SBY Akui Kekuatan Koalisi Merah Putih
Komposisi tim Koalisi Merah Putih (KMP) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini diakui SBY cukup kuat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pernyataannya menyebut adanya kekuatan politik riil dengan seimbangnya KMP di tubuh DPR nanti. jumlah yang tercatat yakni 207 anggota dari Jokowi-JK yang meliputi PDI Perjuangan, Nasional Demokrat, PKB, dan Hanura. Sedangkan Koalisi Merah Putih, pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, terdiri atas Partai Gerindra, Golkar, PAN, dan PPP yang mendapat mayoritas 292 kursi.
Mungkin memang nampak tidak seberapa besar perbedaan di antara keduanya. Namun demikian, seimbangnya kekuatan oposisi terhadap koalisi pemerintahan ini layak mendapat apresiasi akan perjalanan pemerintahan nanti. Pandangan bahwa kekuatan koalisi selalu menjadi suara dominan di pemerintahan dapat kita lihat kebalikannya di masa pemerintahan Jokowi-JK mendatang di mana terdapat selisih jumlah suara dewan sebanyak 85 untuk oposisi.
Ketakutan bukan menjadi hal yang layak menjadi sikap atas hal ini. Pemerintahan mendatang menjadi tantangan sekaligus sebuah kekuatan tersendiri bagi pemerintahnya. Tentu saja sempat tersiar kabar kekhawatiran atas besarnya kekuatan oposisi di pemerintahan Jokowi-JK nantinya. Tapi hal itu bukan menjadi penghambat laju program pemerintahan. Justru dengan seimbangnya kekuatan koalisi dengan oposisi maka tarik ulur dan penggodogan kebijakan yang ditelurkan nantinya akan menjadi lebih matang dengan perspektif yang kuat.
Tentu saja kekuatan seimbang itu bukan untuk saling sikut dan jatuhkan. Bukan. Kekuatan seimbang itu bukan pula menjadi kedigdayaan untuk mendominasi, mengkooptasi, dsb. Kekuatan seimbang antara koalisi dan oposisi sejatinya menjadi kabar gembira dan angin segar baik bagi rakyat maupun kehidupan demokrasi di Indonesia.
Rakyat sebagai bagian penting dari negara akan terus menilai dan mengawal jalannya pemerintahan. Sebagai dewan atau pemimpin terpilih mestinya kesadaran amanah ini menjadi sebuah titik bagi para dewan dan pemimpin untuk terus amanah dalam menjabat. Di samping itu, keseimbangan di tubuh dewan bisa menjadi pemerkuat demokrasi di tanah air. Semoga apa yang diharapkan rakyat yakni sebuah perubahan yang lebih baik dalam pemerintahan negara ini dapat terwujud.
Sumber : http://ift.tt/1nD7diZ
Mungkin memang nampak tidak seberapa besar perbedaan di antara keduanya. Namun demikian, seimbangnya kekuatan oposisi terhadap koalisi pemerintahan ini layak mendapat apresiasi akan perjalanan pemerintahan nanti. Pandangan bahwa kekuatan koalisi selalu menjadi suara dominan di pemerintahan dapat kita lihat kebalikannya di masa pemerintahan Jokowi-JK mendatang di mana terdapat selisih jumlah suara dewan sebanyak 85 untuk oposisi.
Ketakutan bukan menjadi hal yang layak menjadi sikap atas hal ini. Pemerintahan mendatang menjadi tantangan sekaligus sebuah kekuatan tersendiri bagi pemerintahnya. Tentu saja sempat tersiar kabar kekhawatiran atas besarnya kekuatan oposisi di pemerintahan Jokowi-JK nantinya. Tapi hal itu bukan menjadi penghambat laju program pemerintahan. Justru dengan seimbangnya kekuatan koalisi dengan oposisi maka tarik ulur dan penggodogan kebijakan yang ditelurkan nantinya akan menjadi lebih matang dengan perspektif yang kuat.
Tentu saja kekuatan seimbang itu bukan untuk saling sikut dan jatuhkan. Bukan. Kekuatan seimbang itu bukan pula menjadi kedigdayaan untuk mendominasi, mengkooptasi, dsb. Kekuatan seimbang antara koalisi dan oposisi sejatinya menjadi kabar gembira dan angin segar baik bagi rakyat maupun kehidupan demokrasi di Indonesia.
Rakyat sebagai bagian penting dari negara akan terus menilai dan mengawal jalannya pemerintahan. Sebagai dewan atau pemimpin terpilih mestinya kesadaran amanah ini menjadi sebuah titik bagi para dewan dan pemimpin untuk terus amanah dalam menjabat. Di samping itu, keseimbangan di tubuh dewan bisa menjadi pemerkuat demokrasi di tanah air. Semoga apa yang diharapkan rakyat yakni sebuah perubahan yang lebih baik dalam pemerintahan negara ini dapat terwujud.
Sumber : http://ift.tt/1nD7diZ