langsung, heran ya.
Sumber : http://ift.tt/1oNeVxf
Seseorang tersangkut kasus seksual, mengawini gadis abg berusia 18 tahun dan lalu menceraikannya tiga hari kemudian hanya melalui pesan singkat SMS. Tiga tahun kemudian orang itu terpilih menjadi anggota DPR. Ajaib bukan?.
Akibat walk-out pada sidang pilkada, dengan sangat mudah kita semua marah ke pak SBY. Makian berhamburan, tuduhan berseliweran, shameOnyou menjadi trending topic. Ini contoh terkini tentang betapa mudahnya kita marah dan memaki.
Lantas karena pak SBY mengeluarkan perpu yang dengan demikian membatalkan UU pilkada melalui DPRD, dengan mudah pula banyak di antara kita menobatkan pak SBY sebagai pahlawan demokrasi, pahlawan pilkada langsung, dan entah pahlawan apalagi.
Tak ada yang meneliti apa sesungguhnya isi perpu itu, bagaimana perjalanan demokrasi di masa depan akibat dari perpu itu, mengapa KMP tidak menunjukkan reaksi menolak perpu itu.
Salah satu isi perpu itu tampaknya ditujukan untuk menurunkan Ahok, dan karena itu KMP tidak menunjukkan reaksi menolak. Salah satu isi perpu itu adalah jika ada gubernur mengundurkan diri sementara masa jabatannya baru dua tahun, maka pengganti gubernur itu dipilih oleh DPRD. Kalimat yang tampaknya memang ditujukan khusus untuk menurunkan Ahok, agar tidak naik menjadi Gubernur DKI. Horeeeeee…….
Lantas apakah perpu itu akan diterima menjadi UU?, aha, sangat kecil kemungkinannya. Pada sidang DPR di bulan Januari 2015, hampir pasti (itu menurut prediksi) perpu itu ditolak di DPR. Tetapi sejak diterbitkan sampai nanti ditolak pada sidang DPR di bulan Januari 2015, yang berlaku adalah perpu itu. Pada selang waktu itulah Jokowi dilantik menjadi Presiden ke-7(?), dan pada selang waktu itulah harus ditetapkan siapa pengganti Jokowi sebagai Gubernur DKI. Kalau nalar manusia normal ya seharusnya wakil gubernur naik menjadi gubernur. Tetapi nalar politik bukan seperti itu.
KMP melihat perpu itu sebuah keuntungan politik di wilayah DKI, jadi tidak perlu diributkan. Toh nanti pada sidang di bulan Januari 2015 perpu itu dapat ditolak, tetapi selama masa berlakunya perpu itu terdapat peluang besar untuk mengganti gubernur DKI, asal bukan Ahok.
Pada sidang di bulan Januari 2015 nanti, jika perpu kemudian ditolak maka apa yang terjadi?. Kekosongan payung hukum pilkada, karena semua sudah saling membatalkan.
Kekosongan hukum berpotensi mengundang khaos, sebab hukum rimba yang berlaku. Adu otot dan adu jotos menjadi sesuatu yang kemungkinan besar menjadi tontonan harian kita semua. Syukurlah, bakal ada tontonan menarik, menunggu piala Eropa bergulir.
Jadi sebenarnya pak SBY mewariskan bara sekam yang berpotensi membakar hangus demokrasi partisipatoris.
Meski demikian, tetap saja banyak yang menobatkan bapak SBY itu sebagai pahlawan demokrasi langsung, heran ya.
Sumber : http://ift.tt/1oNeVxf