Suara Warga

Kesejahteraan Untuk Semua

Artikel terkait : Kesejahteraan Untuk Semua

Setiap manusia berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin. Hal tersebut merupakan salah satu hak yang dituturkan dalam sebuah pasal pada UUD 1945. Namun, cobalah berhenti sejenak dan lihat sekeliling, masih banyak orang yang belum mencapai kehidupan sejahtera yang UUD 1945 janjikan. Hal ini mungkin tidak banyak diliput karena tidak adanya unsur sebab-akibat yang mencolok. Namun, bukan berarti masalah ini bisa luput dari pengawasan pemerintah ataupun kita masyarakat setanah air.

Pada UUD 1945 Pasal 28H ayat 1 dituliskan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Kalimat ini sudah cukup jelas bahwa setiap orang yang berada hidup berdasar UUD 1945 dan di bawah naungan Pancasila berhak hidup sejahtera lahir dan batin. Hal tersebut bisa dirasakan seseorang saat mereka mempunyai tempat tinggal yang baik dan layak dan memperoleh layanan kesehatan dari pemerintah.

Alasan penulis menjadikan jaminan HAM ini paling sering dilanggar, baik oleh individu maupun kelompok, karena hal ini bisa dengan mudahnya seseorang lakukan terhadap orang lain, baik dengan sengaja atau tidak sengaja. Akibat yang dirasakan akibat jaminan kesejahteraan dilanggar hanya dirasakan satu pihak dan pihak yang melanggar bisa pergi dengan mudah. Pihak yang melanggar HAM ini memang bisa dituntut yang merasa dirugikan, tapi untuk itu diperlukan bukti konkret yang bukan sebatas tuntutan lisan yang bisa membela si penuntut. Dari situ, sebuah kasus terbentuk dan pengadilan pemerintah ikut serta dalam masalah ini. Kerumitan penyelesaian masalah melalui pengadilan banyak dihindari orang, sehingga mereka lebih memilih diam daripada repot.

Sebuah contoh dilanggarnya jaminan HAM yaitu sebuah kasus yang terjadi sekitar setahun yang lalu. Pada tahun 2013, telah diliput sebuah kejadian mengenaskan mengenai nasib seorang bayi dari pasangan orang yang kurang mampu. Dera Nur Anggraini, seorang bayi perempuan yang didiagnosa mempunyai penyakit pencernaan ini perlu mendapatkan pengobatan operasi secepatnyas sejak ia lahir pada Minggu, 10 Februari 2013. Orangtua Dera pun mengunjungi 10 rumah sakit dan semuanya menolak menerima bayi tersebut sebagai pasien. Alasan rumah sakit menolak bayi tersebut bayi tersebut bervariasi, dari penuhnya ruang UGD hingga karena tidak dapat membayar uang muka. Kejadian ini menjadi contoh pelanggaran jaminan HAM bagi masyarakat kurang mampu dalam pelayanan kesehatan.

Perlunya bentuk HAM yang disebutkan dalam Pasal 28H ayat 1 tersebut adalah pentingnya kesejahteraan dalam kehidupan setiap individu, terlepas dari asalnya dan umurnya. Semua orang perlu rumah tinggal yang baik dan mendapat pelayanan kesehatan yang layak. Jaminan HAM ini menjadi dasar kesadaran semua orang bahwa kesejahteraan itu berhak dimiliki semuanya.

Jika jaminan HAM ini dihapus, fasilitas kesehatan swasta maupun negara bisa dengan semena-mena menolak pasien. Jumlah orang-orang tunawisma pun akan meningkat. Setelah semua itu terjadi, kemana masyarakat akan menuntut? Pemerintah? Dengan dasar apa pemerintah wajib memberikan masyarakat kebutuhan akan tempat tinggal dan layanan kesehatan saat jaminan HAM mengenai hal itu sudah hilang? Maka dari itu, jaminan HAM ini harus tetap berdiri, dilindungi, dipenuhi, dan jika perlu, dikembangkan untuk generasi kedepannya.

Gagasan penulis untuk meminimalisir pelanggaran HAM ini ada 2. Yang pertama mengenai cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan tempat tinggal. Sudah banyak rumah susun yang bertebaran di kota-kota Indonesia, terlebih lagi di daerah padat penduduk seperti Pulau Jawa. Sayangnya, rumah susun tersebut tidak diurus dengan baik. Pemerintah sebaiknya mengerahkah bantuan manajemen dan bantuan pekerja bangunan untuk memperbaiki rumah susun tersebut. Setelah itu, sediakan tempat tersebut dengan terbuka dan bebas biaya yang dibatasi waktu tertentu untuk masyarakat kurang mampu. Dari sini, sosialisasikan warga tentang peluang kerja yang ada. Setelah warga mendapat penghasilan yang stabil, biaya baru dipungut untuk kepentingan rumah susun itu.

Yang kedua melalui pelayanan kesehatan. Selain kasus diatas yang menjadi contoh, ada juga kasus yang meliput seorang pasien ditolak di rumah sakit karena tidak tahu prosedur Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Dari kejadian ini, bisa diambil bahwa pemerintah masih perlu mensosialisasikan cara kerja jaminan kesehatan yang disediakan. Juga, memperlengkap peralatan di semua rumah sakit, tidak hanya di rumah sakit besar. Dengan begitu, kematian pasien juga bisa diminimalisir.




Sumber : http://ift.tt/1xnwgAc

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz