Suara Warga

Mempertimbangkan Pilkada Langsung

Artikel terkait : Mempertimbangkan Pilkada Langsung

Hingga saat ini, DPR RI masih berembuk soal RUU Pilkada untuk memperoleh pengesahkan secara resmi dari Presiden RI. Produk RUU sebelum disahkan menjadi UU, harus melalui serangkaian sidang dan saling rembuk pendapat antara fraksi-fraksi di DPR RI, sebelum diajukan ke Presiden RI untuk ditandatangani. Menarik bahwa setelah 10 tahun, Pilkada dilaksanakan di Indonesia, Pemerintah baru akan menetapkannya menjadi UU Pilkada. Sekarang ini saja trancangan RUU Pilkada masih mendapat sorotan terkait urung rembuk, apakah DPR RI menyetujui Pemilihan Kepala Daerah Langsung? Urung rembuk itu, menampilkan Fraksi Demokrat dan Fraksi PDI P. Kedua Fraksi itu boleh dikatakan merupakan fraksi-fraksi yang paling berpengaruh saat ini. Fraksi Demokrat bahkan telah membuktikan diri sebagai Partai Penguasa selama 10 tahun di bawah pemerintahan Presiden SBY.

Dalam diskusi dan rembuk pendapat, baru saja Fraksi Demokrat menyataklan persetujuannya untuk Pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Sikap Fraksi Demokrat ini memberikan sinyal bahwa Fraksi-Farksi besar di DPR RI, seperti Fraksi PDI P akan menyatakan ikut menyetujui Pemilihan Kepala Daerah Langsung oleh rakyat.

Secara formal. pemerintahan Kepala Daerah masih menyisahkan polemik terkait apakah rakyat langsung memilih kepala daerahnya ataukah melalui sistem perwakilan DPRD baik Propinsi maupun Kabupaten. Itu berarti rakyat hanya akan memilih anggota DPRD, selajjutnya anggota DPRD hasil pemilihan rakyat daerah nantinya akan memilih kepala daerahnya, tanpa mengikutsertakan rakyat daerah. Selama ini, memang rakyat di setiap daerah-daerah di Indonesia langsung memilih kepala daerahnya masing-masing, sejak Orde reformasi. Banyak pengamat menilai kebijakan Pemiliuhan langsung kepala daerah memberikan kesempatan lenih longgar bagi kemungkinan tumbuhnya benih-benih penyelewangan terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan norma dalam kehidupan bersama. Isu bahwa kepala daerah harus merupakan putera daerah merupakan isu yang ikut serta memberikan sinyal bagi penyelewangan terhadap Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Juga isu mementingkan putera daerah dalam rekrutment CPNS.

Dalam UU Otonomi daerahpun masih terbersit adanya perbedaan signifikan antara model otonomi Propinsi dan model otonomi kabupaten. Hal ini disebabkan karena otonomi Propinsi didesain sebagai wilayah otonomi bagi proses-proses pemerintahan pusat. Propinsi menjadi wakil pemerintahan pusat di daearah. Sedangkan otonomi sesungguh ialah otonomi bagi pemerintahan Kabupaten, di mana wilayah-wilayah Kabupaten memiliki otonomi untuk mengelola potensi-potensi daerah.

Pilkada langsung memang secara signifikan memberikan dampak semakin mahalnya biaya-biaya untuk demokrasi langsung rakyat. Juga bisa memunculkan berbagai penyelewengan yang dapat saja terjadi dalam pesta demokrasi itu. Isu mementingkan putera daerah, dll bisa membuat pelaksanaan demokrasi langsung daerah menjadi polemik yang dapat saja terus terjadi di tingkat MK. Perseteruan para kandidat tampaknya selalu berakhir di MK, yang memungkinkan Pilkada, merupakan pesta dmeokrasi rakyat yang berbiaya mahal dan penuh polemik dan pertentangan. Namun jalan masih terbentang untuk menciptakan demokrasi di daerah yang benar-benar membuat rakyat menjadi subjek di negeri sendiri dalam kebebasan memberikan pendapat dan gagasan.

____________________________________




Sumber : http://ift.tt/1rdWiSl

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz