Suara Warga

Nazaruddin Murid Membawa Petaka

Artikel terkait : Nazaruddin Murid Membawa Petaka



1410038385293275481 Nazzaruddin



Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan bagi pemiliknya, hingga menuntun ke jalan yang benar, terarah dan selamat sampai pada tujuan pemiliknya. Itulah guna atau manfaat ilmu, lalu bagaimana dengan orang yang berilmu, namun perbuatan dan arah hidupnya serampangan hingga berujung petaka? Ilmu dilihat dari aspek fungsinya ada dua macam, yaitu ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat itulah yang telah saya sebut diawal tulisan ini, sedangkan ilmu yang tidak bermanfaat itu sebaliknya. Banyak faktor yang menyebabkan ilmu itu bermanfaat dan tidak bermanfaat, diantaranya makanan, makanan yang dikonsumsi harus benar-benar halal, makanan halal itu bagaimana? Makanan yang didapat melalui cara yang sesuai aturan dalam hukum fiqih. Faktor makanan menjadi faktor yang sangat penting untuk dijaga oleh seorang penuntut ilmu, baik ilmu agama, politik, sosial ataupun ilmu lainnya.

Ada beberapa etika seorang murid terhadap gurunya, diantaranya tidak berjalan didepannya, tidak duduk pada tempat duduknya, tidak memuji orang lain didepan gurunya, apalagi menghinanya. Al Qadhi Fahruddin Irsabandy adalah seorang imam besar di daerah Marwa yang sangat dihormati oleh para pejabat negara. Beliau berkata, “Aku mendapat kedudukan ini karena aku menghormati guruku, Abi Yazid Addabusi. Aku selalu melayani beliau, memasak makanannya, dan aku tak pernah ikut makan bersamanya”. Kemuliyaan yang didapat oleh al-Qadhi Fahruddin tersebut lantaran beliau menghormati gurunya. Lalu apa korelasinya dengan judul artikel ini?

Dalam persidangan Anas Urbaningrum yang ke 23 pada kamis, 4 september 2014 di pengadilan Tipikor Kuningan, Jakarta Selatan, Anas mengungkap fakta di persidangan dari awal mula perkenalannya dengan M Nazaruddin hingga tentang Toyota Harrier B 15 AUD yang belakangan disebut-sebut menggunakan uang gratifikasi Hambalang. Perkenalan Nazaruddin dan Anas terjadi pada tahun 2005, ketika sama-sama menjadi pengurus partai Demokrat, saat itu kursi Ketua Umum partai dijabat oleh Hadi Utomo, sedangkan posisi Nazaruddin dan Anas sebagai Pengurus Dewan Harian partai. Disinilah mulanya Anas kenal dengan sosok Nazarudiin.

Intensitas pertemuan Anas dan Nazar terjadi pada tahun 2008, melalui diskusi-diskusi menghadapi Pemilu, karena sistem pemilu (Undang-undang Pemilu, 2008) saat itu masih baru, hingga butuh pemahaman, mulai dari Dapil, Pencalegan, Kampanye (strategi pemenangan), penetapan calon, Pembagian kursi, mekanisme dan teknis dalam pemilu dan istilah-istilah lain dalam sistem pemilu saat itu. Nazar bingung, karena begitu banyak istilah yang digunakan dalam mekanisme pemilu yang baru, bagi dirinya mungkin asing, maklum, Nazar adalah orang baru yang terjun dunia politik tanpa memiliki keilmuan dan wawasan sedikit pun. Sebenarnya Anas Urbaningrum pun termasuk orang baru yang terjun di dunia politik, hanya saja Anas sudah memiliki ilmu dan pengalaman, yaitu Anas Urbaningrum kuliah di Universitas Airlangga Jurusan FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) hingga mendapat predikat lulusan terbaik, sedangkan pengalaman dibidang keorganisasian yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia), menjabat sebagai Ketua Umum. Dari diskusi-diskusi itulah yang dinilai Nazar bahwa Anas memiliki kemampuan lebih dibanding dirinya. Akhirnya Nazar meminta Anas mengajarinya tentang politik dari dasar hingga detail-detailnya, jero banget lah (Jawa, dalem banget sampe ngerong, hehe).

Nazaruddin meminta bimbingan kepada Anas dan Nazar mengatakan ada uang operasionalnya, artinya Anas Urbaningrum sebagai konsultan sekaligus guru politiknya Nazaruddin. Belakangan, biaya operasional yang dijanjikan Nazar berubah nama menjadi gaji. Anas Urbaningrum mengetahui hal itu dari karyawan Nazar sendiri yang bernama Abdul Aziz yang tinggal dikediaman Anas. Akhirnya uang itu pun dikembalikan oleh Anas Urbaningrum, karena merasa tidak bekerja pada Nazar, akadnya beda, antara gaji dan biaya operasional. Setelah kejadian itu Nazar berusaha menunjukan sikap baik pada Anas, seperti meminjamkan mobil miliknya dan berusaha agar bisa terus dekat dengan Anas. Nazar mengatakan bahwa dirinya diberi amanat oleh ibunya agar terus merekatkan hubungan dengan Anas, bersahabat, bila perlu seperti saudara sendiri, itu yang Nazar utarakan pada Anas. Anas pun mulai tersentuh hatinya, jiwa humanisnya tergugah, pikirnya ini amanat, apalagi seorang ibu yang mengatakannya, walaupun Anas sendiri tidak mengetahui sosok ibunya Nazar seperti apa, tapi Anas percaya apa yang diucapkan Nazar. Mulailah Nazar mengajak Anas kerjasama dalam hal bisnis, dan mengajak Anas bergabung diperusahaannya yaitu PT. Anugerah Nusantara yang belakangan tidak jadi bergabung. Tak henti sampai disitu, Nazar kembali mengajak Anas bergabung diperusahannya yang lain, yaitu di PT Panahatan, setelah itu Anas mengundurkan diri dari PT Panahatan pada tahun 2009, karena kesibukan di partai untuk menghadapi Pemilu, agar bisa berkonsentrasi.

Pada Pemilu 2009, kerja keras Anas dan lainnya terbayar, Partai Demokrat memenangkan pemilu dengan perolehan suara terbanyak mencapai 20,85% dan 148 kursi di DPR (sumber: http://ift.tt/1w26xvD), hingga terpilihnya Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI ke 6. Anas pun setelah itu dipanggil ke Cikeas, dan sebagai tanda terima kasih SBY ke Anas, SBY memberi uang sebesar 250 Juta. Akhirnya uang itu pun oleh Anas dibelikan Toyota Harrier melalui Nazaruddin. Kenapa melalui Nazar? Karena Nazar terbiasa membeli mobil hingga banyak dikenal oleh dealer dan showroom sebagai big bos. Disinilah kelalaian Anas Urbaningrum, kenapa tidak membeli mobil sendiri, kenapa harus Nazar? Anas sudah begitu mempercayai Nazar, Anas sudah masuk dalam jeratan Nazar, masuk perangkap mulut harimau.

Nazaruddin memiliki banyak perusahaan, ternyata semuanya bermasalah, mulai dari sengketa lahan dan tender yang dikerjakan oleh perusahaan Nazar diantaranya yakni pembangunan pabrik vaksin flu burung oleh PT Anugerah Nusantara (AN) senilai Rp 700 milyar dan pengadaaan alat bantu belajar mengajar dokter/dokter spesialis pada rumah sakit pendidikan dan RS rujukan oleh PT Mahkota Negara (MN) senilai Rp 492 milyar, PT Duta Graha Indah (PT DGI) dan PT Anak Negeri yang sebagai kontraktor land clearing senilai Rp 19 milyar untuk lokasi pendirian bangunan rumah sakit dan kasus suap lainnya. Ketika Kasusnya mulai terendus KPK dan menyelidikinya, akhirnya KPK menetapkan Nazar sebagai tersangka. Setelah menyandang status tersangka itulah Nazaruddin (atas saran Marzuki Ali) kabur ke Singapore dan berpindah-pindah negara yang akhirnya ditangkap di Cartagena, Kolumbia pada Agustus 2011.

Dalam persembunyiannya Nazaruddin mulai beraksi dan menyebut nama-nama elite Demokrat yang menurutnya terlibat dalam kasus KKN, diantaranya Angelina Sondakh, Andy Malarangeng, Choel Malarangeng, hingga menyebut nama Anas Urbaningrum. Anas dituduh Nazar menerima gratifikasi Hambalang berupa Toyota Harrier yang telah kita ketahui bahwa Harrier itu dibeli Anas dengan uang pemberian SBY sebagai DP-nya. Air susu pun dibalas air tuba. Kenapa Nazar tega membawa-bawa nama Anas? Sebenarnya permasalahan ini berawal dari internal Partai Demokrat, Anas tidak dikehendaki oleh penguasa Demokrat terpilih sebagai Ketua Umum, hingga Nazaruddin diancam agar menyeret Anas terlibat KKN, agar posisi Anas sebagai Ketua Umum bisa dilengserkan. Karena merasa takut, Nazar pun menurutinya. Dan Sukses!

Namun kebenaran tak akan tertukar dengan kesalahan, faktanya hingga beberapa kali persidangan, dakwaan JPU KPK pun tak mampu membuktikannya. Kita tunggu saja bagaimana Hakim akan memutuskannya kelak. Biarlah Nazar menuai apa yang dia tanam. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa ini, dan memberi pelajaran bahwa inilah dunia politik, tak mengenal kawan dan lawan untuk meraih kekuasaan. Naudzubillah!






Sumber : http://ift.tt/1w26xvF

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz