Transisi Kepemimpinan Nasional dan Tantangan Pembangunan Papua di Masa Mendatang
Pemerintahan baru akan segera berjalan, dan tentu saja pembaruan tersebut akan membawa perubahan besar, termasuk dalam upaya percepatan pembangunan Papua. Menilik 2 periode Pemerintahan Presiden SBY, ternyata Papua telah dikelola secara khusus, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, untuk terus mengubah pendekatan sektoral menuju dimensi kewilayahan yang lebih kental.
Bagaimana dengan pemerintahan yang baru mendatang? Apakah konteks wilayah yang luas dan zona ekologi yang beragam tetap akan menjadi pijakan utama? Apakah suksesor SBY akan tetap merumuskan kebijakan kluster-kluster kewilayahan, sesuai dengan budaya rakyat Papua?
Papua sebagai wilayah khusus yang menjadi fokus pembangunan wilayah, hingga kini masih dinilai sebagai daerah tertinggal, sehingga rezim pemerintahan baru mendatang, akan mendapatkan tantangan untuk percepatan pembangunan yang semakin nyata.
Perlu diketahui, bahwa pada 10 tahun terakhir, Papua telah ditempatkan dalam koridor Papua-Kepulauan Maluku, dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pemerintah juga telah melakukan pembenahan desain regulasi untuk Papua, dengan desentralisasi asimetris, yang ditekankan agar kebijakan dan program-program sektoral sesuai dengan konteks ke-Papua-an sesuai kebijakan otonomi khusus.
Seluruh regulasi sektoral dikelola agar sejalan dan selaras dengan semangat dasar dan prinsip-prinsip utama dari otonomi khusus, seperti regulasi perkebunan, perikanan, pertambangan, kehutanan, maupun regulasi politik pemilihan kepala daerah. Aspek kesejahteraan di Papua dibenahi, dimana sejak 2005 pemerintah melanjutkan desentralisasi fiskal dengan meningkatkan alokasi dana, baik dana Kementerian atau Lembaga maupun dana perimbangan, serta dana otonomi khusus bagi Papua.
Sampai tahun 2012, telah dialokasikan dana sekitar Rp 30 triliun untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, untuk upaya mendorong percepatan pembangunan di Papua. Dalam menata rancang kelembagaan pemerintahan daerah, terkait status kekhususan Papua dalam payung otonomi khusus, perkuatan kapasitas lembaga eksekutif, DPRP, dan MRP (Majelis Rakyat Papua) terus dilakukan.
Papua dan Papua Barat tidak hanya memberikan kesan mendalam bagi SBY, bahkan disampaikan bahwa SBY telah melihat tanah Papua sebagai tanah yang menjanjikan berkah dan hari esok yang baik. Sehingga siapapun yang tinggal, tidak boleh menyia-nyiakan berkah tersebut.
Jelang akhir masa jabatan SBY, secara nasional pekerjaan rumah masih menumpuk, baik dalam membangun maupun meningkatkannya. Hal yang telah dicapai, baik untuk Tanah Papua maupun wilayah lain, harus terus ditingkatkan. Presiden baru di era transparansi akan segera tiba, dan harus disambut dengan tantangan yang lebih besar, seperti evaluasi pelaksanaan Otsus, penegakan hukum kepada penyalahguna anggaran, yang menyengsarakan rakyat banyak. Presiden baru Indonesia perlu terus mengembangkan dan mendorong, agar harga barang kebutuhan pokok di Papua makin terjangkau dengan berbagai cara. Contohnya merealisasi rencana pembuatan pusat-pusat produksi komoditas di Papua dan mendukungnya dengan memperlancar sarana transportasi darat, termasuk pembangunan infrastruktur. Berbagai rencana pembuatan pusat pengolahan makanan dan energy seperti MIFFE di Merauke, pembangunan pabrik semen di Manokwari, serta pengembangan peternakan sapi, memang menuai banyak kecaman dan penolakan karena berbagai kepentingan yang membonceng rencana kebijakan tersebut.
Untuk mewujudkan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, Pemerintah baru nanti perlu mencetuskan jalan keluar baru, sebuah terobosan, sebagai inisiasi kebijakan dasar, melalui strategi besar dan program yang nyata. Dengan begitu, impian besar bahwa Papua dan Papua Barat dapat menjadi setara dengan wilayah lain dalam memperkuat posisi Indonesia di percaturan dunia, dapat segera tercapai.
Sumber : http://ift.tt/1lScYxH
Bagaimana dengan pemerintahan yang baru mendatang? Apakah konteks wilayah yang luas dan zona ekologi yang beragam tetap akan menjadi pijakan utama? Apakah suksesor SBY akan tetap merumuskan kebijakan kluster-kluster kewilayahan, sesuai dengan budaya rakyat Papua?
Papua sebagai wilayah khusus yang menjadi fokus pembangunan wilayah, hingga kini masih dinilai sebagai daerah tertinggal, sehingga rezim pemerintahan baru mendatang, akan mendapatkan tantangan untuk percepatan pembangunan yang semakin nyata.
Perlu diketahui, bahwa pada 10 tahun terakhir, Papua telah ditempatkan dalam koridor Papua-Kepulauan Maluku, dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pemerintah juga telah melakukan pembenahan desain regulasi untuk Papua, dengan desentralisasi asimetris, yang ditekankan agar kebijakan dan program-program sektoral sesuai dengan konteks ke-Papua-an sesuai kebijakan otonomi khusus.
Seluruh regulasi sektoral dikelola agar sejalan dan selaras dengan semangat dasar dan prinsip-prinsip utama dari otonomi khusus, seperti regulasi perkebunan, perikanan, pertambangan, kehutanan, maupun regulasi politik pemilihan kepala daerah. Aspek kesejahteraan di Papua dibenahi, dimana sejak 2005 pemerintah melanjutkan desentralisasi fiskal dengan meningkatkan alokasi dana, baik dana Kementerian atau Lembaga maupun dana perimbangan, serta dana otonomi khusus bagi Papua.
Sampai tahun 2012, telah dialokasikan dana sekitar Rp 30 triliun untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, untuk upaya mendorong percepatan pembangunan di Papua. Dalam menata rancang kelembagaan pemerintahan daerah, terkait status kekhususan Papua dalam payung otonomi khusus, perkuatan kapasitas lembaga eksekutif, DPRP, dan MRP (Majelis Rakyat Papua) terus dilakukan.
Papua dan Papua Barat tidak hanya memberikan kesan mendalam bagi SBY, bahkan disampaikan bahwa SBY telah melihat tanah Papua sebagai tanah yang menjanjikan berkah dan hari esok yang baik. Sehingga siapapun yang tinggal, tidak boleh menyia-nyiakan berkah tersebut.
Jelang akhir masa jabatan SBY, secara nasional pekerjaan rumah masih menumpuk, baik dalam membangun maupun meningkatkannya. Hal yang telah dicapai, baik untuk Tanah Papua maupun wilayah lain, harus terus ditingkatkan. Presiden baru di era transparansi akan segera tiba, dan harus disambut dengan tantangan yang lebih besar, seperti evaluasi pelaksanaan Otsus, penegakan hukum kepada penyalahguna anggaran, yang menyengsarakan rakyat banyak. Presiden baru Indonesia perlu terus mengembangkan dan mendorong, agar harga barang kebutuhan pokok di Papua makin terjangkau dengan berbagai cara. Contohnya merealisasi rencana pembuatan pusat-pusat produksi komoditas di Papua dan mendukungnya dengan memperlancar sarana transportasi darat, termasuk pembangunan infrastruktur. Berbagai rencana pembuatan pusat pengolahan makanan dan energy seperti MIFFE di Merauke, pembangunan pabrik semen di Manokwari, serta pengembangan peternakan sapi, memang menuai banyak kecaman dan penolakan karena berbagai kepentingan yang membonceng rencana kebijakan tersebut.
Untuk mewujudkan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, Pemerintah baru nanti perlu mencetuskan jalan keluar baru, sebuah terobosan, sebagai inisiasi kebijakan dasar, melalui strategi besar dan program yang nyata. Dengan begitu, impian besar bahwa Papua dan Papua Barat dapat menjadi setara dengan wilayah lain dalam memperkuat posisi Indonesia di percaturan dunia, dapat segera tercapai.
Sumber : http://ift.tt/1lScYxH