Suara Warga

Gadai Gaji Wakil Rakyat, Patutkah?

Artikel terkait : Gadai Gaji Wakil Rakyat, Patutkah?

September ini menjadi musim pelantikan anggota dewan. Ekspektasi rakyat jelas menghendaki agar para wakilnya di dewan segera menunaikan janji-janji manisnya. Namun, ada satu tontonan yang kurang elok yang ditunjukkan para anggota dewan di awal tugasnya : ramai-ramai menggadaikan gaji! Apakah tindakan ini melanggar peraturan perundang-undangan? Sama sekali tidak. Tapi, apakah ini patut? Ini tentu bisa menjadi bahan diskusi bersama.

Kebiasaan mengadaikan gaji sudah berlangsung lama dan dinilai wajar. Biasanya anggota dewan menggadaikan gajinya ke bank milik pemerintah. Pada umumnya, besaran pinjaman mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Lama pinjaman bervariasi, tergantung keinginan dari para anggota dewan. Sebagai konsekuensinya, gaji pokok akan dipotong.

Ada beberapa alasan yang sering dikemukakan para wakil rakyat sehingga menggadaikan gajinya di antaranya, untuk menutupi utang atau biaya-biaya selama musim kampanye, untuk tambahan modal usaha, bahkan ada yangg mengaku meminjam uang untuk membeli rumah dan mobil.

Seperti yang terjadi di Manado. Hengky Kawalo, anggota DPRD Kota Manado dari Fraksi PDI Perjuangan mengungkapkan belasan anggota DPRD Kota Manado telah menggadaikan gaji mereka di sebuah bank pemerintah. Menurut dia, gaji yang digadai adalah gaji pokok berkisar Rp 13 juta-Rp 15 juta dengan maksud mendapat pinjaman untuk membeli mobil dan rumah atau menambah modal usaha dari wakil rakyat. Ada juga yang dipakai untuk membayar utang seusai pemilu legislatif. Gaji yang digadai hanya sebagian dari pendapatan sebagai anggota DPRD. (Kompas 9/9/14).

Tidak hanya di Manado, praktik semacam ini jamak dilakukan para anggota dewan di berbagai daerah.

Meski tindakan itu dianggap sah dan wajar, saya yakin ada sebagian dari kita sinis dan geli melihat aksi ramai-ramai gadai gaji itu. Kesan yang timbul adalah hasrat mengejar materi, bukan orientasi pada kinerja atau semangat melayani rakyat. Yang terlihat, alih-alih mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk kesejahteraan rakyat, para wakil rakyat tersebut justru menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak produktif.

Sekali lagi, gadai gaji memang tidak melanggar. Ini hanya persoalan kepatutan dan kepantasan saja. Masalah etika. Di awal masa kerja, fokus pada peningkatan kinerja akan lebih baik dilakukan di tengah sorotan tajam rakyat terhadap performa anggota dewan. Kepercayaan publik telah jatuh ke titik terendah. Ini yang harus diperbaiki. Maka, alangkah tidak elok jika baru saja dilantik langsung memikirkan masalah uang. Ini akan menambah ketidakpercayaan rakyat. Berbuatlah dulu. Berikan yang terbaik untuk rakyat. Sebab, lembaga legislatif merupakan tempat pengabdian, bukan untuk mencari pekerjaan.

Mengembalikan kepercayaan rakyat adalah sebuah keniscayaan. Kita menghendaki wakil rakyat yang betul-betul memikirkan nasib rakyat, sebab DPR bukanlah akronim dari “Dewan Pengumpul Rupiah”. DPR bukanlah tempat untuk mencari nafkah. Tapi, DPR adalah tempat untuk menyuarakan aspirasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Gadai gaji jelas akan mengurangi penghasilan bulanan para wakil rakyat. Gaji akan tersedot cukup besar untuk membayar cicilan ke bank. Nah, kalau gaji bulanan sudah dipotong, lalu bagaimana caranya wakil rakyat mencari penggantinya?




Sumber : http://ift.tt/WZZlBk

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz