Suara Warga

Politik Dua Sisi

Artikel terkait : Politik Dua Sisi

Baru beberapa saat yang lalu saya selesai membaca memoar Soebandrio tentang G30S (file berbentuk .pdf saya unduh bebas dari laman maya). Apa yang saya temukan mengenai detail-detail sejarah, pelaku, dan proses kejadian yang melatarbelakanginya membuat saya geleng-geleng kepala. Sungguh mengherankan bagaimana ambisi akan kekuasaan bisa membuat seseorang menjadi sangat cerdas, atau boleh disebut licik, dalam mengatur strategi politik untuk melumpuhkan dan menggulingkan kekuasaan lawan politiknya secara TSM (terstruktur, sistematis, dan massif). Setidaknya itu yang tersampaikan dibacaan itu, terlepas dari sahih atau tidaknya memoar tsb.

Ya, tersangka utama dalam memoar Soebandrio adalah mantan Presiden kedua Indonesia, Soeharto. Pak Harto, dengan lihainya bermain dalam politk dua sisi yang diterapkannya. Membuat onar dengan dukungan penuh darinya, berhasil atau tidak keonaran itu, para pembuat onar kemudian ditangkap dengan dalih mengancam keamanan negara. Lalu, beliau bisa tampil sebagai pahlawan di hadapan publik, hal ini Pak Harto lakukan dalam banyak kesempatan dalam upaya menggulingkan kekuasaan Bung Karno. Pencitraan.

Terkait dengan polemik keadaan politik kekiniian, saya jadi terngiang pepatah “history repeats itself”. Kekhawatiran boleh muncul ketika saya dihadapkan pada sifat mencla-mencle seorang tokoh yang telah dilegitimasi secara hukum dan konstitusi menjadi Presiden ketujuh Indonesia, Jokowi.

Saya pernah mencoba menganalisa secara abal-abal, karena saya bukan pakar politik, mengenai isu BMM. Hasil analisa saya adalah ‘keonaram’ BBM memang sengaja disebul oleh pihak Pak Joko dengan bantuan media massa partisan, setidaknya menurut saya. Kenapa? Ada dua hal yang ingin diketahui, yaitu, reaksi SBY dan reaksi masyarakat. Dengan mengetahui dua hal tsb, Pak Joko sebenarnya berharap SBY menaikkan harga BBM, SBY menolak. Namun disinilah letak politik dua sisi bermain, ingat, sebelumnya Jokowi sudah mengetahui reaksi masyarakat yang ternyata tidak sedikit yang mendukung untuk menaikkan harga (menarik subsidi) BBM. Berangkat dari dukungan masyarakat itulah Jokowi mulai gencar mencitrakan -secara tidak langsung- SBY lemah, tidak tegas, tidak berani mengambil keputusan beresiko demi rakyat (-redaksinya silakan cari sendiri). Dengan demikian, jika pun Jokowi benar menaikkan harga BBM, beliau tidak takut dicemooh rakyat, karena sudah ada pendukungya, bahkan bukan tidak mungkin akan dianggap berjasa. Pencitraan model baru.

Demikian pula dengan polemik susunan kabinet ini, saya hanya bisa menganggap ini sebagai ‘test the water’. Reaksi masyarakat dan lawan politik menjadi sasarannya, setelah itu, tinggal susun langkah selanjutya. Apakah banyak yang membenarkan atau lebih banyak yang mencemooh? hasilnya sangat menentukan langkah pencitraan berikutnya.

Kutipan tidak langsung dari memoar Soebandrio:

Pak Harto punya prinsip “tangkap saja dulu, cari alasan belakangan”.

Salam Ngawur

-TYP-




Sumber : http://ift.tt/1sm08F5

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz