Koalisi Merah Putih Ingin Kuasai Kekayaan Daerah.
Penolakan terhadap gagasan pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD terus menguat. Bukan hanya olah rakyat, para Kepala Daerah yang tergabung dalam Asosiaki Pemerintah Kabupaten Seluruh Indokesua (Apkasi) dan Asosiai Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) juga menyuarakan penolakannya. Beberapa Kepala Daerah yang menolak justru diusung oleh partai-partai yang kini tergabung dalam Koalisi Merah Putih.
Meski pun angin penolakan sangat kencang, Koalisi Merah Putih nampaknya enggan mundur. Gagasan untuk mengembalikan Pilkada kepada DPRD merupakan strategi yang harus digolkan.
Banyak alasan yang dikemukakan oleh Koalisi Merah Putih, antara lain ingin menghindari politik uang yang selalu mengemuka setiap Pilkada berlangsung, melakukan penghematan, hingga menuding Pilkada langsung beraroma liberal. Bahkan Amien Rais, otak di balik amandemen pertama UUD 45 tahun 1999, mengaku menyesal telah menyetujui Pilkada secara langsung. Saat ini Amien Rais memang aktif di Koalisi Merah Putih.
Menggagas kembali Pilkada oleh DPRD yang digulirkan Koalisi Merah Putih ditenggarai bukan karena alasan-alasan yang disebutkan diatas. Melainkan lebih dari itu! Yakni agar Koalisi Merah Putih dapat menguasai kekayaan Indonesia yang tersebar di berbagai daerah. Dengan menguasai kekayaan daerah, berbagai hal bisa dilakukan, termasuk memuluskan tujuan utama politiknya, merebut kursi Presiden pada Pemilihan Presiden tahun 2019 mendatang.
Untuk menguasai kekayaan daerah, yang pertama-tama harus dilakukan adalah mendudukan orang-orang yang berada di pihak Koalisi Merah Putih sebagai Kepala Daerah. Tujuan itu lebih muda dicapai bila pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh anggota DPRD. Sebab bila kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, tidak ada jaminan posisi kepala daerah bisa diambil.
Berdasarkan pengalaman di masa lampau, anggota DPRD lebih muda ditundukkan karena: Pertama, anggota DPRD akan tunduk kepada perintah partai. Karena keberadaan mereka di legislative ditentukan oleh partai. Kedua, anggota DPRD lebih mudah diiming-imingi uang untuk mengambil keputusan tertentu. Paling tidak menyogok anggota DPRD ongkosnya lebih murah ketimbang menyogok rakyat yang jumlahnya bisa jutaan.
Bila Kepala Daerah sudah dikuasai oleh orang-orang yang sealiran dengan Koalisi Merah Putih, maka kekayaan daerah sudah dikuasai. Selama ini Kepala Daerah yang mengeluarkan perijinan untuk investasi, atau kegiatan usaha di daerah. Perijinan itu tidak lepas dari permaian uang. Dengan demikian, kepala daerah yang berhutang budi kepada Anggota DPRD dari Koalisi Merah Putih dapat mengumpulkan uang yang akan digunakan untuk kepentingan politik tahun 2019.
Gagasan mengembalikan Pilkada ke DPRD mustahil lahir bila hanya karena alasan yang terkesan idealis. Pasti ada sesuatu yang ingin dicapai. Tidak ada partai politik yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat. Buktinya sekarang mau menghilangkan hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung.
Gagasan itu sendiri awalnya dari Kementerian Dalam Negeri. Tetapi ketika Kemendagri mengusulkan, partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, menolak. Barulah setelah melihat hasil Pileg dan Pilpres lalu, partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih lalu malah lebih kenceng dengan gagasan itu.
Koalisi Merah Putih boleh kalah dalam Pemilihan Presiden, tetapi posisi kepala daerah harus direbut. Jika kepala daerah sudah dikuasai, merebut kekuasaan di pusat tinggal menunggu waktu. Mirip strategi desa mengepung kota. (herman wijaya/hw16661@yahoo.com)
Sumber : http://ift.tt/WQXqyp