Pilkada Secara Tidak Langsung Membunuh Demokrasi
PILKADA SECARA TIDAK LANGSUNG MEMBUNUH DEMOKRASI
OLEH : ASPIANOR SAHBAS
Hal yang perlu dipahami dalam berdemokrasi adalah bahwa demokrasi tidak didisain atau dirancang untuk efisiensi. Demokrasi itu dirancang untuk sebuah pertanggungjawaban kepada publik. Oleh sebab itu dalam berdemokrasi akuntabilitas dan partisipasi publik yang luas menjadi prasyarat penting untuk mengatakan bahwa demokrasi telah berjalan sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat sehingga menimbulkan rasa bertanggung jawab terhadap pemimpin yang dipilih.
Tidaklah salah untuk mengatakan bahwa pemilihan Kepala Daerah secara tidak langsung dengan sistem refresentasi juga adalah mencerminkan kehendak rakyat. Tapi suatu hal juga yang perlu dicatat bahwa dalam sistem refresentasi sering juga para wakil rakyat itu mengangkangi apa yang menjadi aspirasi rakyat.
Dalam hal demokrasi langsung atau pemilihan langsung, sesungguhnya sebagai bangsa kita sudah lama berpengalaman. Misalnya dalam Pemilihan Kepala Desa. Relatif tidak ada persoalan yang merusak tatanan kehidupan masyarakat desa. Mereka masih bisa hidup berdampingan secara damai. Rakyat Desa jauh lebih dan berpengalaman dalam pemilihan pemimpin secara langsung.
Jika alasan Pilkada secara langsung menimbulkan in efisiensi karena harus mengeluarkan biaya yang besar. Atau juga menyebabkan maraknya money politic, maka hal yang sama juga tidak ada jaminan bahwa Pilkada secara tidak langsung tidak mengeluarkan biaya politik yang besar.Dalam hal ini terjadinya money politic juga sangat terbuka lebar terjadi di lembaga perwakilan. Pengalaman pada era orde baru terjadinya praktek politik uang di lembaga legislatif juga sangat mengerikan.
Jadi, jika persoalan yang muncul karena deviasi demokrasi politik uang seharusnya dapat diantisipasi dengan aturan atau penegakkan hukum. Demokrasi yang baik adalah demokrasi yang berdasarkan aturan. Rule of the game, menjadi kunci tegaknya demokrasi. Demokrasi yang tidak ada aturan adalah anarkis.
Rencana dari beberapa fraksi di DPR untuk menggolakn RUU Pilkada secara tidak langsung, apabila dicermati bukanlah berangkat dari gagasan untuk membangun demokrasi yang lebih baik dan berkeadaban. Tapi, harus jujur diakui bahwa semua itu dampak dari keterbelahan partai dalam mendukung Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pilpres beberapa waktu yang lalu.
Seperti diketahui bahwa dalam Pilpres beberapa waktu yang lalu koalisi partai yang kalah dalam Pilpres secara langsung adalah koalisi partai yang mayoritas di parlemen. Bisa dipahami kemudian, jika dengan koalisi yang mayoritas mereka akan melakukan perhitungan-perhitungan politik atas kekalahan yang mereka terima di Pilpres.Dan tujuannya sudah dapat kita pahami tidak lain adalah agar dengan Pilkada secara tidak langsung dengan mayoritas koalisi di lembaga-lembaga perwakilan tingkat daerah, maka mereka akan dapat memenangkan pertarungan-pertarungan Pilkada di daerah melalui lembaga DPRD Provinsi atau Kabupaten.
Mencermati ide dan latar belakang untuk melakukan Pilkada secara tidak langsung, maka sulit untuk bisa menerima secara rasional bahwa tujuannya adalah membangun kehidupan demokrasi yang lebih baik. Dalam pilkada secara tidak langsung secara substantif pengangkangan terhadap aspirasi rakyat dengan segala cara-cara yang manipulatif menjadi sangat gampang untuk lakukan. Rakyat yang memiliki kedaulatan sesungguhnya hanya akan menjadi penonton dalam pesta demokrasi yang menentukan pemimpin mereka. Pengangkangan terhadap kedaulatan rakyat adalah membunuh demokrasi untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dalam naungan konstitusi.
Sumber : http://ift.tt/1q2guqA
OLEH : ASPIANOR SAHBAS
Hal yang perlu dipahami dalam berdemokrasi adalah bahwa demokrasi tidak didisain atau dirancang untuk efisiensi. Demokrasi itu dirancang untuk sebuah pertanggungjawaban kepada publik. Oleh sebab itu dalam berdemokrasi akuntabilitas dan partisipasi publik yang luas menjadi prasyarat penting untuk mengatakan bahwa demokrasi telah berjalan sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat sehingga menimbulkan rasa bertanggung jawab terhadap pemimpin yang dipilih.
Tidaklah salah untuk mengatakan bahwa pemilihan Kepala Daerah secara tidak langsung dengan sistem refresentasi juga adalah mencerminkan kehendak rakyat. Tapi suatu hal juga yang perlu dicatat bahwa dalam sistem refresentasi sering juga para wakil rakyat itu mengangkangi apa yang menjadi aspirasi rakyat.
Dalam hal demokrasi langsung atau pemilihan langsung, sesungguhnya sebagai bangsa kita sudah lama berpengalaman. Misalnya dalam Pemilihan Kepala Desa. Relatif tidak ada persoalan yang merusak tatanan kehidupan masyarakat desa. Mereka masih bisa hidup berdampingan secara damai. Rakyat Desa jauh lebih dan berpengalaman dalam pemilihan pemimpin secara langsung.
Jika alasan Pilkada secara langsung menimbulkan in efisiensi karena harus mengeluarkan biaya yang besar. Atau juga menyebabkan maraknya money politic, maka hal yang sama juga tidak ada jaminan bahwa Pilkada secara tidak langsung tidak mengeluarkan biaya politik yang besar.Dalam hal ini terjadinya money politic juga sangat terbuka lebar terjadi di lembaga perwakilan. Pengalaman pada era orde baru terjadinya praktek politik uang di lembaga legislatif juga sangat mengerikan.
Jadi, jika persoalan yang muncul karena deviasi demokrasi politik uang seharusnya dapat diantisipasi dengan aturan atau penegakkan hukum. Demokrasi yang baik adalah demokrasi yang berdasarkan aturan. Rule of the game, menjadi kunci tegaknya demokrasi. Demokrasi yang tidak ada aturan adalah anarkis.
Rencana dari beberapa fraksi di DPR untuk menggolakn RUU Pilkada secara tidak langsung, apabila dicermati bukanlah berangkat dari gagasan untuk membangun demokrasi yang lebih baik dan berkeadaban. Tapi, harus jujur diakui bahwa semua itu dampak dari keterbelahan partai dalam mendukung Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pilpres beberapa waktu yang lalu.
Seperti diketahui bahwa dalam Pilpres beberapa waktu yang lalu koalisi partai yang kalah dalam Pilpres secara langsung adalah koalisi partai yang mayoritas di parlemen. Bisa dipahami kemudian, jika dengan koalisi yang mayoritas mereka akan melakukan perhitungan-perhitungan politik atas kekalahan yang mereka terima di Pilpres.Dan tujuannya sudah dapat kita pahami tidak lain adalah agar dengan Pilkada secara tidak langsung dengan mayoritas koalisi di lembaga-lembaga perwakilan tingkat daerah, maka mereka akan dapat memenangkan pertarungan-pertarungan Pilkada di daerah melalui lembaga DPRD Provinsi atau Kabupaten.
Mencermati ide dan latar belakang untuk melakukan Pilkada secara tidak langsung, maka sulit untuk bisa menerima secara rasional bahwa tujuannya adalah membangun kehidupan demokrasi yang lebih baik. Dalam pilkada secara tidak langsung secara substantif pengangkangan terhadap aspirasi rakyat dengan segala cara-cara yang manipulatif menjadi sangat gampang untuk lakukan. Rakyat yang memiliki kedaulatan sesungguhnya hanya akan menjadi penonton dalam pesta demokrasi yang menentukan pemimpin mereka. Pengangkangan terhadap kedaulatan rakyat adalah membunuh demokrasi untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dalam naungan konstitusi.
Sumber : http://ift.tt/1q2guqA