Suara Warga

Sri Wahyuni Menjadi Yusri Wahyudi

Artikel terkait : Sri Wahyuni Menjadi Yusri Wahyudi

1409848144703809690 photo: tempo.co



Di Rumah Sakit Bersalin Sitti Fatimah Makassar, 23 tahun lalu, lahir seorang bayi mungil berjenis kelamin perempuan dari hasil perkawinan Muhammad Yunus dan Tarmini. Seiring waktu, bayi mungil yang diberi nama Sri Wahyuni itu bertumbuh kembang seperti laiknya anak perempuan pada umumnya. Dalam lingkungan keluarga dan pergaulan sesama teman-teman sekitar rumahnya di Jalan Makkio Baji Makkassar, berlangsung seperti biasanya. Ketika bersekolah, juga tetap bergaul dengan sesamanya perempuan.

Bahkan ketika memasuki masa perkuliahan di STIKES Mega Rezky, Antang, Makassar, ia memilih mengenakan jilbab sebagai bentuk kepatuhan sebagai seorang muslimah. “Saya mengenakan jilbab karena status saya perempuan. Perempuan menurut ajaran Islam wajib menutup aurat, yakni berjilbab”, jelas perempuan bertubuh bongsor setinggi 160 cm ini. Meski mengenakan jilbab, namun dalam pergaulannya dengan sesama perempuan, Sri Wahyuni tetap saja disebut perempuan tomboy. Jenis suara dan cara jalannya memang seperti laiknya laki-laki.

Lantaran sadar akan kondisi fisiknya, maka ketika disebut-sebut sebagai perempuan tomboy, Sri Wahyuni tak pernah tersinggung. Bahkan di balik lubuk hatinya yang terdalam, ia merasa lebih senang dan lega disebut tomboy. Terlebih ketika memasuki usia 11 tahun, saat duduk di bangku kelas VI Sekolah Dasar, bentuk fisiknya semakin mengalami keanehan luar biasa. Pada kelaminnya yang selama ini dikenal berkelamin perempuan, justru bertumbuh daging semacam buah zakar laki-laki. Satriono, dokter ahli kelamin yang memeriksanya jadi heran. Sejak itu, ia mengikuti perkembangan kelamin Sri Wahyuni.

Pada usia 15 tahun, saat Sri Wahyuni memasuki masa puberitas. Dokter Satriono menunggu-nunggu Sri Wahyuni bakal datang bulan, tapi masa menstruasi yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Malah yang datang, justru daging yang muncul di kemaluan Sri Wahyuni kian hari kian tumbuh membesar. Atas keadaan seperti itu, dokter Satriono makin bingung dan curiga, jangan-jangan Sri Wahyuni seorang laki-laki. Tapi dokter ahli kelamin terkemuka di Makassar itu tak berani memvonis, lebih memilih untuk tetap mengikuti perkembangan.

Sejak itu Sri Wahyuni pun makin sadar posisi, jangan-jangan dirinya memang seorang berjenis kelamin laki-laki. Meski rasa curiganya kian hari kian membuncah, tapi dirinya tak mau gegabah mendahului vonis sang dokter. Sri Wahyuni tetap saja mengenakan jilbab dan bergaul dengan sesamanya perempuan dan mahasiswi jurusan kebidanan. Kerabat dan keluarganya di rumah, pun tak mau memvonis jika Sri Wahyuni berjenis kelamin laki-laki, makanya Sri Wahyuni tetap saja tidur sekamar dengan keluarga perempuan.

Memasuki usia 20 tahun, dokter Satriono mulai intens mengikuti perkembangan jenis kelamin Sri Wahyuni. Dokter kelamin bergelar akademik Guru Besar itu coba melakukan pemeriksaan sungguh-sungguh dan kian mendalam. Kecurigaan awal mulai ditemukan, pada bidang dada Sri Wahyuni masih saja tetap datar, padahal memasuki usia 20 tahun, jika Sri Wahyuni seorang perempuan, di bidang dada itu mestinya telah tumbuh sepasang payudara. Bahkan hingga usia 20 tahun, Sri Wahyuni tidak sekalipun pernah mengalami menstrusi.

Atas dasar itu, kecurigaan dokter Satriono makin meninggi, tapi tetap saja tak mau mau memvonis jika pasien yang telah ditanganinya sekian tahun itu, bukan berjenis kelamin perempuan tapi laki-laki. Seiring perjalanan waktu, pemeriksaan medis dilakukan semakin intens dan mulai menyeluruh. Akhirnya ditemukan, pada bidang kemaluan Sri Wahyuni, juga tumbuh daging semacam kemaluan laki-laki sepanjang 6 cm. Selain itu, berdasar hasil uji laboratorium pada diri Sri Wahyuni ditemukan adanya peningkatan hormon testosterone.

Paling menguatkan lagi, jika Sri Wahyuni bukanlah berjenis kelamin perempuan seperti selama ini disandangnya, tetapi seorang laki-laki tulen, adalah berdasar hasil uji laboratorium yang dilakukan Professor Satriono. Pada diri Sri Wahyuni ditemukan ada terkandung 23 kromosom, dan hanya ada 1 (satu) saja yang berjenis XY, seperti umumnya kromosom yang menunjukkan jika seseorang berjenis kelamin laki-laki. Atas hasil temuan itu, maka sejak itu juga, dokter Satriono tidak lagi tanggung untuk menjatuhkan vonis bahwa Sri Wahyuni murni berjenis kelamin laki-laki.

Vonis dijatuhkan Professor Satrio, pada akhirnya menjadi persaksian untuk meyakinkan hakim tunggal di Pengadilan Negeri Makassar, Muhammad Yamin, untuk juga menjatuhkan vonisnya pada hari Senin, 1 September 2014, bahwa Sri Wahyuni sah bukan berjenis kelamin perempuan sebagaimana selama ini disandangnya, tetapi murni berjenis kelamin laki-laki tulen, sehingga Sri Wahyuni diharapkan mencatatkan perubahannya pada Kantor Catatan Sipil. “Sedang soal mau melakukan perubahan nama, diharapkan mengajukan permohonan sekali lagi”, kata sang hakim.

Ketukan palu sang hakim, disambut Sri Wahyuni dengan tetesan air mata, tangisan bahagia. Ia mendatangi sang ibu di bangku pengunjung sidang. Sang ibu yang setia mendampingi anak dilahirkannya menuntut pengakuan jenis kelamin sebenarnya. Sang ibu merangkul erat sang buah hati pertamanya. Keduanya menumpahkan lelehan air mata, kerudung sang ibu basah kuyup. Bangku pengunjung Pengadilan Negeri Makassar menjadi saksi bisu sejarah atas kisah kehidupan sesosok anak manusia yang nanti diusianya yang ke-23, menemukan jenis kelamin yang sesungguhnya.

Meski ketukan palu sang hakim disambut tangisan haru, tetapi di baliknya menyimpan rasa lega. “Sepuluh tahun lebih, saya murni hidup sebagai perempuan. Dan sepuluh tahun lebih sisanya, dengan terpaksa saya hidup sebagai perempuan karena jenis kelamin saya belum menemukan kepastian. Sekarang sudah jelas, tidak ada lagi keragu-raguan. Saya sudah bisa lega menjalani hidup selanjutnya sebagai seorang laki-laki tulen”, ucap Sri Wahyuni yang selama persidangan tak lagi mengenakan busana perempuan dan berjilbab, tapi berbusana batik laki-laki.

Sambil mengusap air mata yang menetes di pipinya, ia menjelaskan jika dalam waktu dekat ia akan mengajukan lagi permohonan ke meja hakim untuk pergantian nama dirinya. Penggantian nama bakal diajukannya, dari Sri Wahyuni berubah menjadi Muhammad Yusri Wahyudi. Sebuah penamaan yang memberi diksi untuk mempertegas jika dirinya murni seorang laki-laki. Bukan lagi jenis kelamin perempuan yang selama 23 tahun disandangnya. “Permohonan penggantian nama diajukan secepatnya ya Mbak, eh maaf, ya Mas!”, canda hakim, Muhammad Damis.

Makassar, 04 September 2014




Sumber : http://ift.tt/1oIwLL0

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz