Suara Warga

Jika Pilkada Melalui DPRD

Artikel terkait : Jika Pilkada Melalui DPRD


Pemilihan Walikota dan Bupati besar kemungkinan akan dilakukan dengan model pemilihan tidak langsung atau melalui DPRD Kabupaten/ Kota. Meskipun RUU Pilkada masih tahap pembahasan, namun hampir sebagian besar fraksi di DPR RI menginginkan pemilihan Walikota/Bupati melalui DPRD.


Jika demikian opsi pemilihannya, siapakah pihak-pihak yang akan dirugikan?. Maksud dirugikan dalam pengertian hilang atau turunnya pendapatan (uang/ materi). Berikut catatan saya yang didapat dari hayalan. Karena bisa jadi hayalan saya, tidak benar.


1. Para rekanan tender, kontraktor dan perusahaan pengadaan logistik KPU. Seperti pencetakan surat suara, formulir-formulir, buku panduan, stiker segel, pengadaan kotak suara dan tinta. Perusahaan-perusahaan besar dan bonafide ini jumlahnya tidak lebih dari 20. Terkhusus, perusahaan percetakan surat suara dengan menggunakan security printing, hanya ada 7 perusahaan yang langsung dibawah pengawasan Badan Intelejen Negara (BIN);


2. Pengusaha percetakan (termasuk tukang sablon) dan pengusaha konveksi media alat peraga. Jumlahnya (mungkin) ratusan perusahaan yang kebanyakan tersebar di kota-kota di Jawa. Seperti pencetakan spanduk, baliho, stiker, banner, oneway vision, car branding, kaos, pin, kalender, poster dan cinderamata lain (kipas, korekapi, gantungan kunci dll). Termasuk para ahli design grafis;


3. Hulu dari perusahaan percetakan dan konveksi yaitu perusahaan dan importir kertas, vinyl dan perusahaan garmen (kain);


4. Media televisi, radio dan koran yang biasa meraup keuntungan dari biaya iklan kampanye dan promosi para calon kepala daerah. Hanya ada satu peluang penyampaian visi misi kepala daerah. Itupun hanya satu hari;


5. Cyber army yang bertugas membangun opini di media-media sosial;


6. Penyewaan tenda dan panggung untuk kampanye dan pertemuan terbatas;


7. Penyewaan perangkat musik pengiring (orang tunggal) untuk pertemuan terbatas;


8. Para artis khususnya group penyanyi yang kerap meramaikan kampanye akbar;


9. Penyewaan gedung dan ruang pertemuan, termasuk pertemuan untuk rapat, KPU dan Bimbingin Teknis (Bintek). Gedung atau ruang pertemuan juga biasa dipergunakan untuk melakukan training-training saksi;


10. Usaha catering, nasi bungkus/kotak untuk acara-acara pertemuan;


11. Production House yang biasa membuat lagu, jingle dan film durasi pendek untuk kampanye;


12. Para Sales Promotion Girl (SPG) yang biasa digunakan untuk kampanye simpatik atau kunjungan dari rumah ke rumah;


13. Tukang fhotocopy untuk penggandaan KTP bagi dukungan calon perseorangan (independen);


14. Penyewaan alat transportasi untuk mobilisasi tim sukses dan aktivitas kampanye. Termasuk juga dealer penjualan kendaraan bermotor;


15. Usaha / toko alat-alat olahraga, dan urusan kerohaniaan (rebana, jilbab, sajadah) yang biasa digunakan sebagai “cindera mata”;


16. Menurunnya penjualan voucher pulsa telpon selular untuk kebutuhan komunikasi tim;


17. Usaha SMS Marketing yang biasa digunakan dalam kampanye melalui pengiriman SMS masal;


18. Usaha kecil/ warung penjual kopi untuk para tamu dan tim disekitar lokasi sekretariatan tim. Semakin mendekati hari-H, kebutuhan kopi meningkat sejalan dengan banyaknya tim yang begadang;


19. Lembaga survei. Tidak diperlukan lagi survey, jajak pendapat, exit poll dan hitung cepat;


20. Koran-koran di daerah yang biasa memanfaatkan Pilkada untuk melakukan polling lewat pembelian koran. Saat Pilkada, oplah koran meningkat dengan adanya polling ini;


21. Konsultan politik yang merancang strategi kampanye. Kecuali yang memiliki kapasitas lobby dengan partai politik, mungkin masih bisa berperan;


22. Mahasiswa dan para pemuda yang biasa direkrut untuk menjadi saksi-saksi di TPS;


23. Para Trainer (pelatih) untuk para saksi;


24. Akuntan yang biasa membantu kandidat menyusun laporan dana kampanye. Termasuk akuntan publik yang disewa KPU untuk memeriksa laporan dana kampanye;


25. PPK, PPS dan KPPS yang sudah terbiasa dan menjadikan penyelenggara sebagai karier. Perannya digantikan oleh Panitia Pemilihan (Panlih) yang berasal dari anggota DPRD; Termasuk PPS dan Pantarlih yang bertugas melakukan pembaruan data pemilih;


26. Panwascam, PPL dan Pemantau. Bahkan peran KPU Kabupaten/ Kota dan Panwas Kabupaten/ Kota, sudah sangat minim sekali;


27. Ahli IT yang biasa dipergunakan oleh KPU atau kandidat untuk penghitungan suara;


28. Para pengacara yang biasa bersidang di Mahkamah Konstitusi. Paling berubah posisi sebagai konsultan hukum, jika akan melakukan gugatan ke MA (Mahkamah Agung) atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PPTUN);


29. Tugas Polda dan Polres yang biasa menerjunkan aparatnya untuk memantau pemungutan suara di TPS dan mengawal kotak suara dari TPS sampai di KPU Kabupaten/ Kota. Tugas keamanan akan dialihkan dari gedung KPU ke gedung DPRD Kabupaten/ Kota. Dan mengawal para anggota DPRD, jika diindikasikan adanya kerawanan;


30. Desk Pilkada yang biasa dikelola oleh Kesbangpol Pemda Kabupaten/ Kota. Setiap lima tahun sekali, Kesbangpol Pemda, mengalokasikan anggaran untuk memantau Pilkada, dan dibentuk satuan tugas khusus yang disebut Desk Pilkada;


31. Ormas, LSM, Yayasan, kelompok keagamaan yang bisa “berdagang sapi” dengan kandidat Kepala daerah untuk memberikan dukungan dengan dalih memiliki massa yang terorganisir;


32. Dan tentu saja tim sukses termasuk tokoh masyarakat, akademisi, pengurus partai, wartawan amplop dan preman yang memang menjadikan Pilkada sebagai mata pencaharian. Kecuali beberapa orang yang mengaku-ngaku punya hubungan partai, saudara, teman dengan anggota DPRD;


33. Para dukun dan paranormal spesialis Pilkada. Kecuali dukun yang menjual diri dan menyatakan dapat mempengaruhi anggota DPRD;


34. Dan terakhir, masyarakat umum yang mengharap mendapat uang atau materi lain.



Jika ada yang masih kurang dari daftar hayalan saya diatas, teman-teman dapat menambah sendiri. Salam Kompasiana.






Sumber : http://ift.tt/Wksgzx

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz