Stop Polarisasi Berbangsa dan Bernegara
Sebagai presiden SBY menyoal tentang hasil pilpres dengan mengatakan menghargai pengakuan pihak yang kalah dalam pilpres pada putusan MK (mungkin termaksud pernyataan Hatta rajasa) tetapi sekaligus mengungkap tentang banyaknya jumlah pemilih pada pihak yang kalah yang menggambarkan perbedaan yang hanya TIPIS, agar hal inipun diperhatikan.
Pernyataan seorang presiden yang bersayap seperti ini sungguh gambaran yang tidak tulus, karena pemilu adalah WAHANA bagi proses keberlanjutan periode dalam suatu siklus PEMERINTAHAN sudah barang tentu PARA PEMILIH bukanlah OTOMATIS menjadi “ekor” si KONTESTAN, si pemilih adalah menyuarakan KEDAULATANNYA atas kepantasan RASA dan KARSA si PEMILIH terhadap si KONTESTAN, dimana si pemilih yang adalah pemegang kedaulatan.
Sebagai bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis berlandaskan PANCASILA pemilihan umum tidaklah akan memunculkan partisan-partisan atas-nama si kontestan, karena suara si pemilih terhadap yang dipilih lebih tinggi nilainya untuk si PEMILIH sebagai pemegang KEDAULATAN dalam menciptakan keberlanjutan PEMERINTAHAN dalam NEGARA yang mengusahakan/mengupayakan KEMASLAHATAN DAN SEBESAR-BESAR KEMAKMURAN RAKYAT.
Untuk kepada elite-elite Bangsa dan Negara Republik Indonesia khususnya kepada bekas presiden dan para bekas wakil presiden serta Presiden janganlah mengekspose kata-kata bersayap yang mengakibatkan POLARISASI BERBANGSA DAN BERNEGARA ….. dan marilah kita songsong athmosphere yang kita sama-sama ciptakan, untuk arah yang baik menuju dan untuk melebihi yang pernah diwujudkan oleh NENEK-MOYANG KITA : MOJOPAHIT DAN SRIWIJAYA ….. bisa enggak, kalau enggak bisa ngaku saja ….. jangan KEGAGALAN KALIAN, kalian TUTUPI dengan menyebar polarisasi berbangsa dan bernegara dengan harapan BIAR RIBUT seterusnya DOSA-DOSA KALIAN menguap tanpa BERTOBAT. sungguh memalukan sekaligus MEMUAK’KAN.
Sumber : http://ift.tt/1rs38Da
Pernyataan seorang presiden yang bersayap seperti ini sungguh gambaran yang tidak tulus, karena pemilu adalah WAHANA bagi proses keberlanjutan periode dalam suatu siklus PEMERINTAHAN sudah barang tentu PARA PEMILIH bukanlah OTOMATIS menjadi “ekor” si KONTESTAN, si pemilih adalah menyuarakan KEDAULATANNYA atas kepantasan RASA dan KARSA si PEMILIH terhadap si KONTESTAN, dimana si pemilih yang adalah pemegang kedaulatan.
Sebagai bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis berlandaskan PANCASILA pemilihan umum tidaklah akan memunculkan partisan-partisan atas-nama si kontestan, karena suara si pemilih terhadap yang dipilih lebih tinggi nilainya untuk si PEMILIH sebagai pemegang KEDAULATAN dalam menciptakan keberlanjutan PEMERINTAHAN dalam NEGARA yang mengusahakan/mengupayakan KEMASLAHATAN DAN SEBESAR-BESAR KEMAKMURAN RAKYAT.
Untuk kepada elite-elite Bangsa dan Negara Republik Indonesia khususnya kepada bekas presiden dan para bekas wakil presiden serta Presiden janganlah mengekspose kata-kata bersayap yang mengakibatkan POLARISASI BERBANGSA DAN BERNEGARA ….. dan marilah kita songsong athmosphere yang kita sama-sama ciptakan, untuk arah yang baik menuju dan untuk melebihi yang pernah diwujudkan oleh NENEK-MOYANG KITA : MOJOPAHIT DAN SRIWIJAYA ….. bisa enggak, kalau enggak bisa ngaku saja ….. jangan KEGAGALAN KALIAN, kalian TUTUPI dengan menyebar polarisasi berbangsa dan bernegara dengan harapan BIAR RIBUT seterusnya DOSA-DOSA KALIAN menguap tanpa BERTOBAT. sungguh memalukan sekaligus MEMUAK’KAN.
Sumber : http://ift.tt/1rs38Da