Suara Warga

Tak Ada Nama Calon Menteri dari Papua

Artikel terkait : Tak Ada Nama Calon Menteri dari Papua

Versi rekrutmen kandidat Calon Menteri sekarang untuk kabinet Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi – Jk periode 2014/2019, berbeda dengan kebiasaan sebelumnya sejak Presiden Pertama hingga Presiden ke-enam. Dari Kabinet Gotong Royong Era Soekarno hingga Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dibawah Presiden Soesilo Bambang Yudoyono, calon Menteri lebih dominan ditentukan oleh Presiden selaku Pemegang Hak Prerogatif berdasarkan UUD 1945. Semua Menteri dipilih dan ditetapkan oleh Presiden atas pengamatan dan penilaiannya sendiri, dan mungkin juga dengan mempertimbangkan masukan dari orang-orang dekat atau para pembisiknya. Cara itu merujuk dan mempertegas amanat kostitusi bahwa pemilihan dan penetapan seseorang calon Menteri menjadi Menteri definitif mutlak domain Sang Presiden pengemban hak prerogatif. Kali ini, justru calon Kandidat Menteri diterawang via penjaringan nama usulan publik atas dasar permintaan dari Tim Transisi Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi - JK.

Dari publikasi situs on line Rumah Transisi saat ini sudah terinventarisir 88 nama Calon Kandidat Menteri bakal diseleksi lebih lanjut untuk mendapatkan calon terpilih sebagai Menteri definitif nanti, usai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi – JK pada tanggal 20 Oktober 2014. Kalau tidak ada perubahan, sesuai informasi yang dilansir berbagai media massa, Tim Transisi dengan arahan Presiden terpilih Joko Widodo telah menyepakati susunan Kabinet dengan jumlah 34 kursi. Itu berarti dari 88 calon kandidat ini, akan ditetapkan 34 orang oleh Presiden Joko Widodo pada saatnya, menduduki 34 posisi menteri itu. Tentunya dengan harapan, bahwa mereka yang tepilih dan tertetapkan, adalah orang-orang punya kompetensi mumpuni dalam bidangnya sesuai kementerian yang dipimpin. Juga, para calon Menteri itu diharapkan bisa merepresentasikan berbagai kalangan baik parpol, akademisi, cendekiawan dan profesional, bahkan daerah di Negeri ini.

Menyangkut keterwakilan daerah, setelah saya mencermati satu per satu nama calon kandidat untuk posisi Menteri Kabinet Jokowi – JK nanti, tidak menemukan satupun nama dari Provinsi Papua dan Papua Barat, sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama-nama yang ada mewakili daerah-daerah hanya sampai ke Maluku dan tidak menyentuh Papua dan Papua Barat. Dalam Kabinet Indonesia Besatu SBY jilid satu dan dua, ada wakil dari Papua, masing-masing Mantan Dan Lantamal Jayapura Brigjen (purn) Fredy Numbery (terakhir mantan Menteri Perhubungan), dan saat Ini Profesor Baltazaar Kambuaya Menteri Kementerian Lingkungan Hidup. Apabila, pertimbangan Presiden terpilih Joko Widodo setelah dilantik menjadi Presiden, langsung menetapkan 34 nama anggota Kabinet hanya dari usulan publik yang sudah ada, maka tentu tidak akan ada menteri representasi papua dan Papua Barat. Satu fakta yang bakal berbeda dengan kabinet sekarang dan sebelumnya. Lalu apa kata orang Papua?

Dalam Muktamar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Surabaya pada tanggal 31 Agustus 2014, ada semacam rekomendasi yang menyarankan kepada Pemerintahan Jokowi – JK nanti, untuk membentuk kementerian khusus Papua. Entah apa namanya, saya sendiri tidak tahu tapi yang pasti bahwa Muktamar PKB tahun 2014 ini, begitu menaruh perhatian besar kepada Papua. Mungkin, karena Mendiang Bapak Gus Dur (Abdurahman Wahid) Presiden ke-4 Republik Indonesia sebagai pendiri PKB yang dijadikan Bapak Demokrasi oleh orang Papua, dan Tokoh yang mengembalikan nama asli wilayah “ Papua “, ataukah karena pertimbangan lain. Sekali lagi saya sendiri tidak paham. Namun, yang penting disini adalah perhatian yang begitu besar, sebagai indikasi bahwa publik atau kalangan elit dan masa PKB paham betul tentang sebuah daerah yang adalah bagian dari Wilayah NKRI bernama “PAPUA”. Salah satu dari dua wilayah di Indonesia penyandang hak OTONOMI KHUSUS dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain Aceh. Meski ada embel-embel rekomendasi itu yang menyebutkan, Menteri bakal menduduki kursi Kementrian Khusus Papua itu, tidak harus orang Papua Asli.

Presiden terpilih Joko Widodo pada saat kampanye Pemilihan Umum Legislatif (PILEG) hari terakhir tanggal 5 April 2014, datang ke Sorong dan lanjutkan perjalanan ke Jayapura, untuk berkampanye di sana. Sekitar satu jam berada di Sorong Djokowi menyempatkan diri blusukan di Pasar Sentral Remu Sorong Papua Barat. Di Jayapura pun Capres PDIP waktu itu melakukan hal yang sama. Kemudian pada tanggal 5 Juni 2014, awal masa Kampanye Pemilihan Presiden, Jokowi pun melakukan perjalanan ke Jayapura untuk kampanye hari pertama di Papua. Ketika itu Jokowi disambut penuh antusias oleh masyarakat Papua dengan karena yakin dapat mengentaskan Papua dari ketertinggalan dan keterbelakangan. Sebuah pertanda yang menjadi obsesi dibenak orang Papua jika Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, pasti memperhatikan Papua bukan saja dalam hal membangun di berbagai sektor, melainkan juga menempatkan salah satu atau dua orang Papua dalam Kabinetnya.

Menyimak 88 nama terjaring dari usulan publik untuk calon Kandidat Menteri dalam Kabinet pemerintahan mendatang, tanpa satu pun nama putra atau putri dari Papua dan Papua Barat, publik Papua spontan prihatin. Begitu besar harapan agar ada representasi Papua dalam Kabinet Jokowi – JK kok tidak ada? Asumsinya jika Presiden nanti memilih hanya berdasarkan usulan publik yang sedang teseleksi saat ini, sudah pasti tidak akan ada. Namun, ada pula sebagian masyarakat Papua yang masih yakin bahwa salah satu putra atau Putri bakal masuk dalam Kabinet Jokowi-JK, karena perhatian besar telah diperlihatkan sejak awal kampanye kepada Papua. Yang menyedihkan adalah, publik pengusul kok lupa kepada Papua, sehingga tak ada satu pun dari mereka yang memasukkan nama calon dari Papua, minimal menteri yang sekarang ada di Kabinet SBY seperti Profesor Baltazaar Kambuaya atau sebelunya yang pernah menjabat yakni Manuel Kaisepo (mantan menteri muda era Gus Dur) dan Fredy Numberi (mantan menteri perhubungan) KIB.

Sedih memang. Mengapa tidak? Orang Papua saat ini sudah merasa menjadi bagian tak terpisahkan dari sesama anak bangsa Indonesia. Tapi rupanya ada dari anak bangsa ini yang belum mau menerima orang Papua sebagai bagian dari kehidupan se bangsa dan setanah airnya. Ataukah mungkin karena usulan ini berasal dari sebagian warga negara yang tidak menguasai peta Negara Kesatuan Republik Indonsia serta demografinya? Saya pastikan tidak mungkin. Saya yakin mereka yang mengajukan usulan nama-nama itu adalah orang pintar yang sudah kuasai peta Republik Indonesia dan tahu benar keberagaman suku penduduk negeri ini.

Publik Papua berterimakasih dan sangat mengapresiasi inisiatif Muktamar PKB, partai pendukung Jokowi –JK atas rekomendasi pembentukan Kementrian Khusus Papua. Sebuah perhatian yang tak bisa dinilai dengan materi dan dianggap sebagai kelanjutan pesan tersirat dari keseriusan Mendiang Bapak Abdurahman Wahid. Juga, sangat yakin kepada pak Joko Widodo yang dalam waktu singkat dua kali berkunjung ke Papua untk kampanye Pileg dan Pilpres, pada saat masih menjabat Gubernur DKI dan menjadi Calon Presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Artinya meski nama-nama itu tidak memunculkan figur orang Papua, tapi dengan hak prerogatif Presiden, serta pesan Muktamar PKB, Presiden Joko Widodo pasti akan memberikan kesempatan kepada salah satu putra Papua untuk menjadi pembantunya dalam Kabinet yang akan dipimpinnya 5 tahun ke depan. Ini bukan meminta atau menuntut perhatian, tapi sekedar mengingatkan bahwa ada salah satu etnis di negeri ini yang hingga sekarang masih perlu dibangun. Semoga.




Sumber : http://ift.tt/YbeNeT

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz