Usulan Yusril Hanya Bisa Menunda Tapi Tidak Bisa Mengembalikan Pilkada Langsung
Penolakan dan kekecewaan disyahkannya UU Pilkada tidak langsung masih marak di masyarakat. Sama besarnya dengan luapan kekecewaan masyarakat terhadap SBY di media sosial. SBY dianggap sebagai aktor tunggal penyebab kembalinya pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Banyak cara diupayakan agar kepala daerah kembali dipilih langsung oleh rakyat. Salah satunya uji materi ke MK. Ada juga yang mengusulkan SBY tidak menandatangi UU tersebut atau menerbitkan Perpu. Yang terbaru ini ada usulan dari pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra. Yusril menyarankan SBY untuk tidak menanda tangani UU Pilkada yang baru disyahkan oleh DPR tersebut sampai masa jabatannya berahir tanggal 20 oktober. Seperti yang kita ketahui UU Pilkada ketok palu tanggal 25 September, dan menurut peraturan perundang-undangan kita, apa bila tidak ditandatangani oleh President dalam jangka waktu 30 hari maka otomatis UU itu sah dan berlaku. Pada tanggal 25 Oktober saat sah dan berlakunya UU tersebut SBY sudah tidak menjabat lagi sebagai President karena pada tanggal 20 Oktober ia digantikan oleh Jokowi. Celah celah hukum inilah yang menurut Yusril bisa dimamfaatkan. Jokowi dianjurkan untuk tidak menandatangani UU Pilkada itu sekaligus mengembalikankannya ke DPR untuk dibahas lagi karena Jokowi sebagai President tidak merasa ikut membahasnya. Usulan agar SBY tidak menandatangani selama akhir masa jabatannya dan kemudian Jokowi mengembalikan UU Pilkada itu ke DPR masih bisa diperdebatkan. Biarlah pakar pakar hukum tata negara yang membahasnya. Bukannya pesimis, apapun caranya memgembalikan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat nampaknya akan sia sia belaka. Mengajukan uji materi ke MK sepertinya akan bernasib sama dengan UU MD3 yang di tolak oleh MK. Undang undang kita mengatakan pemelihan President langsung oleh rakyat sedangkan pemilihan kepala daerah baik itu Gubernur ataupun Bupati/Walikota dilakukan secara demokratis. Pengertian demokratis ini bisa langsung oleh masyarakat atau melalui wakil wakilnya yang duduk di DPRD. MK bisa mengatakan meteri UU Pilkada yang baru disyahkan oleh DPR tidak bertentangan dengan undang undang yang diatasnya. Mengeluarkan Perpu juga hanya bisa menunda, masa berlaku Perpu hanya tiga bulan. Kembali ke usulan Yusril, SBY tidak menandatangani UU Pilkada dan Kemudian Jokowi mengembalikannya kembali ke DPR untuk dibahas lagi secara bersama sama oleh pemerintahan yang baru. Kalau usulan Yusril ini pada akhirnya bisa direalisasikam toh pada akhirnya hasil akhirnya akan tetap sama. Hanya ada dua opsi, yaitu pilkada tidak langsung dan pilkada langsung dengan atau tanpa perbaikan seperti usulan Demokrat. Dan seperti sudah bisa diduga akan terjadi voting. Koalisi merah yang dimotori oleh PDIP, HANURA, dan PKB pasti akan kalah suara meskipun seandainya Demokrat ikut dengan mereka. Suara Demokrat bukan lagi penentu seperti pada priode sebelumnya. Jadi usulan Yusril hanya bisa menunda bukan merubah. Jelasnya, Hanya SBY dan Demokra lah yang paling berkepentingan dengan usulan Yuril ini, soalnya demi menyelamatkan muka dan partainya, SBY sampai rela relanya meminta Yusril terbang menemuinya di Jepang. Tapi memang usulan Yusril patut dicoba juga, siapa tahu peta politik berubah. Misalnya PPP dan PAN bergabung, dalam dunia politik semua bisa terjadi. Tidak ada musuh dan teman yang abadi, hanya kepentingan lah yang abadi.
Sumber : http://ift.tt/Zmvogw
Sumber : http://ift.tt/Zmvogw