Gagal Maning, Prabowo Degradasi di Partai Mengikuti Jejak SBY
KLB Partai Gerindra pada 20 September yang lalu akhirnya ditutup dengan terpilihnya Prabowo secara aklamasi, yang tadinya ketua Dewan Pembina menggantikan Ketua Umumnya almarhum Suhardi. Tradisi ini rupanya lagi ngetrend di kalangan Parpol, ketua Dewan Pembina degradasi jadi Ketua Umum Partai, contoh yang paling spektakuler pada Partai Demokrat. Adalah SBY sang ketua Dewan Pembina Demokrat turun posisi ke Ketua Umum Partai pasca kasus Anas Urbaningrum, dan berduet bersama putra kandungnya sendiri Ibas sebagai Sekjen Partai.
Meskipun ada alasan khusus yang disampaikan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani yaitu perlu menjaga suasana kebatinan partai yang lebih solid, untuk menguatkan suasana kekeluargaan dan lebih guyub lebih ke suasana yang bagus. Ahmad Muzani juga menegaskan, Prabowo menjadi ketum bukan atas keinginannya. Prabowo sendiri juga tak ingin berlama-lama menjadi ketum, begitu kilahnya.
“ Prabowo menempati posisi ketua umum bukan untuk seterusnya, permintaan dari DPD, DPC ingin Prabowo terus menerus mengisi jabatan baik ketua umum atau ketua dewan pembina.” terang Ahmad Muzani. “Prabowo tegas mengatakan tidak ingin berlama-lama seperti ini (menjadi ketum) mengisi posisi ini hanya mengantarkan saya (hingga kongres),” pungkasnya.
Sangat wajar dan boleh-boleh saja donk, namun sebagai masyarakat awam saya juga punya alasan dan pandangan tersendiri mengapa akhirnya yang terpilih pak Prabowo, mengapa bukan Fadli Zon atau yang lainnya? Apakah tidak ada stok pemimpin dalam tubuh Gerindra? Mengapa ketua Dewan Pembinanya terpaksa harus turun gunung mengisi kursi ketua umum partainya yang lowong?
Yuk liat beberapa alasan berikut mengapa harus Prabowo yang degradasi dari partai Gerindra, wokey…cekidot;
Karena sudah ada 3 alasan, sudah sesuai Persatuan Indonesia yang akan dipimpin Jokowi-JK kelak.
Seperti biasa dalam menutup tulisan singkat ini, saya berpesan kepada pak Jokowi dan atau tim transisinya, jika sampai pak Ahok jadi bergabung dengan PDIP, dan pak Jokowi sudah memberi sinyal mendukung kepemimpinan bu Megawati sebagai ketua umum PDIP kembali, saya ingin titip pesan sederhana agar pak Jokowi mempertimbangkan usulan saya untuk memasukkan kedua tokoh srikandi Indonesia dalam kabinet Bapak yaitu ibu Sri Mulyani dan ibu Karen Agustiawan.
Bu Mega, bu Sri dan bu Karen adalah tokoh-tokoh srikandi yang langka di negeri ini.
Ibu Megawati teruji dan terbukti dengan sikap konsistensinya mampu menjadikan PDIP sebagai oposisi selama 10 tahun pemerintahan SBY dan kini memimpin PDIP menjadi partai terdepan yang menjanjikan dan akan mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Ibu Sri Mulyani teruji dalam kabinet SBY dengan tangan dinginnya mampu menjaga keuangan negara dengan baik ditengah situasi krisis, bahkan tidak terpengaruh dengan manuver pemilik Lapindo, sekalipun beliau kemudian ‘dimutasi’ ke luar negeri.
Ibu Karen Agustiawan termasuk wanita bertangan besi dalam memimpin plat merah Pertamina. Ditengah gempuran dan tekanan mafia minyak, beliau gigih mempertahankan BUMN yang dipimpinnya dan mengubah paradigma negatif masyarakat terhadap Pertamina. Sayang, jika ibu yang satu ini pun menyumbangkan kemampuannya ke luar negeri, bukan membangun negeri sendiri.
Selamat pagi Indonesia
Sumber : http://ift.tt/XULcpt
Meskipun ada alasan khusus yang disampaikan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani yaitu perlu menjaga suasana kebatinan partai yang lebih solid, untuk menguatkan suasana kekeluargaan dan lebih guyub lebih ke suasana yang bagus. Ahmad Muzani juga menegaskan, Prabowo menjadi ketum bukan atas keinginannya. Prabowo sendiri juga tak ingin berlama-lama menjadi ketum, begitu kilahnya.
“ Prabowo menempati posisi ketua umum bukan untuk seterusnya, permintaan dari DPD, DPC ingin Prabowo terus menerus mengisi jabatan baik ketua umum atau ketua dewan pembina.” terang Ahmad Muzani. “Prabowo tegas mengatakan tidak ingin berlama-lama seperti ini (menjadi ketum) mengisi posisi ini hanya mengantarkan saya (hingga kongres),” pungkasnya.
Sangat wajar dan boleh-boleh saja donk, namun sebagai masyarakat awam saya juga punya alasan dan pandangan tersendiri mengapa akhirnya yang terpilih pak Prabowo, mengapa bukan Fadli Zon atau yang lainnya? Apakah tidak ada stok pemimpin dalam tubuh Gerindra? Mengapa ketua Dewan Pembinanya terpaksa harus turun gunung mengisi kursi ketua umum partainya yang lowong?
Yuk liat beberapa alasan berikut mengapa harus Prabowo yang degradasi dari partai Gerindra, wokey…cekidot;
- Kegagalan Prabowo memenangkan Pilpres 2014 mau gak mau membuat beliau harus mengambil kesibukan lain. Kalaulah beliau terpilih jadi presiden, pasti akan ada banyak kesibukan baik menyangkut rencana dan strategi kepemimpinan, termasuk kerjasama dengan partai koalisi dalam bendera Koalisi Merah Putih yang sekarang naga-naganya sudah gak permanen. Sayang, gagal maning, gagal maning. Yo wis, daripada nanti mencuat lagi tagline “pengurus kuda yang baik”, mungkin itu alasan beliau memilih mengambil alih kesibukan dengan menjadi ketua umum partai.
- Fadli Zon sejatinya calon kuat mengisi posisi ketua umum partai Gerindra. Sebagai sosok yang terdepan, paling mengerti isi hati dan kemauan pak Prabowo, tokoh senior di partai, dan yang gak kalah penting dimana saja, kemana saja, dan kapan saja selalu bersama Prabowo (seperti iklan sebut saja Coc*col*). Kedekatan itu membuat simbol Fadli Zon mewakili keinginan dan hati pak Prabowo sebagai pendiri partai. Sayangnya, dalam Pilpres 2014 kemarin semua strategi kampanye yang dimotori FZ gagal total. Dengan menyampaikan puisi-puisi satire diharapkan dapat merontokkan kubu lawan dalam hal ini pak Jokowi, tapi sayang seribu sayang, masyarakat yang lebih pintar tidak mudah ketipu euy dengan gaya serangan FZ. Bayangkan jika nanti Gerindra beroposisi dan seandainya sebagai ketum FZ sering melancarkan kritikan lewat puisi, negara ini pasti penuh budayawan dunk, baik yang pakar maupun yang dadakan. Belum lagi kalo para kompasianers yang ahli-ahli dalam membuat puisi turun tangan, sebut saja ada mas Tasch Taufan, mbak Putri Ariyani, mas Rahab Ganendra, atau mbak Dewi Pagi (yang sudah lama tidak publish puisinya) pasti bersemangat deh buat puisi tandingan. (wkwkwkwk)
- Prabowo bersedia menjadi ketua umum Gerindra bisa jadi untuk memberi motivasi dan semangat pada kader dan anggota partai. Salah satu rencana yang akan bergulir dalam waktu dekat ini adalah Gerindra akan mengajukan uji materi Undang-Undang Pemerintahan Daerah ke MK. Gerinda ingin memasukan sebuah aturan baru soal pemecatan kepala daerah, dengan menguji materi Pasal 29 ayat (2) UU No 32/2004 yang mengatur pemberhentian kepala daerah. Gerindra ingin agar ada aturan di pasal tersebut yang menyatakan bahwa kepala daerah bisa diberhentikan jika parpol pengusungnya mencabut rekomendasi dukungan. Gerindra juga ingin pemberhentian kepala daerah bisa dilakukan, meski hanya satu parpol yang menarik dukungan. Pasalnya Ahok didukung oleh Partai Gerindra dan PDIP.
Untuk menangkis serangan balik dari partai Gerindra, saya usulkan agar pak Ahok sesegera mungkin bergabung ke Parpol tertentu supaya ada perlindungan politik bila jadi diserang. Memang wajar kalo pak Ahok pernah berujar baru saja bercerai, masa cari pengganti? Tapi ingat pak, banyak yang berminat lho dengan kader jadi dan cemerlang seperti Bapak. Tidak ada salahnya pilihlah PDIP sebagai gadis cantik yang sedang dilirik banyak peminat karena kepemimpinan yang mumpuni dari bu Megawati atau bolehlah lirik partai Nasdem sebagai pendatang baru kinyis-kinyis yang sedang menuju kemapanannya.
Karena sudah ada 3 alasan, sudah sesuai Persatuan Indonesia yang akan dipimpin Jokowi-JK kelak.
Seperti biasa dalam menutup tulisan singkat ini, saya berpesan kepada pak Jokowi dan atau tim transisinya, jika sampai pak Ahok jadi bergabung dengan PDIP, dan pak Jokowi sudah memberi sinyal mendukung kepemimpinan bu Megawati sebagai ketua umum PDIP kembali, saya ingin titip pesan sederhana agar pak Jokowi mempertimbangkan usulan saya untuk memasukkan kedua tokoh srikandi Indonesia dalam kabinet Bapak yaitu ibu Sri Mulyani dan ibu Karen Agustiawan.
Bu Mega, bu Sri dan bu Karen adalah tokoh-tokoh srikandi yang langka di negeri ini.
Ibu Megawati teruji dan terbukti dengan sikap konsistensinya mampu menjadikan PDIP sebagai oposisi selama 10 tahun pemerintahan SBY dan kini memimpin PDIP menjadi partai terdepan yang menjanjikan dan akan mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Ibu Sri Mulyani teruji dalam kabinet SBY dengan tangan dinginnya mampu menjaga keuangan negara dengan baik ditengah situasi krisis, bahkan tidak terpengaruh dengan manuver pemilik Lapindo, sekalipun beliau kemudian ‘dimutasi’ ke luar negeri.
Ibu Karen Agustiawan termasuk wanita bertangan besi dalam memimpin plat merah Pertamina. Ditengah gempuran dan tekanan mafia minyak, beliau gigih mempertahankan BUMN yang dipimpinnya dan mengubah paradigma negatif masyarakat terhadap Pertamina. Sayang, jika ibu yang satu ini pun menyumbangkan kemampuannya ke luar negeri, bukan membangun negeri sendiri.
Selamat pagi Indonesia
Sumber : http://ift.tt/XULcpt