Suara Warga

Strategi Gerindra "Membinasakan" Ahok Ini akan Menyuburkan Korupsi

Artikel terkait : Strategi Gerindra "Membinasakan" Ahok Ini akan Menyuburkan Korupsi

Dalam rencananya membinasakan karier Ahok, setelah pengesahan UU Pemda nanti Gerindra akan menguji UU Nomor 32/ 2004 tentang Pemerintah Daerah ke MK. Pasal yang akan diuji adalah Pasal 29 ayat 2 UU No 32/2004 yang mengatur pemberhentian kepala daerah.

Dalam ayat tersebut, kepala daerah atau wakilnya dapat diberhentikan karena berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan, tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah, dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah, dan melanggar larangan bagi kepala daerah.

Sesuai Peraturan KPU No. 13/ 2012, ada dua cara seseorang bisa mengajukan diri sebagai calon kepala daerah, pertama diusung parpol atau gabungan parpol dan yang kedua lewat jalur perorangan (independen). Jika diusung parpol atau gabungan parpol, maka parpol atau gabungan parpol penggusungnya harus memiliki sedikitnya 15 % kursi di DPRD. Sedang bagi calon independen harus menunjukkan dukungan rakyat yang dibuktikan dengan fotocopy KTP dengan jumlah tertentu. Dalam peraturan KPU tersebut tidak menyaratkan calon kepala daerah yang diajukan oleh parpol harus merupakan anggota parpol.

Memang Ahok diajukan sebagai Wakil Gubernur DKI oleh Gerindra untuk mendampingi Jokowi yang dicalonkan oleh PDIP. Saat dicalonkan oleh PDIP dan Gerindra status Ahok adalah sebagai kader partai Gerindra. Jadi, tidak mungkin Ahok menduduki jabatan Wagub DKI tanpa peran Gerindra dan PDIP. Tetapi, dalam UU No 32/2004 tidak disebutkan keluarnya kepala daerah dari parpol penggusungnya secara otomatis bisa diberhentikan dari jabatannya. Maka, keluarnya Ahok dari Gerindra tidak memengaruhi posisinya sebagai wakil gubernur. Ahok tetap bisa melanjutkan kariernya sebagai wakil gubernur dan berhak atas jabatan gubernur yang ditinggalkan Jokowi.

Karena tidak ada pintu masuk untuk membinasakan Ahok, Lewat Ketua Bidang Advokasinya, Habiburokhman, Gerindra menginginkan ada aturan yang menyebut kepala daerah bisa diberhentikan jika parpol pengusungnya mencabut rekomendasi dukungan. Dan pemberhentian itu tidak mesti semua parpol pengusung mencabut rekomendasinya. Menurutnya, Ahok bisa diberhentikan jika Gerindra mencabut rekomendasinya. Dasarnya, jika Gerindra mencabut rekomendasinya berarti total dukungan kepada Ahok tidak mencukupi lagi syarat 15 % kursi DPRD DKI.



“Jika salah satu parpol menarik, maka menjadi tidak cukup syarat pengusungan calon (15 kursi DPRD). Tanpa kursi Gerindra, PDI-P tidak cukup (usung calon),” jelas Habib.

Jelas, Gerindra akan menjadikan rekomendasi sebagai alat untuk menyandera kepala daerah. Kapan saja partai penggusung bisa menarik rekomendasinya maka nasib kepala daerah seperti Jokowi-Ahok yang lolos hanya dengan persyaratan minimal dukungan parpol selalu berada di ujung tanduk. Kondisi ketergantungan kepala daerah kepada parpol ini tentu saja akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh partai penggusung untuk memaksakan kepentingannya. Akibatnya, kepala daerah hanya menjadi sapi perah bagi parpol.

Memosisikan kepala daerah sebagai sapi perah parpol sama saja dengan merencanakan praktek korupsi. Dan, jika pada 25 September nanti Koalisi Merah Putih berhasil menggolkan pilkada tidak langsung, sedang pilkada tidak langsung sendiri berpotensi memerparah tingkat korupsi di daerah, maka strategi Gerindra untuk membinasakan Ahok ini akan menjadi suplemen yang akan lebih menyuburkan praktek korupsi secara lebih terstruktur, sistematis, dan masif.

Sumber: http://ift.tt/1uJwXR0




Sumber : http://ift.tt/Z7wUDc

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz