Amin Rais Berkhianat.
Jakarta, 20 Mei 1998. Pukul 02.00, melalui siaran TVRI, Amin Rais mengumumkan pembatalan rapat akbar yang semula akan diadakan di lapamgan Monas, Jakarta, dan rencananya akan dihadiri puluhan ribu mahasiswa serta masyarakat.
Rencana rapat akbar itu rupanya tercium aparat, sehingga pada 14 Mei 1998, Amin Rais diancam akan ditangkap oleh Kivlan Zein yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad, bawahan Pangkostrad Prabowo Subianto.
Sehari sebelumnya, 19 Mei 1998, pada pukul 16.00 Prabowo Subianto bertemu Amin Rais di Hotel Regent. Prabowo menyarankan agar salah satu tokoh Reformasi yang terbilang vokal dan berani itu membatalkan rapat akbar yang dianggap berbahaya karena sangat dekat dengan Istana. Saat itu tersiar kabar bahwa bila rapat akbar tak dibatalkan, maka akan dilakukan sebuah “pembersihan” mirip tragedi Tiananmen, China (1989). Menurut aparat keamanan, rapat akbar yang disebut sebagai People Power itu dikhawatirkan akan menjadi gerakan revolusi mirip revolusi Preancis (th 1789) atau revolusi Bolshevik (th 1917).
Sepak terjang Amin Rais di masa lalu, di mana ia berusaha menumbangkan dominasi rezim Orde Baru yang dikenal sangat otoriter itu, oleh banyak pihak dinilai tak konsisten dengan “khitah” perjuangannya.
Kini, pendiri Partai Amanat Nasional itu justru menjadi bagian dari kelompok yang ingin mengembalikan semangat dan cita-cita reformasi ke arah arde baru. Bahkan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional itu tak hanya menjadi bagian dari kelompok ini namun justru kerap tampil paling depan sebagai pelopor bagi mereka yang anti terhadap reformasi.
Pada 14 Mei 1998, Amin Rais nyaris ditangkap oleh Kepala Staf Kostrad Kivlan Zein karena dianggap berseberangan dengan rezim orde baru. Namun kini, salah satu tokoh reformasi itu menjadi bagian dari mereka yang nyaris menangkapnya, berkhianat terhadap apa yang dulu diperjuangkannya.
- Materi pendukung tulisan ini dikutip dari berbagai sumber di Internet.
Sumber : http://ift.tt/1sm0bkk
Rencana rapat akbar itu rupanya tercium aparat, sehingga pada 14 Mei 1998, Amin Rais diancam akan ditangkap oleh Kivlan Zein yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad, bawahan Pangkostrad Prabowo Subianto.
Sehari sebelumnya, 19 Mei 1998, pada pukul 16.00 Prabowo Subianto bertemu Amin Rais di Hotel Regent. Prabowo menyarankan agar salah satu tokoh Reformasi yang terbilang vokal dan berani itu membatalkan rapat akbar yang dianggap berbahaya karena sangat dekat dengan Istana. Saat itu tersiar kabar bahwa bila rapat akbar tak dibatalkan, maka akan dilakukan sebuah “pembersihan” mirip tragedi Tiananmen, China (1989). Menurut aparat keamanan, rapat akbar yang disebut sebagai People Power itu dikhawatirkan akan menjadi gerakan revolusi mirip revolusi Preancis (th 1789) atau revolusi Bolshevik (th 1917).
Sepak terjang Amin Rais di masa lalu, di mana ia berusaha menumbangkan dominasi rezim Orde Baru yang dikenal sangat otoriter itu, oleh banyak pihak dinilai tak konsisten dengan “khitah” perjuangannya.
Kini, pendiri Partai Amanat Nasional itu justru menjadi bagian dari kelompok yang ingin mengembalikan semangat dan cita-cita reformasi ke arah arde baru. Bahkan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional itu tak hanya menjadi bagian dari kelompok ini namun justru kerap tampil paling depan sebagai pelopor bagi mereka yang anti terhadap reformasi.
Pada 14 Mei 1998, Amin Rais nyaris ditangkap oleh Kepala Staf Kostrad Kivlan Zein karena dianggap berseberangan dengan rezim orde baru. Namun kini, salah satu tokoh reformasi itu menjadi bagian dari mereka yang nyaris menangkapnya, berkhianat terhadap apa yang dulu diperjuangkannya.
- Materi pendukung tulisan ini dikutip dari berbagai sumber di Internet.
Sumber : http://ift.tt/1sm0bkk