Perempuan Hidup dalam Ketakutan
Dewasa ini marak sekali kita temukan di televisi, surat kabar, radio, bahkan postingan di internet perihal kasus pelecehan seksual terhadap perempuan di Indonesia. Hal ini membuat para perempuan dari segala kalangan merasa was-was. Padahal seharusnya para perempuan Indonesia menjalani kehidupannya dengan nyaman dan tentram bersama keluarga dan teman-teman mereka. Seharusnya mereka merasa terlindungi oleh hukum dimanapun dan kapanpun mereka berada.
Menurut pasal 28G ayat (1),”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hata benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. ” Serta menurut pasal 28G ayat(2),” Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain. ”
Namun apa kenyataannya? Pasal tersebut dilanggar setiap harinya. Dalam waktu tiga belas tahun terakhir kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan, atau bisa dikatakan bahwa 93.960 kasus dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan (400.939). Hal ini berarti setiap hari 20 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Data ini diambil dari hasil catatan CATAHU atau catatan tahunan Komnas Perempuan bersama lembaga-lembaga layanan bagi perempuan korban.
Namun beberapa orang hanya berpikiran bahwa kekerasan seksual hanyalah kejahatan kesusilaan. Bahkan pandangan ini didukung oleh Negara melalui muatan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP). Dalam KUHP, perkosaan hanya dianggap pelanggaran norma susila. Hal ini menjadikan munculnya pandangan bahwa kekerasan seksual hanyalan persoalan moralitas semata. Pemahaman ini menyebabkan kekerasan seksual dipandang kurang penting bila dibandingkan dengan pembunuhan ataupun penyiksaan. Padahal, perempuan-perempuan korban kekerasan seksual telah direnggut hidupnya oleh para pelaku kekerasan seksual.
Ada 15 macam bentuk kekerasan seksual yang telah menimpa perempuan. Yaitu,
1. Perkosaan
2. Intimidasi seksual(seperti ancaman atau percobaan perkosaan)
3. Pelecehan seksual
4. Eksploitasi seksual
5. Perdangangan Perempuan untuk tujuan seksual
6. Prostitusi paksa
7. Perbudakan seksual
8. Pemaksaan perkawinan
9. Pemaksaan kehamilan
10. Pemaksaan aborsi
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
12. Penyiksaan seksual
13. Penguhukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
15. Kontrol seksual
Contoh pelanggaran UUD 1945 pasal 28G ayat (1) dan (2) adalah kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gubernur Riau, Annas Maamun.
Hak Asasi Manusia perihal kekerasan seksual terhadap perempuan sangat perlu dilindungi, karena terbukti bahwa kekerasan seksual dapat merebut kebahagiaan dalam hidup para korbannya. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari mereka seringkali dipermalukan secara social oleh masyarakat, bahkan anggota keluarga mereka sendiri.
Bahkan, tidak sedikit korban kekerasan seksual yang berakhir dengan meninggal dunia. Bisa dibunuh bahkan bunuh diri. Namun, banyak juga diantara korban kekerasan seksual yang menceritakan kisah mereka karena takut akan ancaman dari pihak pelaku ataupun karena takut dikenai sanksi sosial yaitu dipermalukan di muka masyarakat.
Solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah, perubahan pola pikir masyarakat bahwa kekerasan seksual bukan hanya sebuah pelanggaran kesusilaan. Kekerasan seksual adalah kejahatan dengan tingkatan lebih tinggi dibanding dengan pembunuhan. Maka dengan begitu hukum harus lebih ditegakkan. Para pelaku kejahatan seksual dihukum dengan hukuman lebih berat dari sebelumnya, atau mungkin setingkat dengan kasus pembunuhan. Karena kekerasan seksual menggerogoti kehidupan perempuan korban kekerasan seksual.
Serta, marilah kita terbuka dalam berpikir. Bahwa, korban kekerasan seksual bukanlah seseorang yang harus kita kucilkan dari pergaulan. Namun, haruslah kita dukung dalam menjalani hidupnya, karena bukanlah kemauan mereka menjadi seperti itu.
Sumber : http://ift.tt/1tdxdER
Menurut pasal 28G ayat (1),”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hata benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. ” Serta menurut pasal 28G ayat(2),” Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain. ”
Namun apa kenyataannya? Pasal tersebut dilanggar setiap harinya. Dalam waktu tiga belas tahun terakhir kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan, atau bisa dikatakan bahwa 93.960 kasus dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan (400.939). Hal ini berarti setiap hari 20 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Data ini diambil dari hasil catatan CATAHU atau catatan tahunan Komnas Perempuan bersama lembaga-lembaga layanan bagi perempuan korban.
Namun beberapa orang hanya berpikiran bahwa kekerasan seksual hanyalah kejahatan kesusilaan. Bahkan pandangan ini didukung oleh Negara melalui muatan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP). Dalam KUHP, perkosaan hanya dianggap pelanggaran norma susila. Hal ini menjadikan munculnya pandangan bahwa kekerasan seksual hanyalan persoalan moralitas semata. Pemahaman ini menyebabkan kekerasan seksual dipandang kurang penting bila dibandingkan dengan pembunuhan ataupun penyiksaan. Padahal, perempuan-perempuan korban kekerasan seksual telah direnggut hidupnya oleh para pelaku kekerasan seksual.
Ada 15 macam bentuk kekerasan seksual yang telah menimpa perempuan. Yaitu,
1. Perkosaan
2. Intimidasi seksual(seperti ancaman atau percobaan perkosaan)
3. Pelecehan seksual
4. Eksploitasi seksual
5. Perdangangan Perempuan untuk tujuan seksual
6. Prostitusi paksa
7. Perbudakan seksual
8. Pemaksaan perkawinan
9. Pemaksaan kehamilan
10. Pemaksaan aborsi
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
12. Penyiksaan seksual
13. Penguhukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
15. Kontrol seksual
Contoh pelanggaran UUD 1945 pasal 28G ayat (1) dan (2) adalah kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gubernur Riau, Annas Maamun.
Hak Asasi Manusia perihal kekerasan seksual terhadap perempuan sangat perlu dilindungi, karena terbukti bahwa kekerasan seksual dapat merebut kebahagiaan dalam hidup para korbannya. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari mereka seringkali dipermalukan secara social oleh masyarakat, bahkan anggota keluarga mereka sendiri.
Bahkan, tidak sedikit korban kekerasan seksual yang berakhir dengan meninggal dunia. Bisa dibunuh bahkan bunuh diri. Namun, banyak juga diantara korban kekerasan seksual yang menceritakan kisah mereka karena takut akan ancaman dari pihak pelaku ataupun karena takut dikenai sanksi sosial yaitu dipermalukan di muka masyarakat.
Solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah, perubahan pola pikir masyarakat bahwa kekerasan seksual bukan hanya sebuah pelanggaran kesusilaan. Kekerasan seksual adalah kejahatan dengan tingkatan lebih tinggi dibanding dengan pembunuhan. Maka dengan begitu hukum harus lebih ditegakkan. Para pelaku kejahatan seksual dihukum dengan hukuman lebih berat dari sebelumnya, atau mungkin setingkat dengan kasus pembunuhan. Karena kekerasan seksual menggerogoti kehidupan perempuan korban kekerasan seksual.
Serta, marilah kita terbuka dalam berpikir. Bahwa, korban kekerasan seksual bukanlah seseorang yang harus kita kucilkan dari pergaulan. Namun, haruslah kita dukung dalam menjalani hidupnya, karena bukanlah kemauan mereka menjadi seperti itu.
Sumber : http://ift.tt/1tdxdER